MAKNA DAN PERAN PSIKOLOGI DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Guru SMP Negeri 1 Semarang
Mahasiswa Pascasarjana Unwahas Semarang
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di dalam al Qur’an penjelasan ayat mengenai manusia jika dianalisis
terdapat tiga kelompok. Pertama, kelompok ayat yang tergabung dalam
istilah al basyar. Kedua, kelompok ayat yang menjelaskan
totalitas fisik-psikis, yaitu ayat yang mengandung istilah al ins, al insan,
al unas, al nas, bani Adam, dan al nafs. Ketiga,
kelompok ayat yang menjelaskan manusia dari sisi psikisnya, yaitu ayat yang
tergabung dalam istilah al ’aql, al qalb, al ruh, dan al
fitrah.[1]
Pengelompokan diatas secara tidak langsung menjelaskan bahwa di
dalam al Qur’an menjelaskan manusia dari segi jasmaniah, nafsiah,
dan ruhaniah. Al basyar sebagai sebuah jism yang mencakup
organ-organ fisik-biologis, sistem sel dan seluruh kalenjer syaraf. Al insan
adalah sifat dan karakter manusia yang membedakan dengan makhluk lain, yaitu
mempunyai pikiran, perasaan, dan kehendak. Inilah sifat nafsiah manusia yang
pada akhirnya nanti dibagi menjadi nafsul muthma’innah, nafsul
lawwamah dan nafsul amarah. Sedangkan al fitrah bagian dari aspek
ruhaniah yang mencakup keseluruhan potensi psikis seseorang.
Keterangan diatas tidak lain hanya untuk menunjukkan bahwa
seseorang jika mempunyai kewajiban menyampaikan ilmu, misalnya dosen, guru,
dll, maka sebisa mungkin apa yang
disampaikan itu mudah dipahami dan dimengerti dengan baik. Guru ketika
menyampaikan materi itu butuh ilmu pengetahuan agar
mengetahui psikis para peserta didiknya. Sebaliknya, seorang peserta didik juga
akan berusaha mengerahkan seluruh daya dan pikirnya untuk memahami apa yang
disampaikan oleh gurunya. Sehingga proses belajar-mengajar merupakan konsep
yang bermuatan psikologis.
Begitu juga apa yang dilakukan oleh malaikat Jibril dengan
menyampaikan wahyu yang pertama kepada nabi Muhammad Saw adalah proses pembelajaran. Digambarkan saat itu nabi
Muhammad Saw mengalami kesulitan (tidak bisa membaca) dalam melaksanakan perintah malaikat Jibril. Bahkan nabi Muhammad Saw
diperintahkan membaca sampai tiga kali karena yang pertama dan kedua belum
berhasil. Baru yang ketiga kalinyalah nabi Muhammad saw bisa membaca sesuai
dengan perintah malaikat Jibril. Nabi Muhammad Saw mampu membaca saat itu
karena mendapat sentuhan psikologis dari malaikat Jibril yaitu dengan cara
memluknya. Sentuhan psikologis seperti itu merupakan diagnosis kesulitan
belajar.[2]
Disinilah arti pentingnya, seorang guru juga harus mengetahui psikologi
pembelajaran dalam mengajarkan Pendidikan Agama Islam.
B. Rumusan Masalah
Pada makalah ini, berdasarkan uraian masalah diatas dapat diperinci
beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apa definisi
psikologi pembelajaran PAI?
2.
Bagaimana
makna psikologi dalam pembelajaran PAI?
3.
Bagaimana
peran psikologi dalam pembelajaran PAI?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Psikologi Pembelajaran PAI
1.
Psikologi
Psikologi atau dalam bahasa Greek (Yunani0, psychology
merupakan gabungan dua kata, yaitu “psyche” artinya jiwa dan “logos”
artinya ilmu. Jadi, menurut bahasa psikologi artinya “ilmu jiwa”. Berdasarkan
pengertian ini, awal mulanya memang diartikan sebagai “ilmu jiwa”. Akan tetapi
pengertian tersebut mengalami perkembangan definisinya, sedangkan istilah yang
digunakan tetap sama, yakni tetap menggunakan istilah psikologi. Salah satu
alasan perkembangan defisininya ini adalah psikologi seringkali psikologi
dianggap sebagai ilmu yang mempelajari langsung tentang kejiwaan seseorang. Padahal
menurut Reber , psikologi mempunyai batas-batas tertentu yang berada diluar
kaidah keilmuan dan etika falsafi.[3]
Sebelum psikologi terjadi kontak dengan berbagai disiplin ilmu,
seperti : pertama, psikologi adalah ilmu mengenai kehidupan mental (the
science of mental life). Kedua, psikologi adalah ilmu mengenai
pikiran (the scince of mind). Ketiga, psikologi adalah ilmu
mengenai tingkah laku (the scince of behavior).[4]
Psikologi sangat erat dikaitkan dengan ilmu kedokteran dan filsafat yang hingga
kini masih nampak pengaruhnya. Dalam ilmu kedokteran, psikologi berperan
menjelaskan apa-apa yang terpikir dan terasa oleh organ-organ biologis (jasmaniah).
Sedangkan dalam filsafat, psikologi berperan dalam memecahkan masalah-masalah
rumit yang berkaitan dengan akal, kehendak, dan pengetahuan.
Apa yang dikatakan Bruno, menguatkan teori Weber, yang pada
dasarnya psikologi terbagi menjadi tiga bagian yang berkaitan. Pertama,
psikologi adalah studi mengenai ruh. Kedua, psikologi adalah ilmu pengetahuan
mengenai kehidupan mental. Ketiga, psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai
perilaku organisme.[5]
Ketiga pengertian ini berjalan beriringan, saling berkaitan dan saling
melengkapi satu sama lain kurang lebih
sampai akhir abad ke-19. Pada tahun 1879, psikologi memisahkan diri dari
filsafat dan menjadi disiplin ilmu sendiri. Langkah awalnya adalah dengan
mendirikan Laboratorium Psikologi oleh William Wund (1832-1920). Kemudian
diikuti dengan mengeluarkan ruh dari psikologi.
William Wund ternyata mendapat reaksi dari para ahli dan
memancingnya untuk ikut andil memberikan definisi terhadap psikologi.
Diantaranya adalah William James (1842-1910) yang menganggap psikologi sebagai
ilmu pengetahuan mengenai kehidupan mental. J.B. Watson (1878-1958) tokoh
radikal dari aliran behavior tidak puas atas definisi William James,
lalu mengubahnya dengan ilmu pengetahuan mengenai tingkah laku (behavior)
organisme dan sekaligus menafikan eksistensi ruh dan kehidupan mental. Chaplin
(1972) menyatakan psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai perilaku manusia
dan hewan, juga penyelidikan terhadap organisme dalam segala ragam dan
kerumitannya ketika mereaksi arus dan perubahan alam sekitar dan
peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang mengubah lingkungan. Sedangkan
Sarwono(1976) terlalu menyederhanakannya, yakni psikologi adalah ilmu
pengetahuan tentang hakikat manusia.
Demikian perkembangan definisi psikologi dan jika diteruskan akan
menjadikannya semakin rumit. Berdasar pengertian diatas, garis besar “psikologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari tingkah laku individu (manusia) dalam interaksi dengan
lingkungannya.” Tingkah laku yang dimaksud adalah sebagai manifestasi
hayati (hidup) yang meliputi motorik, kognitif, konatif dan afektif. Demikian,
pengertian ini dikategorikan sebagai pengertian psikologi secara konvensional.
Dalam tinjauan Islam, psikologi diatas atau psikologi konvensional
tidak menyentuh dimensi spiritual. Dengan meninggalkan dimensi ruh dan mental,
justru psikologi menjadi “pincang”. Spiritual sangat penting ntuk
psikologi karena tanpanya akan membuat manusia menjadi takabbur dan
penyakit hati lainnya. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini definisi psikologi
pendidikan Islam dikonsepsikan dengan pengertian, “ilmu atau kajian tentang
manifestasi Allah Swt pada alam sebagaimana tercermin dalam pola-pola tingkah
laku semua organisme baik yang bernyawa maupun tidak bernyawa dalam segala bidang
kehidupan dengan menggunakan paradigma Islam.”
2.
Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu upaya membelajarkan atau mengarahkan
aktivitas peserta didik ke arah aktivitas belajar. Dalam proses ini terkandung
dua aktivita sekaligus, yaitu aktivitas mengajar (guru) dan aktivitas belajar
(peserta didik). Artinya pembelajaran ada proses interaksi antara guru dengan
peserta didik dan antar peserta didik itu sendiri.[6]
Jika dikatakan interaksi, berarti pembelajaran ini termasuk kedalam situasi
psikologis. Buktinya dalam situasi ini dapat ditemukan banyak aspek-aspek
psikologis ketika proses pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, supaya guru
dapat memahami betul proses psikologis ini, maka guru harus dapat menguasai
ilmu pengetahuan tentang psikologi pembelajaran.
3.
Pendidikan
Islam
Oemar Muhammad al-Toumy al-Syaebani menyatakan bahwa pendidikan
islam adalah usaha mengubah tingkah laku individu yang dilandasi oleh nilai-nilai
Islami dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan
kehidupan dalam alam sekitar melalui proses kependidikan.[7]
Amat banyak pengertian pendidikan Islam yang telah dikemukakan oleh
para ahli, jadi cukuplah pengertian Oemar Muhammad al-Toumy al-Syaebani diatas
sebagai acuan untuk memahami kajian ini. Pada intinya, pendidikan Islam ini
adalah sebuah sistem yang islami yang semua komponennya telah disiapkan untuk
mendukung terwujudnya sosok muslim yang ideal. Dalam arti lain, pendidikan
Islam merupakan sebuah sistem yang dasar teori-teorinya diambilkan dari al
Qur’an dan Hadits.
4.
Jenis-jenis
Psikologi
Psikologi sebagai disiplin ilmu digunakan diberbagai macam bidang,
diantaranya pendidikan, pengajaran, ekonomi, perdagangan, indutri, hukum,politik,
militer,sosial, kepemimpinan, pelatihan dan agama. Sebagai konsekuensinya,
timbullah cabang-cabang psikologi yang mengkaji perilaku manusia diatas dalam
situasi yang lebih khusus.
Ditinjau dari kajiannya, psikologi dibagi menjadi dua, yaitu :
a.
Psikologi
Umum
Psikologi ini mengkaji aspek-aspek tingkah laku manusia secara
umum.
b.
Psikologi
Khusus
Psikologi ini lebih spesifik mengkaji aspek-aspek tingkah laku
manusia secara khusus. Yang termasuk ke dalam psikologi khusus, antara lain :
1)
Psikologi
perkembangan, mengkaji tingkah laku individu yang berada dalam proses
perkembangan sejak kehidupan dimulai (konsepsi) hingga akhir kehidupan (mati).
2)
Psikologi
sosial, mengkaji tingkah laku individu dalam interaksi sosial.
3)
Psikologi
abnormal, mengkaji tingkah laku individu yang tergolong abnormal.
4)
Psikologi
komparatif, mengkaji perbandingan tingkah laku individu manusia dengan hewan.
5)
Psikologi
diferensial, mengkaji perbedaan tingkah laku antar individu.
6)
Psikologi
kepribadian, mengkaji tingkah laku individu secara khusus dari aspek
kepribadiannya.
7)
Psikologi
pendidikan, mengkaji tingkah laku individu dalam situasi pendidikan.
8)
Psikologi
industri, mengkaji tingkah laku individu dalam kaitannya dengan dunia industri.
9)
Psikologi
klinis, mengkaji tingkah laku individu untuk keperluan klinis atau penyembuhan.
10)
Psikologi
kriminal, mengkaji tingkah laku individu dalam situasi kriminal.
11)
Psikologi
militer, mengkaji tingkah laku individu dalam situasi kemiliteran.[8]
Psikologi khusus akan muncul sesuai dengan situasi dan kebutuhan.
Oleh sebab itu, tidak tertutup kemungkinan akan muncul pasikologi-psikologi
lain selain yang telah disebutkan diatas.
B.
Makna Psikologi dalam Pembelajaran PAI
Fokus psikologi pembelajaran PAI mengkaji masalah tingkah laku
individu dalamkaitannya dengan pendidikan Islam (tingkah laku individu dalam
proses pembelajaran pendidikan agama Islam).[9]
Oleh karena itu, psikologi pembelajaran PAI termasuk ke dalam psikologi khusus.
Dalam bahasa yang lain, Arthur S. Rebber juga menggolongkan psikologi pendidikan
sebagai subdisiplin psikologi terapan (applicable).[10]
Psikologi terapan adalah penerapan disiplin ilmu psikologi dalam proses
pembelajaran pendidikan agama Islam. Dengan demikian, psikologi pembelajaran
PAI pun dimasukkan ke dalam psikologi terapan. Dalam hal ini, ada kesamaan
makna antara psikologi khusus dengan psikologi terapan.
Secara tidak langsung, dikarena sudah terkategorisasi ke dalam
psikologi terapan, maka psikologi pembelajaran PAI merupakan subdisiplin ilmu
psikologi yang berkaitan dengan teori-teori dan masalah pembelajaran pendidikan
agama Islam yang berguna dalam hal-hal sebagaimana berikut :
1.
Penerapan
prinsip-prinsip belajar di dalam kelas
2.
Pengembangan
dan pembaruan kurikulum pendidikan agama Islam
3.
Ujian
dan evaluasi bakat dan kemampuan
4.
Sosialisasi
proses-proses dan interaksi proses-proses tersebut dengan pendayagunaan ranah
kognitif
5.
Penyelenggaran
pendidikan keguruan agama Islam
Merujuk pada pengertian psikologi diatas dalam pengertian yang
lebih luas, psikologi pembelajaran PAI dapat dimaknai dengan suatu ilmu
pengetahuan yang mengkaji atau mempelajari tingakah laku individu (manusia),
didalam usaha mengubah tingkah lakunya yang dilandasi oleh nilai-nilai ajaran
islam dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan
dalam alam sekitar melalui proses pendidikan.
Secara lebih sempit psikologi pembelajaran PAI dapat dimaknai
sebagai suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku individu (siswa) dalam usaha
mengubah tingkah lakunya yang dilandasi oleh nilai-nilai ajaran islam melalui
proses pembelajaran PAI.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat di fahami bahwa psikologi
pembelajran PAI pada dasarnya mencurahkan perhatiannya pada perilaku
(perbuatan-perbuatan) ataupun tindak tanduk orang-orang yang melakukan kegiatan
belajar dan mengajar atau orang-orang yang terlibat langsung dalam prosess
pembelajaran. Oleh karena itu, setidaknya psikologi pembelajaran PAI mempunyai
2 objek : pertama, peserta didik, yaitu orang-orang (Individu-individu)
yang sedang belajar, termasuk pendekatan, strategi, faktor yang mempengaruhi,
dan prestasi yang dicapai.
Kedua, guru
(pendidik), yaitu orang-orng yang berkewajiban atau melakukan tanggung jawab
mengajar, termasuk metode, model, strategi, dan lain-lain yang berkaitan dengan
aktifitas penyajian materi pelajran pendidikan agama islam (PAI).[11]
C.
Peran Psikologi dalam Pembelajaran PAI
Sebagaimana psikologi pendidikan modern,
psikologi pendidikan Islam juga mempunyai peran yang sangat penting untuk
kemajuan pendidikan. Yang membedakan adalah psikologi yang dimaksud sesuai dan
berada dalam pandangan Islam. Menurut Abuddin Nata, psikologi pendidikan Islam
ini lebih mendekat pada pandangan ideologi humanisme teo-centred.[12]
Ideologi ini menempatkan peran dan fungsi manusia yang utama, namun pada saat
yang bersamaan disesuaikan dengan petunjuk Tuhan sebagaimana ketentuan yang
sudah ditetapkan di dalam al Qur’an maupun Hadits.
Menurut Abuddin Nata, peran Psikologi dalam
pembelajaran PAI ada tujuh[13],
yaitu :
1.
Menyempurnakan pendidikan Barat
Psikologi pendidikan barat kontemporer
cenderung sekuler, empiris, dan rasional. Dengan paradigma yang antroposentris
dan netral etik ini justru dijadikan sebagai “pisau analisis” dalam memahami
masyarakat Islam yang teosentris dan sarat etik.[14]
Demikian ini, psikologi pendidikan Islam sudah memberikan pengaruh terhadap
psikologi Barat kontemporer. Psikologi pendidikan Islam telah mengislamkan
psikologi Barat yang sekuler, empiris, dan rasional menjadi seimbang antara
penggunaan observasi eksperimen, sekuler, empiris, dan rasional dengan
penggunaan wahyu, intuisi, akal dan hati nurani.
2.
Menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan
jiwa anak dengan baik
Pertumbuhan ditandai dengan perubahan fisik
atau jasmani, sedangkan perkembangan perubahan mental. Psikologi pendidikan Islam
menjelaskan perkembangan mental anak secara bertahap dan masing-masing tahap
mempunyai ciri-ciri khususnya. Nah, seorang guru pun harus mengetahui setiap
perkembangan tersebut sebagai salah satu pendekatan dalam rangka membangun
tingkah laku yang sesuai dengan ajaran Islam. Sebagai contoh pandangan guru
secara psikologis terhadap peserta didik yang berkaitan dengan bakat. Banyak
orang yang mengira bakat seorang anak itu bersifat statis atau permanen sesuai
dengan tingkat usianya. Padahal pada usia berikutnya, meski pada usia tertentu
sudah diketahui bakatnya, namun bisa jadi pada usia berikutnya muncul
bakat-bakat yang lain. Sehingga bakat anak itu bukan hanya satu yang tumbuh
pada usia sebelumnya, melainkan juga memiliki bakat lainnya yang tumbuh pada usia
berikutnya.[15]
3.
Memahami sifat, karakter, dan kecenderungan
anak dalam belajar
Tujuan psikologi ini adalah untuk memahami
gaya belajar anak. Diantaranya ada anak-anak yang cepat sekali menerima
pelajaran, ada juga yang sebaliknya. Justru selalu menimbulkan kegaduhan dan problem
di dalam kelas. Ada juga yang pintar, tapi pendiam. Pada sisi guru pun ada yang
kehadirannya dinantikan dan dirindukan di kelas, akan tetapi sebaliknya ada
juga guru yang tidak disenani kehadirannya. Semua itu adalah ranah psikologi dalam
belajar mengajar.[16]
Tujuan yang lain adalah untuk mengetahui problem
anak di kelas. Jika ada anak bermasalah, guru harus peka dan segera membantu
menyelesaikannya. Meski bagaimanapun, konisi psikis anak sangat membantu dan
mempengaruhi proses belajar mengajar. Dalam keadaan ini, jika ada anak berbuat
kesalahan, jangan dimarah-marahi atau dihukum, akan tetapi carilah kenapa anak
berbuat demikian. Jika sudah diketahui, maka bimbinglah anak tersebut di jalan
yang benar. Dengan psikologi pendidikan Islam, guru dapat bersikap bijaksana
dalam memperlakukan anak.
4.
Memahami perbedaan individual peserta didik
Pendidikan Islam meyakini bahwa pertumbuhan anak mulai turab
(tanah-zat) renik kemudian menjadi sperma atau ovum yang disebut nutfah kemudia
bercampur dan menjadi segumpal darah (‘alaqah) yang menempel di dinding
rahim. Setelah itu, ‘alaqah menjadi segumpal daging (mudghah), lalu
menjadi tulang (idzam) dan idzam tersebut dibalut dengan daging.[17]
Empat bulan pertama, Allah Swt
menghembuskan ruh pada kandungan seorang ibu dan menjadikannya makhluk yang
memiliki jiwa, kemauan, hak hidup dan hak memperoleh pendidikan dan perlakukan
secara manusiawi.[18]
Disamping itu, manusia juga memiliki perbedaan segikeadaan, minat, bakat dan
kecerdasannya. Oleh karena itu, seharusnya anak-anak diberikan pengetahuan dan
ketrampilan sesuai dengan keadaan individunya. Untuk mengetahui bakat dan minat
anak tersebut, maka dibutuhkan psikologi sebagai alat untuk mengetahuinya.[19]
5.
Landasan penyusunan kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
peraturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai pendidikan
tertentu.[20]
Dari pengertian ini, tentu diwujudkan berbagai program tertentu untuk
melaksanakannya dan melibat guru dan peserta didik serta stake holder
secara bersama-sama. Program ini tak lain adalah kegiatan belajar dan mengajar
yang diarahkan untuk mencapai visi dan misi sekolah. Guru dituntut harus
mempunyai pemahaman, penghayatan, pengalaman dan praktik dari sejumlah mata
pelajaran atau bidang tertentu dengan baik. Sehingga apa yang dilakukan guru
tersebut Nampak peran psikologi pendidikan Islam, yaitu menyiapkan segenap
potensi jiawa anak-anak, pikiran, minat, motivasi dan kesungguhan peserta
didik.[21]
Perlu kita sadari bahwa kurikulum yang
tidak ada di zaman sekarang ini adalah praktik yang dilakukan oleh nabi
Muhammad Saw sendiri. Misalnya, ketika mengajarkan bagaimana kriteria seorang
mukmin yang sempurna imannya imannya, nabi Muhammad Saw menggunakan berbagai
kriteria kebaikan yang sesuai dengan apa yang bisa dicapai oleh para sahabatnya.
Terkadang menggunakan kriteria ekonomi, sosial, etika, psikologis, budaya dan
lainnya. Kriteria yang dimaksud akan dijelaskan menggunakan table berikut :
No
|
Kriteria
|
Praktik Nabi (keteladanan)
|
1
|
Ekonomi
|
Nabi Muhammad Saw menyabdakan bahwa mukmin
yang sempurna adalah mereka yang dapat memberikan manfaat secara ekonomi
kepada orang lain
|
2
|
Sosial
|
Nabi Muhammad Saw menyabdakan bahwa mukmin
yang sempurna adalah orang yang tidak hanya perutnya kenyang sendiri,
sementara tetangga menderita kelaparan
|
3
|
Etika
|
Nabi Muhammad Saw menyabdakan bahwa mukmin
yang sempurna adalah orang yang paling baik budi pekertinya[22]
|
4
|
Psikologis
|
Nabi Muhammad Saw menyabdakan bahwa mukmin
yang sempurna adalah orang mencintai orang lain sebagaimana ia mencintai
dirinya sendiri[23]
|
5
|
Budaya
|
Nabi Muhammad Saw menyabdakan bahwa kebersihan
itu bagian dari iman[24]
|
6
|
lainnya
|
Dalam hal lainnya pun nabi Muhammad Saw
menggunakan tingkatan yang berbeda-beda sesuai dengan perkembangan usia
peserta didik[25]
|
Pada tabel diatas membuktikan bahwa nabi Muhammad
Saw selalu menggunakan asas psikologis dalam kegiatan pendidikan, dakwah dan
lainnya. Inilah faktor penting yang mendukung kesuksesanya dalam berdakwah
kepada umat.
6.
Menentukan metode dan pendekatan yang
paling tepat dan efektif dalam pembelajaran
Diantara teori-teori pengajaran umum yang dianggap tepat dan efektif
adalah sebagai berikut :
No
|
Teori Pembelajaran
|
Sentuhan Psikologi PAI
|
1
|
Teori Nativisme Arthur Schopenhaur
|
|
§
Mengedepankan
faktor dalam (internal) diri, yaitu bakat
§
Faktor bawaan
sejak lahir tidak bisa diubah oleh pengaruh lingkungan atau pendidikan
§
Sejak lahir
potensinya baik, maka perkembangan pribadinya akan baik dan sebaliknya
§
Berpandangan
negatif terhadap lingkungan dan pendidikan anak
§
Kegiatan
pendidikan membiarkan atau membebaskan pertumbuhan anak secara kodrat
|
ü Yang aktif adalah anak, guru sebagai pendamping, konsultan,
fasilitator, bidan, motivator dan penggali bakat
ü Guru dalam menyampaikan bahan ajar mempertimbangkan bakat dan
minat anak
ü Guru tidak bisa sepenuhnya mengikuti kesimpulan apa yang
dihasilkan oleh anak dalam proses belajarnya
ü Guru menguatkan penemuan anak
ü Sesuai dengan falsafah pendidikan Nasional, “TUT WURI HANDAYANI
“, yakni mengikuti dari belakang dengan metode yang tepat dan proporsional
|
|
2
|
Teori Empirisme John Locke
|
|
§
Mengedepankan
faktor luar (eksternal) diri, yaitu lingkungan
§
Mendasarkan
pada teori Tabularasa (tidak mengakui pembawaan, keturunan atau sifat yang
turun temurun yang dimiliki anak)
§
Karakter anak
dibentuk oleh kebiasaan
§
Pendidik
dapat membuat anak menjadi apa saja karena dianggap anak lahir mempunyai jiwa
dan watak yang sama
§
Penganut
aliran behaviorisme
§
Mengandalkan
faktor pendiidkan dan lingkungan
§
Banyak
mengembangkan berbagai macam metode dan pendekatan pembelajaran melalui
eksperimen
|
ü Yang aktif adalah guru karena salah satu cara belajar anak adalah
belajar dari pengalaman gurunya
ü Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, sudah membawa
potensi masing-masing tidak seperti gelas kosong atau kertas putih
ü Banyak metode yang dihasilkan aliran ini, khususnya terkait
anak-anak usia dini, namun dalam segi agama sudah diberi rambu-rambu bahwa
anak-anak masih dibebaskan kewajiban syari’at agama karena akalny abelum tamyiz
dan usianya belum baligh.
ü Dikembangkan teori S-R (Stimulus-Respons) yang menekankan pada
minat belajar anak terkadang dipicu oleh faktor eksternal
ü Menurut anggapan teori ini, ilmu pengetahuan sudah final sejak
masa Imam al Juwaini (imam al Haramain) dan Imam alGhazali (Hujjatul Islam)
pada Madrasah Nizamiyah sehingga tugas sekolah dan guru adalah
mentransmisikan, mentransformasikan, membuat anak agar memahami, menyimpan,
menghafal, mengulang-ulang, mempertahankan, dan memproduksi kembali sesuai
masanya.
ü Sesuai dengan falsafaj Pendidikan Nasional, “ING NGARSA SUNG
TULADHA”, ketika berasa didepan, harus menjadi contoh.
|
|
3
|
Teori
Konvergensi William Stern
|
|
§
Menolak teori
Nativisme dan Empirisme
§
Perkembangan
manusia adalah hasil perpaduan atau kerjasama antara faktor bakat dan
lingkungan
§
Teori yang
mengedepankan faktor bakat (dari unsur dalam diri) dan lingkungan (dari unsur
luar) atau campuran
§
Jika bakat
dinilai baik, perkembangan anak bisa rusak karena faktor lingkungan tidak
menunjang
§
Bakat tidak
baik, namun lingkungan menunjang, maka perkembangan anak bisa lebih baik
|
ü Yang aktif ada kedua-duanya, baik itu guru maupun anak
ü Islam lebih dekat dengan pandangan ini yang menekankan pada kedua
faktor, yakni bakat dan lingkungan yang saling berkaitan dan mendukung
ü Meski sepaham dengan toeri konvergensi, namun orientasinya teori
ini hanya sebatas pada kemanusiaan saja, tanpa membawa unsur ketuhanan
ü Artinya, manusia tidak bisa serta mesta dapat mengubah sikap dan
perilaku orang atas usahanya sendiri, melainkan juga atas idayah dan taufik
dari Allah Swt
|
Dari kajian sedehana diatas, tampak jelas sekali bahwa pemikiran
dan teori-teori psikologi sangat berpengaruh dalam menentukan model dan
strategi pembelajaran, khususnya agama Islam.[26]
7.
Memberi landasan pada guru dalam
berinteraksi dengan lingkungan sekolah
Tujuannya adalah supaya guru dalam melakukan interaksi dan
komunikasi dengan anak timbul rasa saling menghormati, mempercayai, mencintai,
memberikan simpati dan empati, menyayangi dan saling berbagi. Tidak ada lagi
jarak yang memisahkan antara guru dan anak. Jika hubungan ini sudah terbentuk,
maka kegiatan belajar mengajar akan tercipta dalam suasana yang hangat, akrab,
menyenangkan, menggembirakan, rukun, damai, dan harmonis.[27]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Psikologi
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah suatu ilmu pengetahuan yang
mempelajari tingkah laku individu (siswa) dalam usaha mengubah tingkah lakunya
dengan dilandasi oleh nilai-nilai ajaran Islam melalui proses pembelajaran
Pendidikan Agama Islam.
2. Makna
psikologi pembelajaran PAI adalah suatu ilmu pengetahuan yang mengkaji atau
mempelajari tingakah laku individu (manusia), didalam usaha mengubah tingkah
lakunya yang dilandasi oleh nilai-nilai ajaran islam dalam kehidupan pribadinya
atau kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan dalam alam sekitar melalui proses
pendidikan. Psikologi pembelajaran ini berguna untuk penerapan prinsip-prinsip
belajar di dalam kelas, pengembangan dan pembaruan kurikulum pendidikan agama
Islam, ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan , sosialisasi proses-proses dan interaksi
proses-proses tersebut dengan pendayagunaan ranah kognitif dan penyelenggaran
pendidikan keguruan agama Islam
3. Peran
Psikologi dalam pembelajaran PAI ada tujuh, yaitu menyempurnakan pendidikan
Barat, menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak dengan baik, memahami
sifat, karakter, dan kecenderungan anak dalam belajar, memahami perbedaan
individual peserta didik, sebagai landasan penyusunan kurikulum, sebagai sarana
untuk menentukan metode dan pendekatan yang paling tepat dan efektif dalam pembelajaran
dan memberi landasan pada guru dalam berinteraksi dengan lingkungan sekolah.
B.
Saran
Seiring
perkembangan zaman seorang peneliti harus peka terhadap Perubahan sosial yang terjadi sangat cepat,
tanpa kita sadari tiba-tiba berada di zaman yang sudah berbeda. Kita harus
mampu melakukan penelitian yang berkualitas sehingga dapat digunakan untuk
memecahkan permasalahan-permaslahan yang dihadapi saat ini. Penelitian sat ini
sebagai pijakan untuk melaksanakan penelitian selanjutanya dengan topik berbeda.
C.
Penutup
Demikian
makalah ini kami susun. Semoga para pembaca dapat memahami pengertian psikologi
pembelajaran PAI, makna dan perannya dengan baik. Permohonan maaf penulis atas
segala kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan guna memperbaiki penyusunan makalah selanjutnya. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
M. Athiyah al Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan
Islam, (Jakarta : Penerbit Bulan Bintang, 1970) Cet ke 4
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Psikologi Pendidikan
Islam, (Depok, PT Raja Grafindo Persada, 2018) Cet ke 1
Drs. Muhaimin, M.A. et. al., Pradigma Pendidikan
Islam, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2004) Cet ke 3
Mulyani Sumantri & Nana Syaodih, (Jakarta :
Penerbit Universitas Terbuka, tth) Cet ke 1
Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung, PT Remaja
Rosdakarya, 2013) Cet ke 8
Drs. Sumardi Suryabrata, B.A., M.A., ed.S., Ph.D,
(Depok, PT Raja Grafindo Persada, 2008)
Dr. Tohirin, M.Pd, Psikologi Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2014) edisi revisi, cet ke-IV
[1] Tohirin, Psikologi
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada,
2014), cet ke-5, hlm. xi
[3] Lihat Tohirin, Psikologi
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada,
2014), cet ke-5, hlm. 4
[10] M Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan
Baru (bandung : Remaja Rosda Karya, 1996), hlm. 12
[11] Op Cit.,
hlm. 13
[12] Abuddin Nata, Psikologi Pendidikan Islam (Jakarta
: PT RajaGrafindo Persada, 2018) cet ke 1, hlm. 85
[14] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa
Psikologi Islam (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2002), cet. III, hlm.
12.
[17] Lihat Q.S. al Hajj ayat 5 “Hai manusia, jika kamu
dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya
Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian
dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan
yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam
rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian
Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu
sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan
(adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya Dia
tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. dan kamu
Lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya,
hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan
yang indah”.
[18] Lihat Q.S. al Hijr ayat 29 “Maka apabila aku telah
menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku,
Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud (penghormatan)”.
[20] Lihat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta : Depdikbud, 2003), hlm. 28