Selasa, 29 November 2016

Gus Mus : Shalat Jum'at di Jalan Raya, Bid'ah

Rencana Shalat Jum’at yang akan dilaksanakan pada tanggal 2 Desember 2016 menyita perhatian Ulama-ulama besar di Indonesia, termasuk Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus). Beliau merasa prihatin dengan rencana tersebut yang akan digelar oleh kelompok yang mengatasnamakan dirinya Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI. Perihal apakah oknum-oknum pengawal tersebut mencerminkan sikap MUI secara organisasi, itu soal lain.

Tokoh NU yang juga sebagai Pengasuh PonpesRaudlatut Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah ini memberikan pernyataan mengenai hukum shalat Jum’at melalui akun twitternya, yaitu @gusmusgusmu, pada tanggal Rabu (23/11) sebanyak 7 cuitan.

"Aku dengar kabar di Ibu Kota akan ada Jumat-an di jalan raya. Mudah-mudahan tidak benar," cuit Gus Mus.

"Kalau benar, wah dalam sejarah Islam sejak zaman Rasulullah SAW baru kali ini ada bid'ah sedemikian besar. Dunia Islam pasti heran," sambung Pj Rais Aam PBNU 2014-2015 ini.

Gus Mus mempertanyakan apa dalil Al-Qur’an dan haditsnya melakukan shalat Jumat di jalanan. Dia juga mempertanyakan apakah Rasullullah SAW, para sahabat dan tabi'in pernah melakukan atau membolehkan salat Jumat di jalan raya.

"Kalau benar, apakah shalat tahiyyatal masjid diganti shalat tahiyyatat thariq atau tahiyyatasy syari?" tanyanya.

Jika shalat Jumat di jalan protokol Jakarta itu benar akan dilakukan, lanjut Gus Mus, dia mengimbau umat Islam yang percaya dirinya tidak punya kepentingan politik apapun agar memikirkan hal itu dengan jernih.

"Setelah itu silakan Anda bebas untuk melakukan pilihan Anda. Aku hanya merasa bertanggung jawab mengasihi saudaraku. In uriidu illal ishlãha mãs tatha'tu wamã taufiiqii illa biLlãhil 'Aliyyil 'Azhiim," tulisnya.

"Artinya kurang lebih: Aku hanya berniat (ber)baik semampuku; taufikku hanya dengan pertolongan Allah Yang Maha Luhur dan Agung," imbuh Gus Mus menjelaskan artinya.

Ribuan komentar dalam bentuk retweet, like, mention dan reply pun membanjir. Akhirnya tweet dari Gus Mus ini banyak dijadikan sebagai sumber oleh media-media online. Namun, sangat disayangkan diantara ribuan netizen tersebut ada juga yang mencemooh. Padahal yang mencemooh itu, bisa jadi miskin ilmu agama. Akibat kepentingan yang membabi buta, pernyataan yang ia lontarkan pun mengundang kemarahan netizen.


Selamat Membaca

Ulama Nusantara yang Berpengaruh di Mekkah


Kitab “Imta’ Ulin-Nazhar bi Ba’dhi A’yanil-Qarn ar-Rabi’ ‘Asyar (Tasynif al-Asma bi Syuyukh al-Ijazah was-Sama’, terdiri dari 2 jilid) ini terhitung penting, karena memuat biografi, silsilah-sanad (mata rantai keilmuan), sekaligus jaringan ulama di Mekkah pada abad ke-14 H (awal abad ke-20 M). Kitab ini disunting oleh Dr. Mahmud Sa’id Mamduh (Mesir) dan dicetak di Beirut (2012 M).

Lebih menarik lagi, di dalam kitab ini disebutkan banyak ulama Nusantara yang berkiprah dan berpengaruh besar di Mekkah pada masa itu. Terdapat 26 ulama Nusantara (bisa jadi lebih jika ada yang terlewat). Berikut urutan nama-nama ulama tersebut sesuai urutan aksara hijai Arab.
 
>>> Dalam juz I:

1. Ibrahim ibn Dawud al-Fathani al-Makki (1320-1413 H), dari Patani, Thailand.
2. Ahmad Marzuki ibn Ahmad Mirshad al-Batawi (1293-1353 H), dari Batavia (Jakarta).
3. Baqir ibn Nur al-Jukjawi al-Makki (1306-1367 H), dari Jogja.
4. Bidhawi ibn Abdul Aziz al-Lasami (?-1390 H), dari Lasem, Jawa Tengah.
5. Jami’ ibn Abdul Rasyid al-Rifa’i al-Buqisi (1255-1361 H), dari Bugis.
6. Jamaluddin ibn Abdul Khaliq al-Fathani (1278-1355 H), dari Patani, Thailand.
7. Sulaiman ibn Muhammad Husain al-Falambani (1295-1376 H), dari Palembang.
8. Shalih ibn Muhammad ibn Abdillah al-Kalantani al-Makki (1315-1379 H), dari Kelantan, Malaysia.
9. Shalih ibn Mujian al-Batawi al-Tanqarani (1297-1353 H), dari Betawi-Tangerang.
10. Abdul Rasyid ibn Aslam al-Buqisi (?-1356 H), dari Bugis.
11. Abdul Karim ibn Ahmad al-Khatib al-Minankabawi al-Makki (1301-1357 H), dari Minang.
12. Abdullah ibn Azhuri al-Falambani al-Makki (1279-1357 H), dari Palembang.
13. Abdullah ibn Hasan Bella al-Andunisi al-Makki (1296-1357), dari ?.
14. Abdul Muhith ibn Ya’qub ibn Panji al-Surabawi (1311-1388 H), dari Surabaya, Jawa Timur.
15. Abdul Muhaimin al-Lasami (1313-1365 H), dari Lasem, Jawa Tengah.
 
>>> Dalam juz II:

16. Alawi ibn Thahir al-Haddad Mufti Johor (1301-1382 H).
17. Ali ibn Abdul Hamid Qudus al-Samarani (1310-1363 H), dari Semarang, Jawa Tengah.
18. Muhsin ibn Muhammad ibn Hasan al-Surabawi (1316-1366 H), dari Surabaya, Jawa Timur.
19. Muhsin ibn Muhammad ibn Abdillah al-Sairani al-Bantani (1277-1359 H), dari Serang, Banten.
20. Muhammad Ahid ibn Idris al-Buquri al-Makki (1302-1372 H), dari Bogor, Jawa Barat.
21. Muhammad Mukhtar ibn Atharid al-Buquri al-Jawi (1287-1349 H), dari Bogor, Jawa Barat.
22. Muhammad Manshur ibn Abdul Hamid al-Falaki al-Batawi (1290-1387 H), dari Batavia (Jakarta).
23. Ma’shum ibn Ahmad ibn Abdul Karim al-Lasami al-Jawi (1290-1392 H), dari Lasem, Jawa Tengah.
24. Manhsur ibn Mujahid Basyaiban al-Surabawi (1302-1360 H), dari Surabaya, Jawa Timur.
25. Hasyim Asy’ari al-Jaumbanji al-Jawi (1282-1366 H), dari Jombang, Jawa Timur.
26. Wahyuddin ibn Abdul Ghani al-Falambani (1288-1360 H), dari Palembang.

Para ulama di atas mayoritas memiliki karya tulis dalam pelbagai disiplin ilmu keislaman. Hanya saja, kitab di atas hanya mendata sekitar 7 ulama Nusantara saja yang tercatat memiliki beberapa karya, yaitu:

1. Ibrahim ibn Dawud al-Fathani, menulis (1) Nahj al-Burdah, (2) al-Futuhat ar-Ramadhaniyyah, Diwan Syi’r, (3) Tafsir al-‘Asyr al-Akhir minal-Qur’an al-Karim, (4) Manzhumat Isthilahat al-Minhaj [lin-Nawawi], (5) Syarh Riyadhus-Shalihin.

2. Baqir ibn Nur al-Jukjawi, menulis kitab biografi ulama Nusantara berjudul “Tarajim ‘Ulama Jawah”.

3. Shalih ibn Muhammad ibn Abdillah al-Kalantani, menulis (1) Nuzhum Tahdzib al-Manthiq, (2) Risalah fin-Nahw.

4. Shalih ibn Mujian al-Batawi, menulis (1) Adab al-‘Alim wal-Muta’allim, (2) Adab al-Qadhi, (3) Risalah fil-Ankihah, (4) Risalah fil-Falak.

5. Alawi ibn Thahir al-Haddad Mufti Johor, menulis (1) Iqamah ad-Dalil ‘ala Istijabah at-Taqbil, (2) as-Sirah an-Nabawiyyah as-Syarifah, (3) I’anah an-Nahidh fi ‘Ilm al-Faraidh, (4) Majmu’ fi ‘Ilm al-Falak, (5) Madkhal fi Tarikh al-Islam fis-Syarq al-Aqsha.

6. Muhammad Mukhtar ibn Atharid al-Buquri, menulis (1) Hasyiah ‘ala ‘Umdah al-Abrar fi Manasik al-Hajj wal-I’timar, (2) Ta’liqat ‘ala Jami’ at-Tirmidzi, (3) Ta’liqat ‘ala Nuzhum al-Qawaid al-Fiqhiyyah.

7. Muhammad Manshur ibn Abdul Hamid al-Falaki al-Batawi, menulis (1) Sullam al-Nairain, (2) Khullashah aJ-Jadwal, (3) Risalah fi Shalah al-KusyUf wal-Khusuf, (4) Mizan al-I’tidal, (5) Washilah at-Thullab, (6) Jadwal al-Faraidh, (7) al-Lu’lu’ al-ManzhUm fi Mabahits Sittah al-‘UlUm, (8) I’rab al-Ajurumiyyah lil-Mubtadi’

KH Hasyim Asy’ari tidak disebutkan karya-karyanya dalam kitab bibliografi di atas, padahal beliau termasuk sebagai ulama sentral yang prolifik. Karya-karya KH. Hasyim Asy’ari disunting oleh cucu beliau, KH Isham Hadziq, antara lain (1) Adabul-‘Alim wal-Muta’allim, (2) Risalah Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah, (3) al-Tibyan fi Nahy Muqatha’ah al-Arham, (4) an-Nurul-Mubin fi Mahabbati Sayyidil-Mursalin, (5) Ziyadah at-Ta’liqat, (6) at-Tanbihat al-Wajibat li Man Yashna’ al-Maulid bil-Munkarat.

Tentu, masih ada beberapa ulama Nusantara lainnya yang memiliki kiprah cemerlang di Mekkah pada masa itu namun tidak termasukkan dalam biografi, termasuk karya-karya mereka. Atau ada yang disebutkan namun karya-karya mereka tidak terlacak. Sangat besar kemungkinan manuskrip-karya-karya ulama Nusantara itu berserak dan tercecer di beberapa perpustakaan di Saudi Arabia saat ini, yang menunggu untuk digali dan diteliti lebih lanjut oleh para “santri-filolog” muda dari Nusantara. (A. Ginanjar Sya’ban)

Source : NU Online

Selamat Membaca

Sabtu, 19 November 2016

TEMU KANGEN ALUMNI MAN KENDAL

Dalam rangka mempererat tali silaturrahmi antar alumni dan untuk mewujudkan ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathoniyah dan ukhuwah mutakhorrijiyah, Forum Alumni Biologi Dua (FOBIA) MAN Kendal angkatan tahun 1996 mengadakan temu kangen yang ke-20 tahun. Temu Kangen itu rencananya akan dilaksanakan pada hari minggu, tanggal 1 Januari 2017. Temu Kangen yang dilaksanakan pada awal tahun baru 2017 ini, akan dimulai pada pukul 09.00 WIB sampai dengan selesai. Tempat pelaksanaannya di Taman Wisata dan Kolam Renang Tirto Arum Baru Kendal, Jl. Soekarno Hatta KM 2,7 Kendal. 

Acara Temu Kangen sudah didesain apik oleh panitia untuk mensukseskan kegiatan tersebut. Panitia mempersiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Di antara fasilitas yang disediakan antara lain makan siang untuk 2 orang, Snack, wisata gratis, free hotspot dan banyak doorprize yang sudah disiapkan. Serta yang tak kalah menariknya adalah tiket berenang di kolam renang tersebut. Tapi untuk yang tiket ini, dimohon kesadarannya untuk bayar sendiri-sendiri. Menarik bukan?

Untuk Panitia Temu Kangen FOBIA MAN Kendal yang bisa dihubungi 
Lukman H        : 0853 8596 7012 (Ketua)
Munif               : 0856 4176 0040 (Sekretaris)
A Saiful H        : 0857 1721 8338 (Bendahara)
Ahmadun         : 0819 1451 4972 (Humas)
Nurul M          : 0813 2570 7806 (Humas)
Fatoniyah         : 0819 0166 5198 (Humas)
Asrifah             : 0856 4026 9187 (Humas)
Ali Muhtar        : 0822 2144 6917 (Humas)
Ngasiono         : 0813 2525 0213 (Humas)

Silahkan hubungi panitia diatas untuk teknis kegiatannya.


Waktu 20 tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk mengejar sebuah cita-cita hidup. Cita-cita yang mulai tertanam waktu sekolah saat itu. Kita harus akui, itu bagian dari sejarah hidup kita sekarang. Dan saat ini, mungkin sebagain besar dari kita cita-citanya sudah tercapai. Sudah ada yang menjadi dokter, polisi, guru, pengusaha dan profesi-profesi lainnya. Sebagian besar sudah sukses, sudah mantap dengan perjalanan hidupnya. 

Namun, sadar atau tidak sadar, dibalik kesuksesan kita itu ternyata kita hampir melupakan sosok yang sangat danpaling berjasa pada kita. Ya, Bapak Ibu guru di sekolah tercinta kita, MAN Kendal. Dengan tangan dingin mereka, kita dididik, dibina dan ditanamkan sebuah cita-cita luhur untuk kebahagiaan kita kelak di masa depan. Ya, di MAN Kendal lah kita mulai mengukir sejarah. Ada tawa, canda dan lara disana yang tercampur aduk menjadi satu, yaitu kenangan indah yang tak akan pernah terganti dan terlupakan. Kita harus sadari betul itu, tanpanya kita bukanlah apa-apa.


Kita yang dulu pernah sebangku, saling berdiskusi, bertukar pikiran, kadang-kadang contek-contekan (he he), bahkan saling ledek-ledekan (hayooo...), sudah menjadi satu keluarga yang utuh. Setelah sekian lama terpisah, kita harus satukan keluarga itu lagi. Kita kenang masa-masa dulu dengan kondisi saat ini dan sesuai profesi kita masing-masing. Kita boleh berbeda, namun tetap dalam satu kesatuan. Kita ajak keluarga-keluarga kecil kita, kita tanamkan pada mereka semangat untuk mencari ilmu setinggi-tingginya. Sebagaimana apa yang sudah kita lakukan tempo dulu.

Nah, tanggal 1 Januari 2017 sudah semakin dekat. Yuk semua alumni sempatkan waktunya untuk hadir di acara tersebut. Di tengah kesibukan kalian, semestinya waktu itu sangatlah berarti. Semoga acara temu kangen besuk dihadiri oleh semua alumni yang ada, berjalan dengan lancar tanpa ada halangan dan hambatan suatu apapun serta semoga kita semua diberi kesehatan dan kelancaran rizqi. Dan yang terakhir, mari kita SUKSESKAN TEMU KANGEN FORUM ALUMNI BIOLOGI DUA (FOBIA) MAN KENDAL ANGKATAN 1996. Salam SAYA HADIR, Anda?   (Nurul Mafrokhah)
Selamat Membaca

Selamat Membaca

Senin, 31 Oktober 2016

Pro Kontra PronaMadu? (bagian 2)

Masih tentang PronaMadu (Program Nasional Masyarakat Terpadu) yang pada tulisan sebelumnya (bagian 1) sudah dibahas mengenai latar belakang adanya PronaMadu tersebut. Sekali lagi, saya tekankan pembahasan ini bukan bermaksud untuk mempengaruhi pembaca jika ada yang berminat bergabung dengan organisasi tersebut. Melainkan saya berusaha memotret bagaimana profil PronaMadu sebenarnya. Dikarenakan data yang dibutuhkan cuma ada profilnya, maka data profil inilah yang dijadikan sebagai acuan. Di samping itu juga informasi-informasi calon pengurus-pengurus PronaMadu, terutama yang ada ditingkat Kota/Kabupaten.

Untuk bagian yang kedua ini akan dibahas mengenai KOMITMEN, DASAR HUKUM, SUMBER DANA, SASARAN DAN TUJUAN. Yang paling penting untuk pembaca ketahui adalah mengenai dasar hokum dan sumber dana kegiatan PronaMadu yang akan dilakukan karena pada pembahasan kemaren sudah ada gambaran pengeluaran uang untuk gaji pengurus saja yang diumpamakan sama dengan UMR Jakarta kira-kira Rp. 3,3 juta dengan jumlah pengurus 422.638. nah, pengeluaran gaji pengurusnya saja sejumlah Rp. 1.394.705.400.000. Hampir tembus 1,4 trilyun satu bulan. Namun, hitungan itu belum sesuai dengan gaji yang disesuaikan dengan tingkat dan jabatannya.

Jumlah dana yang besar tentunya harus berdasar pada dasar hukum yang jelas dan kepastian dana itu turun. Informasi ini penting untuk diketahui oleh masyarakat karena pada dasarnya mereka bekerja butuh keamanan, kenyamanan dan jaminan uang lelahnya. Mereka semangat bekerjanya pun luar biasa dan sesuai dengan kompetensinya masing-masing.


Yang pertama adalah mengenai bagaimana komitmen PronaMadu dalam menjalankan program ini. Bagaimana juga komitmen tersebut dapat meyakinkan para pembaca bahwa memang kegiatan PronaMadu itu benar-benar nyata dan dapat dilaksanakan. Untuk point (1) dari awal memang menggunakan bahasa “MASYARAKAT INDONESIA SEUTUHNYA” di latar belakang, visi dan komitmen ini. Sehingga saya pun kurang bisa memahami betul bagaimana pemahaman redaksi tersebut sesuai dengan apa yang menjadi program PronaMadu. Oleh karena itu, memang dari awal memang harus ada penjelasan yang lebih konkrit.

Kemudian dalam mewujudkan “MASYARAKAT INDONESIA SEUTUHNYA”, PronaMadu bersama stake holder baik internal maupun eksternal. Terus terang saya belum memahami betul dengan redaksi “bersama stake holder baik internal maupun eksternal”. Siapakah stake holdernya? Yang internal siapa? yang eksternal siapa? terus terang ini bukannya saya tidak bisa menebak, atau mengira-ngira melainkan PronaMadu ini kan dalam rangka sosialisasi dan memperkenalkan diri di masyarakat ya sebaiknya harus jelas siapa pihak-pihak yang terlibat. Sehingga masyarakat pun tumbuh keyakinannya dan bergabung dengan PronaMadu.

Selanjutnya untuk mewujudkan tujuan tadi, komitmen yang dilakukan adalah bersepakat untuk melaksanakan visi kemanusiaan untuk jangka waktu 30 tahun kedepan. Ini artinya calon pengurus itu kontraknya 30 tahun (1 periode), jika ada perpanjangan program lagi, maka kiga ditambah 30 tahun lagi. Menurut dari calon pengurus kota, masa jabatan 30 tahun ini tidak ada ikatan sama sekali. Jika dalam perjalanannya ada pengurus yang sudah tidak sesuai lagi dengan visi PronaMadu, maka diperbolehkan mengundurkan diri dengan membuat suarat pernyataan tanpa ada satu pun sanksi yang diberikan. 30 tahun juga waktu yang tidak sebentar. Separuh umur kita ada disitu. Jika memang benar gajinya adalah UMR Jakarta dan katanya pengurusnya mau disejahterakan dahulu sebelum mensejahterakan masyarakatnya, ini sungguh tawaran yang menggiurkan. Namun, berhati-hati juga perlu. Sebegitu mudahkah di zaman yang serba sulit ini? Bisa jadi ini adalah taktik untuk meyakinkan calon pengurusnya. Namun, sekali lagi semuanya masih abu-abu, jadi para pembaca dapat menentukan pilihannya sendiri.

Hal penting yang seharusnya muncul di “KOMITMEN” ini adalah bagaimana komitmen PronaMadu menjamin kelancaran keuangan selama 30 tahun itu, kepastian program yang akan dijalankan, dan mengenai tugas, wewenang dan kwajiban pengurusnya. Bukan malah menjelaskan komitmen itu apa seperti pada point (2). Disitu tertulis “Komitmen pada dasarnya merupakan pemahaman diantara orang-orang penting pembuat keputusan atau para pembentuk opini internal dan mungkin juga eksternal tentang lembaga PronaMadu” ini maksudnya apa? Terus terang saya kurang jelas. Komitmen diartikan hanya sebagai sebuah pemahaman seseorang. Ini betul atau tidak, yang jelas saya bukan ahli bahasa. Saya cuma merasa belum sesuai jika komitmen adalah hanya sebatas pemahaman tanpa adanya efek ikatan tersirat antara diri dengan orang lain. Silahkan para pembaca mencari arti komitmen untuk disandingkan dengan pengertian di profil PronaMadu ini.


Yang kedua mengenai Dasar Hukum PronaMadu. Pada Point (1) yang paling ditekankan adalah dasar kegiatan PronaMadu dilindungi oleh Mahkamah Internasional. Mungkin yang dimaksud segala apapun bentuk kegiatan, kebijakan dan ketentuan PronaMadu dilindungi oleh Mahkamah tersebut. Sehingga jika ada masalah dikemudian hari dapat diselesaikan di mahkamah tersebut. Atau mungkin juga supaya para pembaca merasa yakin bahwa PronaMadu ini benar-benar nyata. Namun, perlu kita ketahui. Di awal sudah dijelaskan bahwa PronaMadu ini sampai akhir tahun ini : 2016, sedang gencar-gencarnya membentuk kepengurusan untuk memenuhi syarat legalitas hukum. Artinya sekarang ini memang PronaMadu belum dinyatakan legal menurut ketentuan nasional apalagi internasional. Nah, pertanyaannya apakah mungkin jika sebuah lembaga yang belum mempunyai badan hokum dan pengurus sudah dilindungi oleh Mahkamah Internasional? Yang jelas PronaMadu belum tercatat disana. Namun, sekali lagi ini cuma pemahaman saya pribadi, bukan mengenyampingkan ahli-ahli hukum PronaMadu.

Kemudian dalam rangka membentuk kepengurusan PronaMadu, pada point (2) di atas tertulis “secara khusus PronaMadu tingkat pusat sudah oke” ini dalam kaidah susunan tata bahasanya saya kurang sependapat. Mungkin bisa dicari diksi lain untuk menggantikan kata “oke”. Hal yang penting pada point ini adalah jika memang sudah terpenuhi susunan pengurus tingkat pusatnya kok tidak dicantumkan di profil ini. Saya lagi berpikir, kenapa jika pusat ada susunan pengurusnya Surat Mandat yang diberikan adalah atas nama perorangan saja, yaitu Bunda RA Amalia Ratna Ayu Ningrat SR. nah, coba para pembaca renungkan.
Selanjutnya dalam redaksi, “sedangkan untuk Jawa Tengah sedang dalam rintisan menuju legalisasi” ini awalnya saya mengira ini program nasional yang dilakukan diseluruh Indonesia. Tidak tahunya setelah ada pertemuan dengan calon pengurus kota ternyata cuma Jawa Tengah yang melaksanakan. Itu pun prosesnya ditunjuk oleh Bunda RA Amalia Ratna Ayu Ningrat SR dengan melampirkan Surat Mandat dari beliau. Maaf, saya tulis redaksi “ditunjuk” disini berdasar dari informasi yang saya peroleh dari calon pengurus kota. Jadi diksi itu bukan dari saya pribadi.


Yang ketiga ini yang paling marak dibicarakan oleh masyarakat. Jadi, seluruh dana kegiatan PronaMadu yang bertrilyun-trilyun itu bersumber dari Dana Kemanusiaan Perbankan Internasional atau dalam bahasanya calon pengurus kota, “CSR dari World Bank”. Saya pikir, ini fantastis sekali. Sebagian masyarakat tentu belum memahami bagaimana teknis penggunaan uang dari bank tersebut berikut syarat dan ketentuannya. Yang jelas ini bola liar yang masih harus digiring untuk mendapatkan informasi seakurat mungkin. Bagaimana jika dana yang dimaksud tidak cair? Bagaimana nasib pengurus? Bagaimana tindak lanjut programnya? Dan lain sebagainya. Dan ini katanya lagi, dari calon pengurus kota yang saya maksud, “dana itu sudah ada dan sudah direkening Indonesia. 4 tahun lalu sebenarnya sudah mau dijalankan, akan tetapi dikorupsi karena para pengurus-pengurusnya sebagian besar titipan”. Ahhh…saya jadi bingung sendiri.

Begini saja, dalam hal CSR dari World Bank ini saya tampilkan jawaban orang yang ditawari jadi pengurus tingkat kecamatan. Terus terang, saya juga termasuk yang ditawari tersebut dan saya coba untuk menawarkan ke teman untuk ikut bergabung di pengurus PronaMadu. Jawaban dari teman saya tersebut seperti ini :

SMS ke-1
“Mas ******, saya minta maaf belum bisa gabung dengan konco-konco di program itu. Saya anggap program itu belum sesuai dengan hati nurani dan pemikiran saya. Setiap program apapun yang didanai/sponsori World Bank, saya memang antipati mas. Itu artinya kita menjual data dan rencana strategis bangsa ini 30 tahun ke depan. Sehingga mereka pun akan memainkan kebijakannya”. Pukul 07:15:35 24 Oktober 2016 from : **************

SMS ke-2
“Saya tidak sok idealis mas, tapi kita harus nasionalis. Saya hanya pakai logika sederhana saya saja. Tidak mungkin suatu program dengan biaya besar funding internasional, sedangkan mereka tidak mengharapkan apa-apa. Sungguh mustahil”. Pukul 07:41:45 24 Oktober 2016 from : **************

SMS ke-3
“Sponsor utama PronaMadu adalah Bank Dunia. IMF salah satu tangan panjang dari Bank Federal, sedangkan Bank Federal orang-orangnya kayak gitu. Kebijakannya tidak ada yang menguntungkan Negara ini. Orang-orang Freemasonlah yang memainkan semua itu. Sampai saat ini seperti Freeport masih dicengkeram mereka padahal itu asset bumi pertiwi ini. Semua hasil Freeport lari ke mereka, satu gram pun belum ada emas Freeport yang dicetak di Indonesia”. Pukul 07:41:56 24 Oktober 2016 from : **************

Nah, itu redaksi asli dari teman saya tanpa saya kurangi atau lebihkan. Tanpa bermaksud untuk mempengaruhi para pembaca, silahkan sekali lagi semua orang bisa masuk menjadi pengurus. Saya pun juga sebenarnya bisa, akan tetapi saya memilih tidak mengambil posisi itu.



Yang keempat adalah mengenai Sasaran dan Tujuan PronaMadu. PronaMadu yang dinaungi oleh Yayasan Kesejahteraan Sosial tentu bergerak dalam bidang sesuai dengan AD/ART nya, yakni mengenai bidang sosial. Terlebih itu, PronaMadu sebagai sebuah lembaga non-profit, non-pemerintah dan non-politik dalam pelaksanaannya berjalan beriringan dengan program pemerintah. Betul apa tidak? Nah coba para pembaca amati dengan baik sasaran dan tujuan nomor 2 dan 6. Sepertinya kedua point tersebut masuk di ranah tujuan. PronaMadu bertujuan untuk meningkatkan iman dan takwa serta membentuk masyarakat mempunyai karakter Akhlak al Karimah. Dengan cara bagaimana? Kegiatan kegiatan keagamaan? Apakah PronaMadu juga menjadi lembaga keagamaan? Yang jelas kedua point di atas tidak sejalan dengan 10 Misi yang diusung oleh PronaMadu. Silahkan baca kembali Visi Misinya.

Kemudian sasaran utama adalah meningkatkan taraf hidup dan mengurangi pengangguran. Untuk meningkatkan manusia seutuhnya memang taraf hidup masyarakat adalah hal utama yang harus diprioritaskan. Saya sepakat. Kemudian sasaran yang kedua adalah mengurangi pengangguran? Pengangguran disini yang dimaksud siapa? Saya dapat informasi dari calon-calon pengurus yang dimaksud pengangguran disini adalah para pengurus-pengurusnya. Sehingga para pengurus pada sebagian besar dipilih orang-orang yang memang sedang membutuhkan pekerjaan. Betul tidaknya, ini sumber informasinya dari para calon pengurus-pengurus itu.

Namun, dari kedua sasaran itu jika memang pengangguran yang dimaksud adalah para pengurus, maka susunan redaksinya sebaiknya diletakkan lebih awal sehingga berbunyi “tujuan PronaMadu adalah mengurangi pengangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat lahir maupun batin”. Kenapa? Karena tujuan yang pertama sudah dilakukan, sedangkan yang kedua masih dalam tahap rencana.
Berkaitan juga kata pengangguran tadi, seharusnya yang menjadi sasaran utamanya dalah kesejahteraan para pengurusnya dulu. Ini pun juga sudah disebar luaskan oleh calon-calon pengurus yang mengisi sosialisasi di kampung-kampung. Mereka menyatakan bahwa “jika bergabung dengan PronaMadu, maka akan disejahterakan terlebih dahulu sebelum mensejahterakan orang lain”. Bisa dicek kebenarannya di lapangan. Dengan Misi dan Sasaran yang ada, kira-kira anda sebagai pembaca atau bahkan pernah ditawari percaya atau tidak?

Kemudian pada point (3) tertulis “meningkatkan pendapatan keluarga dan penyehatan lingkungan pemukiman”. Coba dicek berdasarkan kata penyehatan kira-kira kegiatan apa yang akan dilakukan oleh PronaMadu? Begitu juga redaksi-redaksi yang lain yang sepertinya perlu banyak waktu jika kita terus dalami.

Sumber Data : Komitmen, Dasar Hukum, Sumber Dana dan Sasaran & Tujuan





Selamat Membaca

Pro Kontra PronaMadu? (bagian 1)

Pertengahan tahun 2016, Jawa Tengah di”geger”kan dengan munculnya sebuah program kemasyarakatan yang rewardnya melebihi gaji PNS IIIA. Bagaimana masyarakat tidak tertarik, jika kerja yang ditawarkan tidaklah terlalu berat, tapi dengan gaji yang spektakuler setingkat UMR Jakarta. Jawa Tengah merupakan daerah yang ditunjuk atau dalam bahasa mereka diberi “mandat” oleh “Bunda” RA Amalia Ratna Ayu (pendiri) untuk melaksanakan semua program-program PronaMadu. Dalam hal ini, Jawa Tengah menjadi Pilot Projectnya Pronamadu. Dan kota yang saya tinggali ini : Semarang, juga termasuk yang sedang melakukan perintisan. Bahkan Kota Semarang menjadi percontohan PronaMadu bagi kabupaten-kabupaten yang lainnya. Menurut salah satu calon pengurus tingkat kota, kota Semarang ini menjadi kota/kab ke-8 yang sedang melakukan perintisan di Jawa Tengah.

Nah, “geger”nya PronaMadu ini karena sedang melakukan perekrutan anggota masyarakat untuk menjadi penguruf aktif di masing-masing tingkatannya. Perekrutannya pun dalam jumlah yang besar. Bahkan karena dengan alasan PronaMadu ini sedang dalam rintisan, calon pengurus pun hanya berbekal fotocopy KTP dan KK saja sudah dianggap memenuhi syarat menjadi calon pengurus. Inilah salah satu alasan, di samping honor UMR Jakarta, kenapa sebagian masyarakat Pro dan Kontra menanggapi PronaMadu. Belum lagi menyoal eksistensi yayasan tersebut, meskipun program-program yang ditawarkan cukup baik.

Diantara tanggapan masyarakat mengenai PronaMadu ini antara lain :
1.    PronaMadu itu nyata atau tidak
2.    Pendirinya siapa? kok misterius sepertinya
3.    Yayasan yang menaungi yang katanya Yayasan non Profit namanya apa?
4.    Program Oke, namun prosedur perekrutan terkesan lucu
5.    Kenapa promosinya tidak melalui pemerintah?
6.    Gaji UMR standar Jakarta? Betulkah?
7.    Pengurus Kota 47, kecamatan 46 dan kelurahan 46? Wahhh….
8.    Legalitas bagaimana?
9.    Programnya muluk-muluk? Benarkah?
10.    Dan lain sebagainya…

Oleh karena itu, saya mencoba untuk membahas PronaMadu menurut pengalaman saya. Karena saya pun sempat mau dijadikan pengurus, namun banyak pertimbangan yang harus saya lakukan. Saya pun undur diri. Pembahasan ini, saya mencoba untuk seimbang tanpa mengunggulkan yang Pro maupun yang Kontra. Tentunya hal ini berdasarkan data dan pengalaman secara langsung, baik melalui pengamatan di lapangan maupun informasi dari calon-calon pengurus tingkat kota/kab. Tujuannya, setelah pembahasan ini, anda sendirilah yang menentukan mau bergabung atau tidak.

Baik, langsung saja…
Data yang saya gunakan adalah mengenai Profil PronaMadu yang sudah banyak dicopikan ke segenap masyarakat calon pengurus sebagai bahan sosialisasi PronaMadu. Jadi Dokumen itu sudah bersifat umum dan siapapun semestinya diperbolehkan untuk mengkritisi.


Sekilas mengenai Latar Belakang PronaMadu pada point yang (1) sungguh saya sangat terpukau sekali. Yayasan ini hendak menciptakan masyarakat Indonesia seutuhnya yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cerdas, terampil, sejahtera lahir maupun batin. Jika tujuan ini benar benar bisa diwujudkan, tentunya Indonesia akan menjadi Negara yang maju dan berkeadaban. Namun, tentunya redaksi tersebut tidak bebas dari kritik karena memang belum terwujudkan.

Bagaimana mewujudkan masyarakat Indonesia seutuhnya? Itu sudah banyak buku yang membahasnya beserta teori-teorinya. Oleh karena itu, saya tidak akan masuk ke ranah tersebut. Coba bayangkan! Tiba-tiba ada sebuah organisasi yang katanya yayasan non-profit menawarkan konsep tersebut, bahkan tidak Cuma menjadi manusia seutuhnya saja melainkan tambah cerdas, terampil dan sejahtera. Nah, sejahteranya ini pun secara tegas dinyatakan baik lahir maupun batin. Tentunya kita akan berpikir benar atau tidak? Nyata atau tidak? Tentunya ini bukan konsep yang kecil-kecilan. Bahkan setingkat Negara pun saya pikir belum sampai kearah tersebut jika tidak diiringi penjelasan yang menyertainya. Hal ini karena memang tidak ada ukuran yang jelas sebagai parameternya.

Nah, sebaiknya kalau tetap memakai konsep tersebut ya harus diberi penjelasan konkritnya. Seperti yang dimaksud seutuhnya bagaimana? Cerdas, terampil dan sejahtera dijelaskan masing-masing kata. Bukan berarti kita sebagai pembaca belum tahu melainkan supaya jelas arah dari yayasan ini seperti apa. Bukan bermaksud meragukan atau tidak, melainkan ada hal penting yang sepertinya terlompati yang seharusnya dimunculkan dalam Latar Belakang ini, yaitu profil Yayasan yang menaungi PronaMadu tersebut beserta lengkap dengan administrasi keorganisasiannya. Setidaknya muncul sedikit kepercayaan publik bahwa program nasional ini tidak serta merta “lahir” ke dunia ini, melainkan punya “ibu” yang membesarkan, mendidik dan merawatnya. Maka, jika ingin mengetahui tabiat seorang anak, maka salah satu cara adalah mengetahui orang tuanya. Demikian, saya katakana seperti ini karena dokumen profil PronaMadu yang saya terima tidak sedikit mencantumkan Yayasan tersebut kecuali di copian suarat mandate yang diperkecil ¼ bagian sehingga namanya susah dibaca. Saya berusaha membacanya sampai puluhan kali, bahkan berhari hari itu Cuma terbaca “YAYASAN KESEJAHTERAAN SOSIAL ABDI ……..”. Itu pun jika saya benar, kalau salah ya memang copian yang saya terima tidak jelas.

Kemudian yang tidak kalah pentingnya lagi adalah berkaitan dengan redaksi “MELAKUKAN PEMBANGUNAN DISEGALA BIDANG” yang sepertinya terlalu muluk-muluk. Pembangunan yang dimaksud akan dijelaskan di bawah ini. Namun, yang perlu digaris bawahi adalah apa betul Pronamadu akan melakukan pembangunan karena juga tidak dijelaskan yang dimaksud pembangunan fisik maupun non-fisik. Jika pembangunan fisik, apa sanggup menyampingkan peran Negara disini. Bagaimana kedudukan, peran dan fungsinya kelak jika dihadapkan dengan program-program nasional yang lain karena disini jelas PronaMadu adalah eksekutornya. 


PronaMadu merupakan lembaga independen non-pemerintah dan non-politik? sepertinya benar. akan tetapi, bagaimana jika lembaga yang non-pemerintah dan politik itu diisi orang-orang pemerintah dan politik? untuk yang pertama berkaitan dengan orang-orang pemerintah pastinya akan bersinggungan secara langsung melalui kelembagaan karena PronaMadu dalam menjalankan tugasnya juga butuh orang-orang pemerintah. namun sebagai pengurus dari PNS, misalnya? atau juga dari orang-orang politik? entah apa yang menyebabkan orang-orang politik juga sepertinya terpikat dengan program ini. Terus pada pertemuan malam itu yang saya diundang juga dihadiri tokoh-tokoh politik daerah setempat yang akan dijadikan sebagai pengurus.

Untuk yang point (2) ini sudah ada kejelasan siapa yang merancang PronaMadu ini, meskipun juga kami sangat awam sekali siapa beliau. Pernah dengar, tahu saja tidak apalagi kenal. Nama beliau saya browsing pun tidak muncul. Menurut cerita orang-orang yang tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya adalah katanya beliau masih ada hubungan dengan Presiden Ir. Soekarno. Entah anak, keponakan atau yang lain belum ada kabar yang jelas.

Nah, sekali lagi karena PronaMadu ini tergolong baru ya sebaiknya dibukalah siapa beliau sebenarnya. Bagaimana para calon pengurus bisa meyakinkan orang lain untuk ikut bergabung di PronaMadu jika ia sendiri saja tidak yakin. Sungguh pun akan merugikan beliau sendiri karena namanya dipertanyakan banyak orang. Setidaknya profil beliau ditampilkan supaya masyarakat bisa yakin akan kebenaran program ini. Apalagi domisilinya tidak di Jawa Tengah, melainkan katanya di Bandung.

Kemudian mengenai kata “Bunda”, apa perlu melabelkan nama panggilan tersebut pada sebuah Profil Program Nasional yang di sebar seluruh Jawa Tengah. Mohon maaf, saya jujur belum tahu siapa beliau. Saya Cuma berpikir jika dokumen ini bersifat resmi yang nama-nama panggilan seharusnya tidak melekat disitu, kecuali gelar.

Selanjutnya. Visi PronaMadu ini jelas sama dengan latar belakang di atas Cuma lebih dipersempit dengan hanya menekankan pada sisi sejahteranya. Sehingga 10 program nasional yang nantinya akan dijalankan diharapkan bisa menciptakan terwujudnya masyarakat yang sejahtera lahir dan batin. Nah, untuk yang batinnya ini sekali lagi juga harus butuh ukuran yang jelas. Bagaimana jika tidak punya ukuran yang jelas program yang dijalankan sukses atau tidak. Bukan hanya itu, mengenai redaksi lahir dan batin. Jika yang di latar belakang redaksinya menggunakan “maupun” dan yang point ke (2) ini menggunakan “dan”. Tentu ini akan mengubah pemaknaan pada visi tersebut.

Menurut info yang saya terima dari Calon Pengurus Dearah Kota Semarang bahwa dari 10 program yang direncanakan baru akan direalisasikan 3 program dulu, yaitu Kesejehateraan Sosial, Kesehatan dan Pendidikan. Contoh penjelasan teknis kerja pada masing-masing bidang tersebut sesuai info dari Capeng Daerah seperti ini :
1. Bidang Kesejahteraan Sosial : contoh kerjanya menyelurkan Bantu Langsung Konsumsi/Konsumen  (BLK) kepada masyarakat pasif atau istilah lain untuk mengungkapkan masyarakat yang mendapat bantuan dari PronaMadu.
2. Bidang Kesehatan : Contoh kerjanya adalah melakukan pendampingan kepada masyarakat seperti ke Puskesmas atau yang lain. Pendampingan ini yang dimaksud ya mendaftarkan masyarakat ke Rumah Sakit, membayar administrasinya dan mengantarkan hingga pulang.
3. Bidang Pendidikan : contoh kerjanya adalah melakukan pendampingan terhadap anak didik sekolah. Membayarkan uang administrasi kepada pihak sekolah dengan cara datang langsung.


Semoga segera terpenuhi semua kepengurusannya, baik dari tingkat Wilayah sampai Unit. Mohon maaf saya undur diri dulu karena ada beberapa hal yang tidak bisa saya tinggalkan. Namun, sekali lagi saya sampaikan pada proses perekrutan ini dalam pelaksanaan yan saya alami ini sama sekali tidak bekerja sama dengan pemerintah. Dalam hal ini, mereka hanya mohon ijin saja, istilahnya “kulo nuwun” dulu di daerah masing-masing dan bukan berarti bekerja sama secara ranah teknis. Sehingga ketentuan di atas tidak sesuai dengan pelaksanaannya.


Syarat yang diajukan untuk menjadi anggota aktif PronaMadu sebagai pengurus tidaklah sulit. Sukarela, gratis dan berkepribadian baik. Tigal hal ini menjadi syarat yang dijadikan azas perekrutan anggota. Akan tetapi, meskipun tidak sulit, namun ternyata syarat yang tidak sulit ini konsekuensinya besar. Yang pertama, meskipun sukarela tanpa paksaan dalam mengisi formulir yang telah disediakan, namun ketika nanti akan tanda tangan kontrak sebelum pelatihan harus meninggalkan profesi lama, terutama profesi-profesi yang wajib kerja di pagi hari seperti PNS, Pendidik, Karyawan tetap, dll. Sehingga harus memilih akan beralih profesi sebagai pengurus PronaMadu atau tetap di profesi lama dengan tidak jadi mendaftarkan diri di PronaMadu. Karena pada dasarnya, PronaMadu memang sebenarnya diperuntukkan kepada masyarakat yang belum mempunyai pekerjaan tetap.
Yang kedua, tidak ada pungutan biaya sama sekali. Ini artinya calon pengurus tidak mengeluarkan uang sama sekali. Azas yang kedua ini memang harus seperti ini karena mereka calon pengurus ingin bekerja di PronaMadu salah satu tujuannya adalah mencari nafkah meskipun ada embel-embel sosialnya.
Kemudian yang ketiga adalah mengenai kepribadian yang diharapkan. Untuk azas nomor 1 sampai dengan delapan kelihatannya tidak ada kendala karena semua orang sepakat dalam segala hal sifat-sifat itu harus dimiliki. Namun, tidak dengan azas ke-9 yaitu tidak korupsi. Bagaimana tidak korupsi itu menjadi azas, sedangkan mengenai korupsi saja itu sebuah kecenderungan seseorang dalam memenuhi kebutuhan. Nah berbeda dengan azas-azas sebelumnya, yang semuanya itu adalah sikap yang terukur dan bisa diamati. Tetapi yang tidak korupsi bagaimana?


Nah, yang point ke (5) ini salah satu yang hampir membuat kaget pegiat-pegiat sosial di masyarakat. Sebagian mereka beranggapan jika kepengurusan ini benar-benar terbentuk, ada dan nyata, maka kepengurusan semacam ini merupakan salah satu kepengurusan yang terbanyak. Coba bayangkan saja, dari mulai tingkat wilayah, kota, kecamatan dan keluarahan diangka 47 dan 46. Bagaimana teknis kerjanya jika nanti salah satu ruangan yang di sewa di tingkat masing-masing itu tidak memenuhi. Bagaimana juga nantinya menyikapi anggota yang tidak aktif dan lain sebagainya.

Yang jelas jumlah pengurus ini sangat fantastis sekali. Kita berandai-andai saja, jika semua jumlah pengurus mendapatkan UMR Jakarta, maka berapa duit saja yang harus dikeluarkan tiap bulan. Belum operasionalnya, uang program kegiatan dan lain sebagainya. Yuk kita hitung…..seumpama UMR Jakarta kita buat Rp. 3,3 juta dengan jumlah pengurus 422.638, maka diperoleh pengeluaran uang untuk pengurusnya saja sejumlah Rp. 1.394.705.400.000. waaoooowww..bayangkan untuk tiap bulannya saja, kebutuhan upah pengurus sudah mencapai hampir 1,4 trilyunan. Namun, hitungan ini disama ratakan dengan UMR Jakarta. Seharusnya upah tersebut memang berbeda dengan masing-masing tingkatan dan sesuai jabatannya.

Nah, uang sebanyak itu kira bagaimana bentuk realisasinya? Bagaimana pengelolaannya? Mampukah uang sebanyak itu di kelola oleh satu bendahara di masing-masing pengurus. Bagaimana jika tidak cair? Bagaimana laporan pertanggungjawabannya? Dan lain sebagainya. Sekali lagi jumlah uang yang sebanyak itu jika tidak dikelola dengan baik justru akan memancing adanya korupsi dan lain sebagainya.

Sumber Data : Latar Belakang PronaMadu







Kamis, 27 Oktober 2016

Selamat Jalan Tina


Oleh : Faridah Husnun Najmi*
Adzan subuh berkumandang, Ibu membangunkanku, “Citra…bangun..sudah Shubuh”. Lalu aku membuka mata perlahan dan berkata, “Ya Bu…”. Lalu Ibu pergi ke bawah untuk berwudlu. Aku pun turun juga untuk mengambil air wudlu. Beberapa menit kemudia aku dan ibuku selesai wudlu dan melanjutkan shalat jama’ah di masjid.

Tiga puluh menit berlalu, “Bu…aku belajar dulu ya?” kataku. “Ya nak, ibu akan menyiapkan sarapan untukmu”. Kata ibu. “Ya Bu..”. kataku menyahut. Setelah tiga puluh menit aku selesai, “Hah!! Sudah jam 06.30 WIB, aku harus mandi dan sarapan pagi!” kataku terkejut. “Bu, aku mandi dulu ya?”, tanyaku tergesa-gesa. “Ya, Citra….”, jawab Ibu yang sedang menyiapkan sarapan untukku.

Beberapa menit aku sudah selesai mandi. Setelah itu sarapan pagi yang sudah disediakan oleh Ibu. “Bu, Citra sarapan apa?”, tanyaku. “kamu sarapan sama roti panggang dan susu dulu ya!”, jawab ibu. Dalam dua menit aku sarapan, setelah itu aku siap-siap untuk berangkat ke sekolah. “Bu, Citra berangkat dulu ya? Assalamua’alikum…”. Kataku. “Wa’alaikum salam..”. jawab Ibu. Lalu aku menutup pintu dan mengambil sepeda, lalu aku mengayuhnya. Beberapa menit kemudian aku sudah sampai sekolahan. “Huft…untung belum telat”. Kataku. Dan sebelumnya aku sudah memarkirkan sepedaku di tempat parkir sekolah.

“Cit, cepat ke sini!”. Panggil Tika teman sebangkuku. “Ya, emang ada apa?”. Tanyaku berguman. Lalu aku lari menuju tempatnya Tika. “Tina sakit di Rumah Sakit!”. Ujar Tika. “Hah!! La emang dia sakit apa?”. Tanyaku terkejut. “Tina sakit dan sekarang ini keadaannya masih koma”. Jawab Tika. Aku terkejut mendengar kabar itu. “Ya sudah, nanti pulang sekolah kita besug”. Kataku. “Ya, tapi nanti kita mampir di toko buah terlebih dahulu!”. Kata Tika. “Ya…”. Kataku.

Satu per satu pelajaran sudah berlalu. Kriiiiingg bel pulang berlalu. Aku, Tika, Lilis dan Sita pulang terlebih dahulu dengan tergesa-gesa. “Tika, Lilis dan Sita ayo cepat..!!” panggilku untuk sahabatku. “Ya, sebentar”. Kata Lilis, Tika dan Sita serepak. Satu menit aku menunggu akhirnya keluar dari kelas. “Ayo cepat, waktunya sempit. “kataku….”ya..ya … aku cepat kok”. Kata Tika.
Setelah itu aku turun ke bawah dan mengambil sepeda sepeda yang berada di dekat sepedanya lilis. Kami berangkat berboncengan. Aku dengan Tika dan Lilis dengan Sita. Sesampainya di took buah, kami semua turun dan iuran untuk membeli buah jeruk, apel dan mangga. Aku berkata pada penjual buah, “Pak, buah jeruk seperempat kilo gram berapa?”. Tanyaku. “kalau seperempat kilo 5.000 dek”. Jawab bapak penjual buah. “kalau apel dan mangga seperempat kilo juga 5.000 pak?”. Tanyaku kembali. “Ya dek, sama!”. Jawab penjual buah lagi. “pak, tolong dibungkuskan buah jeruk, apel dan mangga masing-masing seperempat kilogram ya pak?”. Pintaku. “Ya dek, sebentar bapak timbang dulu”. Jawabnya. “jadi semua berapa ya pak?”. Tanyaku hendak membayar. “murah saja dek, Cuma 15.000”. jawab penjual buah lagi. “oh, ini pa uangnya”. Kataku. “terimakasih ya dek, hati-hati”. Kata penjual buah.
“ya, sama-sama pak”. Jawabku.

Sesudah membeli buah aku dan teman-temanku langsung menuju ke Rumah Sakit Kasih Sayang tempat Tina sakit. Sesampai di sana, aku, Lilis, Tika dan Sita langsung ke ruang daftar pasien. Di sana aku bertanya kepada salah satu pegawai, “Permisi, saya mau mencari ruang anak yang bernama Tina Kusnandari”. Tanyaku agak gugup.
“oh, di ruang ICU dek”. Jawab pegawai tersebut sedikit melegakanku.
“terima kasih pak”. Kataku dengan senyuman agak terpaksa.
Setelah itu aku dan teman-teman menuju ICU yang ruangannya tidak jauh dari tempat pegawai tadi. Sesampai di sana aku bertemu dengan keluarga Tina.
“mari masuk”. Ajakku.
“sebentar, apakah yang di depan ini ruangannya?” tanya Tika sambil mengamati ruangan tersebut.
“ya, betul ini ruangannya”. Jawabku dengan nada lirih.
“assalamu’alaikum?”. Kami mengucapkan salam dengan serempak.
“waalaikum salam”. Jawab salah satu keluarga Tina.
Lalu aku, Tika, Lilis dan Sita masuk dan bersalaman dengan keluarga Tina
Di sana keluarga Tina bercerita tentang kejadian yang dialami Tina. Kejadian yang dialami Tina terjadi satu minggu yang lalu ketika Tina pulang sekolah. Seperti biasanya Tina mengayuh sepda saat pulang. Secara mengejutkan, dari arah berlawanan melaju sebuah mobil kencang yang tak terkendali menabrak Tina. Dari tabrakan itu, Tina dan sepedanya terpental lebih dari 5 meter. Sedangkan mobilnya sudah sedikit di putar kendali sehingga oleng ke kanan dan terjungkal. Kejadian itu sungguh membuat keluat keluarga Tina terpukul. Meski begitu, pelaku panabrakan bersedia bertanggung jawab dan menangggung semua biaya yang dikeluarkan dari pengobatan Tina ini.  Dari peristiwa tersebut, menurut analisa dokter, kaki Tina patah dan kepalanya terbentur aspal dengan keras yang bisa mengakibatkan hilang ingatan.

Tak lama kemudian aku, Tika, Lilis dan Sita berpamitan kepada keluarga tina karena sudah sore pukul 15.00 WIB. Setelah itu aku turun ke bawah (tempat parkir). Lalu, aku memboncengkan Tika dan Lilis dengan Sita. Aku mengayuh sepeda dengan cepat. Beberapa menit menempuh perjalanan. Kebetulan aku dan Tika satu kompleks, jadinya aku mengantarkan Tika ke rumahnya,
“Cit, aku turun di depan ya?”. Kata Tika.
“ya, ini sebentar lagi sampai”. Kataku.
Tak lama kita berpisah dan hari sudah mulai sore. Aku pulang dan menemui Ibu. “Assalamu’alaikum?”. Kataku sambil mengetuk pintu.
“wa’alaikum salam”. Jawab Ibu.
“Bu, maaf aku pulang sore”. Kataku mengiba.
“ya, ndak apa-apa. Memangnya kamu dari mana?”. Tanya ibu mencari tahu.
“aku habis menjenguk Tina Bu yang lagi sakit di Rumah Sakit”. Jawabku jelas.
“sebenarnya temanmu sakit apa nak?”. Tanya Ibu.
“tina kecelakaan bu. Ditabrak orang menggunakan mobil. Tina sekarang koma bu”. Jawabku lirih.
“hahh, kecelakaan!”. Kata ibu sambil terkejut.

Setelah itu aku menangis di pangkuan ibu sampai adzan maghrib berkumandang. Lalu ibu menyuruhku untuk membersihkan diri dan berwudlu untuk menunaikan ibadah shalat maghrib.
“Tin, ayo buruan sudah iqomah”. Teriah ibu.
“ya Bu, aku menyusul. Lha ibu sudah berwudlu?” tanyaku.
“sudah nak!”. Jawab ibu seketika.

Kami sekeluarga pergi ke masjid untuk shalat jama’ah. Setelah selesai, kami pulang dan aku mengambil al-Qur’an untuk tadarus. Setelah selesai ibu memanggilku.
“Citra, kamu sudah selesai tadarus al-Qur’annya?”. Tanya Ibu.
“sudah Bu”. Jawabku.
“kalau sudah, belajar ya nak!” kata Ibu.
“ya bu, siap.” Jawabku tegas.
Tiga puluh menit belajar, aku lelah. Tetapi aku harus salat Isya’ dulu. Setelah shalat Isya’ aku dan semua anggota keluarga makan malam. “citra...turun! ayo makan malam”. Panggil ibu.
“ya Bu, aku akan turun”. Jawabku.
Tak lama aku turun dan makan malam. Lezat....nyam .... nyam. Setelah selesai makan malam aku mengucap “Selamat Malam” kepada keluargaku. Kemudian aku naik ke atas. Jam sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB. Waktunya aku tidur. Tak lupa aku memasang alarm dan mematikan lampu.
Keesokan harinya, Ibu membangunkanku. “Citra! Apa kamu tidak berangkat sekolah?” tanya Ibu agak keras suaranya.

“ya Bu...”. jawabku sambil membuka mata perlahan-lahan. Lalu, “Hah...sudah jam 05.30 WIB. Wah aku belum shalat Shubuh ini, padahal sudah pasang alarm”. Kataku dengan terkejut.
Aku pun turun ke bawah dengan tergesa- gesa, lalu shalat Shubuh meskipun matahari sedikit sudah menampakkan sinarnya. Setelah shalat aku langsung mandi, “Bu, aku mandi dulu ya?”. Pintaku. Ibu hanya diam dan menyiapkan bekal untukku bawa ke sekolah. Tak lama aku selesai mandi, setelah itu aku bersiap-siap.
“Bu, bekalku mana?”. Tanyaku.
“itu di atas meja makan”. Jawab Ibu.
“terimakasih ibuku sayang....”. kataku agak merayu.
“assalamu’alaikum ...”. sapaku berpamitan sambil mencium tangan Ibu.
“wa’alaikum salam..hati-hati ya nak”. Jawab Ibu.

Setelah itu aku mengayuh sepeda seperti biasanya. Namun kali in aku agak cepat karena sudah terlambat. Sesampai di sekolahan, gerbang sekolah sudah mau ditutup. Bapak Satpam sudah menutup gerbangnya sebagian. Hampir saja aku telat tidak masuk sekolah.
“Pak. Sebentar!”. Teriakku dari kejauhan.
“Huh..kamu itu ngageti pak Bogi saja”. Jawab pak Bogi, satpam sekolah yang agak kesal.
“maaf, pak”. Jawabku.

Setelah itu aku memarkirkan sepedaku dekat Tika. Lalu aku lari dan naik tangga ke atas.
“Huft..untung belum telat, belum ada pak gurunya”. Kataku dalam hati.
Dengan rasa yang deg-degan yang begitu kencang karena sempat kelelahan mengayuh sepda dan perasaan takut telat, aku menghampiri Lilis untuk mengurangi rasa lelah dan takuit itu. Namun, Lilis tidak seperti biasanya. Hari itu dia menangis, begitu juga dengan Tika dan teman-teman yang lain. Aku bertanya kepada mereka. “Tika, Liliskenapa kamu menangis?”. Tanyaku penasaran dan sedikit cemas.

Mereka tidak menjawab, bahkan justru menangis lebih kencang. Aku bingung akan tangisan Tika dan Lilis itu. Aku bertanya pada Sita, teman sebangku Lilis. “Sita, kenapa Tika dan Lilis menangis?”.
Sita menjawab, “dia menangis karena ...Ti....Ti....Tina me....me....ninggal”. jawab Sita semakin lirih suaranya dan menitikkan air mata.

“Hah! Apa...Tina meninggal?” jawabku sambil bertanya-tanya dalam hati dan terkejut.
“Tidak, ini tidak benar...mana mungkin Tina meninggal”. Kataku yang sempat belum percaya.
Lalu aku bertanya kepada Lilis dan Tika. “apakah benar Tina meninggal?”. Kataku
Lalu dia menjawab, “I...iya....”. jawabnya dengan mata memerah dan berkuanng-kunang. Seketeika itu pun, aku langsung menangis dan teriak. “Tina....kenapa kamu meninggalkan sahabat-sahabatmu ini”. Kataku menjerit.
Setelah itu, aku mengajak semua teman-teman untuk bertakziyah dan semuanya berkata, “ya, tetapi sepulang sekolah”. Jawab mereka serentak.

“kringggg....kriiinggg..,.bel pulang berbunyi. Aku dan teman-teman ke bwah dan untuk bertakziyah ke rumah Tina yang dekat dengan sekolah. Sekitar sepuluh menit kami semua berjalan, sampailah di rumah Tina. Di sana sudah ada banyak orang yang bertakziyah. Kami semua masuk ke rumah tina dan ditemui keluarga Tina yang sambil menangis. Kami menyampaikan turut berbela sungkawa atas meninggalnya tina. Semoga keluarga Tina semuanya diberi kesabaran, ketabahan dan keikhlasan. Kami semua bersaksi bahwa Tina orang baik selama hidupnya. Ramah dan santun dalam bersikap. Tidak pernah menyakiti teman-temannya. Dan yang tidak bisa dilupakan oleh teman-temannya adalah, Tina orangnya sangat dermawan. Gemar membantu teman yang sedang ada kesusahan. Kami di rumah Tina sengaja sampai lama, bahkan orang-orang yang takziyah sudah pada pulang tinggal kami. Selamat jalan Tina, semoga kamu bahagia di sana.

*Penulis adalah peserta didik MI Miftahul Akhlaqiyah Ngaliyan

KUCING & KANCIL

      Pada zaman dahulu ada seekor kucing dan kancil. Dia pagi-pagi sudah jalan-jalan di tengah hutan. Setelah itu kucing bilang pada kancil, “aku ke sungai dulu untuk mencari makan”. Kata kucing.  Aku pun juga bilang pada kucing, “ya, sana! Aku juga ingin mencari makanan”. Kata kancil. Lalu mereka berdua berpisah, kucing kea rah sungai sedangkan kancil kea rah hutan itu.

      Kucing mencari makanan di atas bebatuan dan kadang kala berdiri menunggu ikan datang. Tak lama ada seekor ikan datang dan seketika itu juga kucing langsung menangkapnya. Kemudian kucing memakannya dengan lahab sampai kucing merasa sangat kenyang sekali. Setelah itu, sisa ikannya dibawa pulang untuk dimakan bersama dengan kancil.

      Sementara kancil di hutan pun menemukan mangsanya, yaitu tikus. Ketika hendak ditangkap oleh kancil, tikus lari terbirit-birit. Dengan usaha kerasnya itu, kancil berhasil menangkap tikus. Dan ketika kancil hendak memakan tikus itu, tiba-tiba tikus berkata,”boleh makan aku, tetapi jangan memakan teman-temanku!”. Kata tikus mengiba kepada kancil.

      Mendengar permintaan tikus, akhirnya kancil pun mengangguk-ngangguk. Nah, setelah syarat yang diberikan tikus sudah merasa dipenuhi oleh kancil, ia pun langsung memakannya dan langsung kenyang. Tak lama setelah itu, ia pun pulang ke arah rumah sahabatnya. Setelah bertemu dengan kucing di rumah, kucing pun bilang, “dari mana aku membawa makanan untukmu?”. Kata kucing. Kemudian kancil pun hanya diam saja. Tak sampai hati, kemudian kucing memberikan ikan dari sungai yang ia dapatkan tadi kepada kancil.

      Setelah ikannnya sudah diberikan kepada kancil, kucingnya pun ikut memakannya. Akan tetapi kucing pergi ke hutan malam-malam. Kucingnya pun tidak tahu kalau di hutan ketika malambanyak pemburunya. Kucing pun lari dan ia berkata, “tolong…..tolong……”. kata kucing sambil menahan ketakutannya. Namun, yang terjadi adalah kucing tertangkap dengan mempertaruhkan nyawanya. Namun, apalah daya, kucing naas yang tertangkap itu akhirnya mati.

Oleh : Ervi Zakiyatul Izza
Peserta Didik MI Miftahul Akhlaqiyah Ngaliyan


Jumat, 21 Oktober 2016

Guru Sebuah Profesi

                                                                      
                                                                             Oleh : Miftahudin

Guru dalam nuansa pembangunan nasional di Negara ini menempati peran, fungsi dan kedudukan yang sangat strategis. Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia tak akan tercapai jika tanpa perang seorang guru. Begitu juga akuntabilitas pendidikan yang diharap-harap mampu meningkatkan SDM dalam menghadapi tantangan global pun tak akan terpenuhi jika kesejahteraan guru tidak diperhatikan. Pahit manisnya menjadi seorang Guru, yang jelas tanggal 25 November nanti kita peringati sebagai Hari Guru Nasional.

      Sebagaimana tertuang dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, secara tegas bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (BAB I Pasal 1 ayat 1). Jika profesional dalam pengertian tersebut diartikan sebagai pekerjaan yang menjadi sumber penghasilan yang butuh keahlian, kemahiran, dan kecakapan serta memenuhi standar mutu, maka guru merupakan sebuah profesi, bukan jasa. Jadi, tidak mau tidak harus mempunyai pendidikan profesinya untuk mendukung pekerjaannya itu.


      Pada prinsipnya, profesionalitas guru merupakan tahapan-tahapan yang dilakukan berdasar kode etik profesi keguruan. Bangunan prinsip tersebut merupakan dasar untuk mewujudkan agenda tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam UU Sisdiknas, yakni untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (BAB III Pasal 3).


      Bangunan prinsip profesi guru yang dimaksud di atas antara lain sebagai berikut :
1.    Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme,
2.  Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia,
3.    Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas,
4.    Memiliki kompetensi yang di perlukan sesuai dengan bidang tugas,
5.    Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan,
6.  Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat,
7.    Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan,
8.  Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesonalan guru.


      Benarkah demikian fakta di lapangan? Kita patut secara kritis mempertanyakan realisasi prinsip-prinsip tersebut. Bagaimana bisa mewujudkan cita-cita pendidikan nasional yang mulia itu, jika guru tidak berbakat mendidik peserta didik, minat mengajarnya pun ogah-ogahan, panggilan jiwanya hampa atau karena terpaksa, dan tidak mempunyai idealisme yang kokoh. Keberhasilan pembelajaran sangat ditentukan oleh kiat masing-masing guru di kelas sesuai dengan bidang tugasnya. Hal ini disebabkan karena gurulah yang mempunyai keahlian transfer of knowledge dan sebagai pemandu dalam setiap pembelajaran. Di pundaknya, harapan bangsa ini digantungkan.
      Namun, faktanya justru kebanyakan guru lantaran panggilan jiwanya kering, apalagi idealisme diri yang kurang mapan, proses penting itu akhirnya terkesampingkan. Idealnya guru memang harus menguasai substansi keilmuwan yang ditekuninya, akan tetapi baginya yang penting pembelajaran bisa berlangsung tanpa memperdulikan faham dan tidaknya peserta didik. Mereka tak peduli tentang karakteristik dan latar belakang peserta didik sehingga merasa tidak memerlukan pengetahuan tentang aspek-aspek psikologis, sosiologis dan buadaya pembelajaran yang nyaman, menyenangkan dan tentunya lebih memahamkan peserta didik. Persiapan guru dalam merancang rencana pelaksanaan pembelajaran, dalam hal inilah faktor utama yang menentukan.


      Komitmen seorang guru juga tak kalah pentingnya dalam upaya mewujudkan pendidikan nasional. Dengan keimanan, ketakwaan dan akhlak mulianya, seorang guru idealnya bukan hanya seorang mu’allim, melainkan juga sebagai mudarris dan muaddib. Di mana dengan ketiga kriteria tersebut dipercaya akan mampu mengantarkan peserta didik yang sholih, baik sholih individu maupun sholih sosial. Jika prinsip ini dilaksanakan dengan baik, niscaya pendidikan tanpa kekerasan bisa terminimalisir dengan sendirinya. Banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan oleh oknum guru kiranya tak lain penyebabnya adalah kegersangan iman, takwa dan akhlak pada dirinya.
      Belum lama ini, empat orang siswa kelas X di sebuah SMA Negeri ternama di Semarang di robek celana seragamnya, bahkan teganya disuruh saling merobek-robek oleh oknum gurunya sendiri (SM, 09/08/11). Padahal belum ada peringatan dari pihak sekolah, karena suatu alasan, keempat siswa malang itu telat masuk sekolah. Tidak hanya itu, kedua kaos kakinya pun dibuang tanpa alasan yang jelas. Akibatnya, siswa-siswa malang tersebut stress karena malu dilihat teman-teman mereka. mereka pun jadi enggan masuk sekolah lagi lantaran baru beberapa bulan saja sekolah sudah diperlakukan secara kasar.


      Ironisnya, jika dibandingkan dengan kasus-kasus yang lain, kasus diatas tergolong kasus ringan. Masih banyak lagi kasus-kasus kekerasan, seperti pemukulan, penggojlokan, hukuman fisik diluar kemampuan, bahkan ada kasus pelecehan seksual pada peserta didiknya sendiri. Seketika dunia pendidikan tercengangkan oleh kasus-kasus tersebut. Pendidikan yang berbasis pada “memanusiakan manusia”, meskipun itu konsep lama, namun ternyata belum sepenuhnya di jalankan oleh guru.
      Terkait dengan prinsip kualifikasi akademik, ini sangat dibutuhkan karena mengingat guru adalah sebagai profesi, maka kemahiran, keahlian dan ketrampilan menjadi sangat penting. Regulasi yang mengatur bahwa guru harus mengenyam pendidikan sarjana perlu didukung semua lapisan masyarakat karena ini wujud dari program pembangunan nasional. Menuntut ilmu itu wajib, dari kecil sampai liang lahat, maka carilah ilmu tersebut sampai ke negeri China. Nampaknya samangat ini yang digelorakan pemerintah terkait program kualifikasi guru. Oleh karena itu, belajar pun tak mengenal waktu sehingga sampai umur berapapun itu tidak menjadi halangan. Makanya tidak heran ada seorang yang diwisuda S1 dengan usia 54 tahun, usia 76 tahun baru lulus S2, usia 80 tahun wisuda doctor, dan lain sebagainya. Namun, yang mencengangkan adalah Indonesia dengan jumlah guru 2,7 juta guru, yakni terbanyak peringkat ketiga setelah China dan India, ternyata sekitar satu juta orang belum berpendidikan S1. Sama halnya dengan 40% guru di negeri ini masih perlu meningkatkan kualifikasi pendidikannya sesuai yang diamanatkan Negara melalui Undang-undang.


      Kualifikasi akademik sangat mempengaruhi kompetensi guru. Saking sangat pentingnya kompetensi tersebut, dalam Undang-undang diperinci menjadi empat kompetensi guru, yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Negara Indonesia adalah Negara penganut demokrasi, ia pun menganjurkan diberlakukannya demokratisasi dalam pembelajaran di kelas maupun pada kepemimpinan sekolah. Setiap guru punya hak dan kewajiban masing-masing, begitu juga sebaliknya peserta didik. Hak guru atas peserta didiknya antara lain mendapat kehormatan atas kewajiban yang ditunaikannya.
      Menurut Cooper (1990) diantara hal yang dapat menjadikan guru mendapat kehormatan atas peserta didiknya adalah :
1)    Guru harus sebagai pembuat keputusan,
2)    Guru harus mampu bertindak sebagai perencana pembelajaran,
3)    Guru harus mampu berperan sebagai penentu pembelajaran,
4)    Guru harus memiliki kecakapan menyampaikan pembelajaran,
5)    Guru harus cakap bertanya mendinamisasikan kelas,
6)    Guru harus memahami konsep pengajaran dan pembelajaran,
7)    Guru harus cakap berkomunikasi,
8)    Guru harus mampu mengendalikan kelas,
9)    Guru harus mampu mengakomodir kebutuhan peserta didik,
10)   Guru harus dapat melakukan evaluasi.
     Di samping hal-hal diatas merupakan sebuah kewajiban guru, sebagian diantara adalah kompetensi yang mutlak harus dimiliki untuk memenuhi tuntutan empat kompetensi guru. Namun, faktanya masih banyak guru sekarang ini yang memasuki kelas dengan tangan kosong atau hanya membawa buku panduan, peserta didik disuruh membaca dan menyimpulkan sendiri, kemudian mereka beri soal, entah berkaitan dengan tema atau tidak yang penting mereka ada kesibukan di kelas dan tidak ramai. Itu sudah merupakan keuntungan bagi guru karena sudah menggugurkan kewajibannya mengajar. Ada istilah yang relevan dengan fakta demikian, “jika guru masuk kelas tanpa persiapan, maka keluar kelas harus siap tanpa kehormatan dan kewibawaan”. Inilah cermin dari demokratisasi di kelas karena peserta didik pun juga berhak menilai apakah guru tersebut berkompeten atau tidak.

Selasa, 18 Oktober 2016

Kemenag Buka Kompetisi Robotik Madrasah 2016


Kementerian Agama melalui Direktorat Pendidikan Madrasah Ditjen Pendidikan Islam akan kembali menyelenggarakan Festival dan Kompetisi Robotik Madrasah. Sukses dengan gelaran perdana pada 2015 lalu, Festival dan Kompetisi Robotik Madrasah kedua ini rencananya akan dihelat pada 30-31 Oktober 2016 di Mall of Indonesia (MOI) Jakarta Utara.

Direktur Pendidikan Madrasah, M. Nur Kholis Setiawan mengatakan bahwa festival ini diselenggarakan untuk memberikan wadah bagi para siswa madrasah yang memiliki bakat di bidang robotika.

Kompetisi ini juga bermanfaat dalam melatih motorik siswa, kreativitas, merangsang logika berpikir, meningkatkan kemampuan anak dalam menguasai teknologi dan bekerja secara tim. Dari situ, diharapkan akan terlahir siswa madrasah yang dapat menjadi inovator robotika yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.

"Kita tahu bahwa lembaga-lembaga lain saja bisa menyelenggarakan kompetisi robotik dan pemanangnya adalah siswa-siswi kita, masak kita tidak bisa menyelenggarakan sendiri. Kompetisi ini adalah wujud kepedulian kita pada potensi-potensi robotika yang dimiliki siswa-siswi madrasah," tutur Nur Kholis, Senin (17/10).

"Kompetisi ini sengaja diselenggarakan di Mall untuk membangun image bahwa madrasah sudah mulai naik kelas, tidak ndeso lagi, sudah gaul, sudah merambah ke kelas menengah atas," tambah Nur Kholis.

Dalam tiga tahun terakhir, cukup banyak prestasi yang diukir siswa madrasah di bidang robotika, baik tingkat nasional maupun internasional. Beberapa madrasah yang bisa disebut terkait prestasi siswanya dalam bidang ini antara lain: MTsN Pamulang, Madrasah Pembangunan, MAN 4 Jakarta, MAN 3 Tangerang, MAN 3 Palembang, dan lainnya.

Untuk Panduan Kompetisi dan Registrasi, bisa dibuka laman madrasah.kemenag.go.id. (Kemenag/Fathoni)

Kemenag Buka Kompetisi Robotik Madrasah 2016
Para juara Kompetisi Robotik Madrasah 2015 lalu.
Jakarta, NU Online
Kementerian Agama melalui Direktorat Pendidikan Madrasah Ditjen Pendidikan Islam akan kembali menyelenggarakan Festival dan Kompetisi Robotik Madrasah. Sukses dengan gelaran perdana pada 2015 lalu, Festival dan Kompetisi Robotik Madrasah kedua ini rencananya akan dihelat pada 30-31 Oktober 2016 di Mall of Indonesia (MOI) Jakarta Utara.

Direktur Pendidikan Madrasah, M. Nur Kholis Setiawan mengatakan bahwa festival ini diselenggarakan untuk memberikan wadah bagi para siswa madrasah yang memiliki bakat di bidang robotika.

Kompetisi ini juga bermanfaat dalam melatih motorik siswa, kreativitas, merangsang logika berpikir, meningkatkan kemampuan anak dalam menguasai teknologi dan bekerja secara tim. Dari situ, diharapkan akan terlahir siswa madrasah yang dapat menjadi inovator robotika yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.

"Kita tahu bahwa lembaga-lembaga lain saja bisa menyelenggarakan kompetisi robotik dan pemanangnya adalah siswa-siswi kita, masak kita tidak bisa menyelenggarakan sendiri. Kompetisi ini adalah wujud kepedulian kita pada potensi-potensi robotika yang dimiliki siswa-siswi madrasah," tutur Nur Kholis, Senin (17/10).

"Kompetisi ini sengaja diselenggarakan di Mall untuk membangun image bahwa madrasah sudah mulai naik kelas, tidak ndeso lagi, sudah gaul, sudah merambah ke kelas menengah atas," tambah Nur Kholis.

Dalam tiga tahun terakhir, cukup banyak prestasi yang diukir siswa madrasah di bidang robotika, baik tingkat nasional maupun internasional. Beberapa madrasah yang bisa disebut terkait prestasi siswanya dalam bidang ini antara lain: MTsN Pamulang, Madrasah Pembangunan, MAN 4 Jakarta, MAN 3 Tangerang, MAN 3 Palembang, dan lainnya.

Untuk Panduan Kompetisi dan Registrasi, bisa dibuka laman madrasah.kemenag.go.id.

Source : NU online

Rabu, 28 September 2016

Sempitnya Lahan Pekerjaan Guru

Oleh : Miftahudin

    Guru merupakan tonggak kemajuan suatu bangsa dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Ia pihak yang paling bertanggung jawab melaksanakan proses pendidikan dan pengajaran. Para guru besar, doktor dan pakar-pakar ilmu pengetahuan yang ahli dibidang masing-masing juga tidak lepas dari peran seorang guru. Bahkan presiden, MPR, DPR, Mahkamah Agung dan lainnya berkat jasa guru yang mendidiknya semenjak pendidikan dasar, menengah, perguruan tinggi hingga mencapai spesifikasi keahlian yang dikuasainya. itu semua adalah buah dari pengajaran guru-guru mereka. Melupakan jasa guru sama artinya dengan lupa akan  kebodohan diri sendiri.

    Dasawarsa ini, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan formal seakan memudar. Berbagai kasus tawuran, seks bebas, narkoba, penjarahan, bahkan pemerkosaan banyak yang dilakukan oleh generasi emas bangsa ini, peserta didik di sekolah. Memudarnya kepercayaan tersebut dinilai bias terhadap asumsi mereka bahwa pendidikan formal sekarang tidak lagi sepenuhnya mampu menghantarkan anak-anak mereka pada kehidupan masa depan yang diimpikan. Selain sukses dalam hal ekonomi, tentunya mereka mendambakan anak-anaknya berbudi luhur yang mampu membalas jasa orang tua di masa renta.
Disaat kepercaan itu memudar, para guru-guru bulus (baru lulus) ini justru beramai-ramai mendaftarkan diri di sekolah tersebut. saking banyaknya yang daftar, sebagian sekolah kebingungan menyeleksinya. Bingungnya bukan karena mereka pada pendaftar bagus-bagus dan ber-SDM tinggi, melainkan bingung karena semua yang diseleksi rata-rata standar dan tidak ada yang bisa dibanggakan dari mereka. tapi, meski bagaimana pun jika pembelajaran tanpa itu tidaklah mungkin. Akhirnya opsi acak pun dilakukan, mana yang kira-kira paling banyak kontribusinya itulah yang dipilih. Bahkan kadang-kadang money politic pun ikut-ikutan dalam arena ini. Jadi guru bulus yang berduit peluangnya lebih besar dari pada guru-guru yang mengandalkan ijazah, transkrip nilai dan akta IV saja. Sehingga sempitnya lahan pekerjaan guru sekarang ini hanyalah laku bagi guru-guru yang tak berduit saja.
    Harapan pada orang tua dengan menguliahkan anak-anaknya pada perguruan tinggi fakultas pendidikan adalah menjadi guru yang mampu mengajar masyarakat, bangsa dan Negara. Harapan ini agaknya tersendat dengan semakin sempitnya lowongan yang dicari itu. Meskipun beratus-ratus sekolah yang ada di setiap daerah, namun itu tidaklah menjanjikan tempat bagi para guru-guru muda. Akhirnya, para orang tua pun kini menilai semakin tinggi mereka menyekolahkan anak-anaknya, semakin tinggi pula jumlah pengangguran terdidik yang menjadi beban masyarakat. Bahkan selain menjadi pengangguran, para pengangguran terdidik itu semakin jauh dari nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-harinya (Syamsul Ma’arif : 103). Bahkan pola pikirnya cenderung pola pikirnya menjadi penyakit serta merusak tatanan masyarakat sekitarnya. 
    Sepenggal cerita ini mungkin ada gunanya juga. “Percuma saja sekolah, paling ujung-ujungnya juga akan jadi kuli”. Itulah cemoohan seorang kuli pabrik kopra dalam film teaterikal laskar pelanginya Andrea Hirata kepada Ikal ketika mau diantar ayahnya (Mathias Muchus) dihari pertamanya ia mau sekolah. Yang ada dibenak sang ayah, kemungkinan besar sama dengan apa yang diangan-angankan para orang tua sekarang, yakni kelayakan hidup di masa depan. Kebahagiaan anak adalah kado terindah bagi orang tua.
    Namun, melihat realita sekarang ini, tak ada salahnya kita lebih sedikit merenungkan dalam-dalam kuli perkataan pabrik di atas. Buat apa sekolah tinggi-tinggi, gelar sarjana pendidikan di gondol dengan predikat camloude, jika ujung-ujungnya menjadi marketing, entah itu eksekutiflah, representatiflah, dan lain sebagainya. Bahkan ada teman kampus saya dulu yang amat serius menekuni kuliahnya di jurusan Tadris Fisika sekarang menjadi tukang penarik kredit bermasalah di sebuah Bank Perkreditan Rakyat di Ungaran Kabupaten Semarang. Meski bahasanya agak diperhalus menjadi Collector Eksekutif (CE), namun tetap saja ia bak algojo yang siap mencekik leher masyarakat. Naasnya, jika masyarakat yang mempunyai tunggakan kredit itu masyarakat kecil yang rela menggadaikan BPKB motornya untuk membiayai anak-anaknya agar bisa terus sekolah. Ironis memang, sewaktu dulu masih kuliah ia sibuk mempelajari teori-teori pendidikan, termasuk bagaimana cara mendidik masyarakat, justru sekarang ia sangat sibuk mempelajari bagaimana masyarakat secepat mungkin bisa membayar tagihan supaya tidak nunggak di bulan berikutnya.
    Suatu ketika saya sempat bersua dengannya tengah sibuk menganalisis tunggakan kredit yang bermasalah. Ternyata tak kurang dari puluhan orang yang nunggak bulan itu. Secara otomatis, ia pun menyusun strategi perencanaan yang matang, biasanya ia menelpon terlebih dahulu sebelum mendatangi rumahnya. Meski kadang-kadang telponnya di reject secara kasar karena jelas kedatangannya ke rumah pasti tidak disukai. Ironisnya lagi, padahal ia dulu setiap malam sibuk mempersiapkan RPP (rencana Pelaksanaan Pembelajaran) untuk mengajar di pagi harinya, tapi justru sekarang ia sibuk membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Penagihan).
    Belum tahu pasti, seberapa banyak teman yang bernasib sama sepertinya. Seharusnya ia jadi guru di sekolah, akan tetapi karena sempitnya lahan pekerjaan guru sekarang memaksa ia beralih profesi sebagai CE. Guru yang seharusnya ia di gugu lan di tiru karena nasib berkata lain, ia pun di sekarang di guyu lan di laru (ditertawakan dan digoda) atau setiap hari minggu gaweyane tora-turu (setiap hari minggu pekerjaannya tidur melulu). Meski bagaimana pun juga, karena ia menganggap itu pekerjaan halal sampai sekarang dan mungkin selamanya ia akan tetap menjalaninya.
    Teman saya di atas merupakan salah satu tidak adanya transparansi dari pihak pengelola pendidikan, terutama sekolah-sekolah swasta. Era globalisasi ini mengakibatkan sistem pendidikan kita tidak bersih dan semakin tidak jelas arah dan tujuannya. Hal ini bisa dibuktikan ketika mau memasuki tahun ajaran baru, hampir setiap sekolah, terutama sekolah swasta saling mencari sensasi dan memikat masyarakat dengan memasang spanduk “Menerima Peserta Didik baru”di sana sini, baik di desa maupun kota dalam hal ini tidak ada bedanya. Banyak yang mereka unggulkan, seperti fasilitas terlengkap, bebas uang gedung, bebas biaya pendaftaran, dan program-program lainnya. Bahkan sebagian mereka ada yang menjanjikan kualitas guru yang profesional dan bilingual. Meskipun ketika ada sertifikasi guru para guru-guru profesional tersebut pada kalang kabut bingung dengan sendirinya.
    Akhirnya pun masyarakat sama berbondong-bondong mendaftarkan putra putrinya yang dinilai unggul dalam spanduk tersebut. meski sebagian orang tua ada yang mengeluh karena anaknya disekolahkan semakin pintar justru semakin cerdas membantah orang tuanya sendiri. Tahun ajaran baru sama artinya dengan menambah keuangan sekolah. Nah, realita ini coba kita refleksikan dengan rekrutmen gurunya. Mana ada sekolah yang terang-terangan memasang spanduk “Menerima Guru Baru”. Kecuali sekolah yang mau di buka, spanduk tersebut bisa dipastikan tidak ada sama sekali. Hal ini atas pertimbangan terlalu repot, juga untuk meminimalisir anggaran sekolah. Padahal kalau dipikir secara positif, mestinya tidak ada masalah dengan mengeluarkan biaya sedikit, namun berpeluang mendapatkan kualitas guru yang benar-benar diharapkan. Terutama guru-guru muda yang masih kaya akan teori-teori pembelajaran yang konstruktif. Ibarat buku, tentu buku-buku terbiatan baru yang paling diminati para pembacanya dibanding buku-buku lama yang mungkin isinya sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Dalam hal ini, banyak juga kan guru-guru yang menggunakan metode lama dalam mengajarnya sehingga membuat peserta didik jenuh dan membosankan.
    Transparansi rekrutmen guru selama ini masih belum Nampak. Meski sebagian sekolah sudah ada yang mau membuka lowongan di iklan-iklan kecik surat kabar atau di internet. Itu pun jika ada anggarannya. Kalau tidak, jalan satu-satunya adalah dari mulut ke mulut. Bahkan ada sekolah yang kebanyakan para gurunya masih ada tali kekerabatan. Kepala sekolah sebagai ketua besar, para pengurus dijabat oleh adik-adik atau kemenakannya dan para gurunya diisi anak sendiri atau anak dari saudara, dan seterusnya. Sehingga masyarakat sering menamai sekolah tersebut dengan sekolah keluarga. Padahal, sebenarnya pembangunan itu menggunakan uang masyarakat.
  Untuk mengatasi masalah sempitnya lahan guru ini tentunya harus mengubah sistem yang ada, baik sistem pelaksanaan rekrutmen di perguruan tinggi maupun di sekolah. Di samping setiap perguruan tinggi harus membatasi jumlah mahasiswa yang diterima, pihak sekolah pun juga harus bersikap terbuka pada siapapun perihal informasi lowongan guru. Tidak kalah pentingnya, dalam hal ini sangat dibutuhkan semacam portal informasi lowongan guru karena selama ini portal lowongan tersebut hanya ada ketika pendaftaran calon pegawai negeri sipil (CPNS).
Berkaitan dengan sempitnya lahan pekerjaan guru ini, anggap saja para guru-guru muda menghela nafas lega. Nampaknya, pemerintah mempunyai program merekrut ribuan sarjana untuk dijadikan guru di pelosok  Indonesia. Terhitung sebanyak 12 LPTK yang ikut meramaikan program yang bertema ”maju bersama mencerdasakan Indonesia” ini. tidak kurang dari 3.500 sarjana se-Indonesia akan ditempatkan di daerah-daerah pelosok yang masuk dalam kategori 3 T, yakni terdepan, terluar dan tertinggal. Wilayah tersebut antara lain Provinsi Aceh, Kepulauan Riau, Papua, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara. Pendaftaran secara resmi dibuka tanggal 20 Oktober – 29 Oktober 2011. Kemudian diadakan penyeleksian tanggal 30 Oktober – 1 November 2011.
    Lama penempatan mengajar tersebut, menurut infonya hanya setahun kemudian sepulangnya dari tempat mengajar tersebut direkomendasikan untuk bisa mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) dengan dibiayai pemerintah. Tentu ini sebuah tantangan, pertama, harus meninggalkan keluarga dan istri kalau sudah menikah. Kedua, mengorbankan aktivitas keseharian, entah di organisasi, pertokoan, dan lain sebagainya. Ketiga, mengajar anak didik yang berbeda adat, bahasa dan budaya. Keempat, mengajar peserta didik yang ber SDM rendah karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
    Masih banyak lagi tantangan-tantangan lainnya dan kemungkinan para guru-guru muda yang sempat meliriknya pun jangan hanya berpikir sekali untuk mengikuti seleksinya. Pasalnya, persiapan yang dibutuhkan bukan hanya materi melainkan juga mental. Kekuatan mental dalam hal ini menjadi kuncinya. Apalagi dikabarkan dengan mengikutinya dapat bonus PPG. Padahal fakta di lapangan, pembinaan dan pelatihan guru di Indonesia terasa mandek, berjalan di tempat, bahkan cenderung mundur (SM,12/10/11). Hal ini langsung disampaikan oleh ketua PGRI Dr. H. Sulistiyo, M.Pd saat memberi sambutan pada acara peringatan hari guru internasional tanggal 5 Oktober 2013 di gedung PB PGRI Jakarta. Pembinaan profesi guru ibarat barang langka yang sangat sulit dijumpai di daerah-daerah. Para guru tetap saja jarang memperolehnya, apalagi guru sekolah swasta dan guru honorer. Bahkan ini apalagi yang sebelumnya belum mengajar, kemudian diiming-imingi PPG jika mau berangkat mengajar di daerah tertinggal. Yang sudah ada saja tidak dijalankan, kok car peserta baru.
    Apa ini yang dimaksudkan pemerintah untuk mengurangi pengangguran terdidik tenaga kependidikan? Jika memang benar, khususnya warga Jawa Tengah agaknya sedikit berseberangan denga jargon Gubernurnya, “Bali Deso Mbangun Deso” saat itu (2008 - 2013). Para guru muda yang berharap setelah lulus kemudian ke desanya masing-masing ternyata belum ada kursi untuknya. Bagaimana mau Mbangun Deso? Sekian tahun menunggu kursi di desanya, tapi justru ini mau dikirim ke daerah tertinggal di luar pulau sana. Harusnya pemerintah, dalam hal ini, mengadopsi sistem yang sudah diterapkan oleh Unissula Semarang yang sudah menerapkan program cerdas sultraku (Sulawesi Tenggaraku) 2011.
    Yang dilakukannya bukan para lulusannya untuk dikirim ke daerah terpencil, melainkan Unissula merekrut anak-anak Sulawesi kurang lebih 1.000 orang untuk kuliah di kampusnya di Semarang dengan beasiswa penuh. Harapannya, setelah mereka kembali nanti akan mampu membangun daerahnya sendiri. Bukan membangun yang cuma relatif dalam waktu satu tahun, kemudian ditinggal pergi. Hal ini rasa-rasanya menghambur-hamburkan uang Negara untuk hal yang tidak efektif. 
    Jika Unissula mampu menjaga dan mengembangkan potensi anak didik keluarga miskin (anak nelayan dan anak sopir di sultra) untuk mengenyam pendidikannya di fakultas kedokteran, mengapa pemerintah tidak berbuat demikian. Inilah era otonomi daerah, yang seharusnya digunakan oleh stake holder daerah untuk mengembangkan potensi daerahnya masing-masing yang belum tersentuh. Ternasuk mengenai pendidikan karena faktor inilah yang penting untuk dikembangkan.