Tampilkan postingan dengan label Filsafat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Filsafat. Tampilkan semua postingan

Kamis, 20 Juni 2019

REVIEW BUKU : KONTRIBUSI ISLAM ATAS DUNIA INTELEKTUAL BARAT [Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam]

oleh : Miftahudin
Guru SMP Negeri 1 Semarang
Mahasiswa Pasca Sarjana Unwahas Semarang

      PENGAKUAN sepihak para orientalis Barat dengan Renaisans Eropa yang mengklaim kemajuannya bersumber dari tradisi Yahudi-Kristen (Judeo-Chirstian) itu merupakan kesalahan intelektual. Berbagai pandangan tendensius disematkan untuk mengukuhkan tradisi keilmuan Barat, namun tidak diimbangi dengan memahami sejarah ilmu pengetahuan dunia yang ada. Justru hubungan yang dibangun adalah hubungan saling mencurigai, masa bodoh dan tidak mau tahu.
Sebut saja John dari Damaskus menyebut nabi Muhammad Saw dengan nama Mamed, seorang nabi palsu. Theopanes Confessor, sejarawan Byzantine, menyebutnya sebagai nabi Mouamed, seorang penderita epilepsi yang malang, yang telah mendoktrinasi orang-orang Arab dengan dongeng-dongeng yang tak bermoral dan bodoh tentang manusia dan akhirat. Dan masih banyak lagi pandangan-pandangan negatif lainnya yang justru semakin membuat renggang hubungan Islam-Barat. Atas dasar inilah, salah satu alasan yang membuat Mehdi Nakosteen berusaha meluruskan sejarah pradaban dan intelektual. Pandangannya membuat sejarah baru dan membuktikan dunia Barat berhutang budi pada para cendekiawan-cendekiawan muslim saat itu.



Dalam buku ini, pembahasannya Mehdi fokus pada masa abad pertengahan, tahun 750 M sampai 1350 M. Sebagaimana yang diketahui, pada masa ini dianggap fase fundamental dalam kemajuan pendidikan di Eropa Barat sangat diabaikan dalam literatur sejarah pendidikan dewasa ini. Oleh karena itu, pembahasan buku ini juga akan memaparkan perkembangan institusi-institusi pendidikan Muslim saat itu. Bagaimana produk-produk ilmiahnya beredar luas yang membawa kontribusi ke dalam institusi pendidikan Barat, khususnya mengenai pengaruh maupun dampak ilmu pengetahuan pada sekolah-sekolah Kristen Latin di Eropa Barat.
Lebih spesifik, Mehdi menjelaskan tujuan kajian buku ini dibagi menjadi empat, yaitu :
1. Melalui media apa muatan pengetahuan klasik Greco-Helenistik, Syria-Alexandrian, Zoroastrian dan India kepada orang-orang Muslim?
2.  Modifikasi apa yang dilakukan oleh para cendekiawan Muslim terhadap pengetahuan klasik ini semenjak tahun 750 M – 1350 M?
3.  Melalui media apa dan sejauh mana hasil ilmu pengetahuan klasik tersebut dipelihara, diperkaya dan diperluas oleh cendekiawan Muslim mencapai dunia Barat?
4. Apa kontribusi hasil ilmu pengetahuan klasik terhadap ekspansi dan rekonstruksi kurikulum di institusi-institusi pendidikan Eropa Barat?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas, Mehdi mengetengahkan kajian buku ini dari sudut pandang kondisi politik, agama dan geografis. Disamping itu, sudut pandang kebudayaan juga tak kalah menariknya yang dijadikannya sebagai “pisau analisis” dalam mengidentifikasi asal usul pengetahuan klasik, kemajuan serta pengembangan ilmu tersebut. Sehingga, secara terperinci buku ini mecakup sembilan bab, lima apendiks dan dua Bibliografi, tentang kebudayan muslim dan umum pilihan, serta catatan-catatn yang menambah menariknya buku ini untuk dikaji lebih lanjut.
Susunan pembahasan antar babnya pun runtut dan kreatif, menunjukkan buku ini berkelas dan layak untuk dijadikan referensi dunia. Di awal bab, sudut pandang Budaya, Politik dan Agama dijadikan dasar analisis. Kemudian dengan sudut pandang itu, Mehdi membedah dasar-dasar klasik pendidikan Muslim, sifat dan ruang lingkupnya. Produk-produknya pun dihadirkan, seperti perpustakaan-perpustakaa megah saat itu, karya-karya monumental, pemikiran tokoh yang paling mengemuka. Tidak hanya itu, Mehdi juga memaparkan periode adaptif-kreatif pendidikan Muslim hingga tahun 1300 M yang menjadi tonggak sejarah hubungan harmonis Islam vis a vis Barat, bagaimana penyebarannya hingga datanglah masa kebangkitan intelektual Eropa sebagai penutup kajian. Jika ingin mengkaji hubungan tradisi ilmu pengetahuan Islam dan Barat yang objektif, tidak ada buku lain yang selengkap ini.
Sebagai pendahuluan, salah satu alasan yang menyebabkan kerenggalan Islam vis a vis Barat adalah mengabaikan peradaban dunia di lima wilayah geografis, yakni dunia Cina-Jepang, India, Yunani Kristen, Latin Kristen dan Islam (wilayah) Timur dan Barat. Pada lima wilayah tersebut, Mehdi membagi membagi menjadi dua dunia kultural yang sangat kuat, India, Cina dan Jepang di Timur. Sedangkan di Barat ada dunia Kristen dan Muslim. Selama abad pertengahan kelima wilayah tersebut sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Hebrew (Arab Ibrani), baik pada pemikiran intelektual muslim maupun Barat.

Jalan “Terjal” Pengetahuan Klasik Tersebar ke Penjuru Muslim
Pengetahuan klasik yang dimaksud adalah Greco-Helenistik, Syria-Alexandrian, Zoroastrian dan India. Pengetahuan inilah yang pada akhirnya nanti dijadikan oleh para cendekiawan Muslim untuk mengusai dunia Barat. Memang benar, pada masa terdahulu (Umayyah), Muslim menaklukkan Mesir dan Iran itu disertai dengan pembakaran perpustakaan-perpustakaan Greco-Helenistik, namun pada masa Abbasiyah muncul para cendekiawan-cendekiawan kreatif yang memanfaatkan pengetahuan klasik tersebut. Al-Jahiz (869) salah satu cendekiawan Abbasiyah buktinya mengakui buku-buku tentang zaman kuno mempunyai kandungan ilmu yang luar biasa. Didalamnya dibahas aneka ragam pelajaran sejarah masa lampau yang kaya akan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, penaklukan oleh Arab selama abad-abad awal Islam membawa mereka kepada hubungan yang dekat dengan peradaban-peradaban besar dunia.
Diantara faktor-faktor yang menyebabkan pengetahuan klasik Greco-Helenistik, Syria-Alexandrian, Zoroastrian dan India tersebar ke penjuru Muslim adalah sebagai berikut :
1.    Kristen Ortodoks memisahkan beberapa institusi dengan Gereja Induk (mother church)
Alasan pemisahan ini karena di gereja Timur perbedaan doktrinal, yakni sekte Nestorian dan Monophysite. Akibatnya mereka dikucilkan dan memaksa Gereja Induk  untuk memperlakukakn kepada mereka. Mereka dipaksa untuk untuk berpindah kepada kebudayaan yang lebih bersahabat, dimana mereka memperoleh perlindungan dan kesempatan untuk mempertahankan keberadaannya. Namun, setelah Kristen Ortodoks kehilangan pengaruh, maka sekte Nestorian bergerak kepada kekaisaran Persia dan Monophysite ke dunia Persia dan Arab. Sehingga sekte-sekte yang bermusuhan ini membawa warisan ilmu pengetahuan Greco-Helenistik terutama ilmu kedokteran, matematika, astronomi, teknologi, filsafat dan membantu melestarikannya ditangan orang-orang asing, Persia.
Ketika orang-orang Muslim Arab menyerbu kekaisaran Rimawi dan Persia, sekte-seke minoritas diatas menyambut orang-orang Arab yang menjadi penakluk tersebut sebagai pembebas mereka. Dan mengikat hubungan yang bersahabat dengan mereka sejak awal. Muslim Arab bersikap toleran dengan membiarkan tradisi-tradisi ilmu pengetahuan yang dimiliki sekte Nestorian dan Monophysite yang sebelumnya dikuasai Persia. Dengan demikian, jelaslah bahwa proses alih ilmu pengetahuan Greco-Helenistik ke Muslim melalui dua cara, pertama, dengan meneruskan tradisi ini di dalam kebudayaan non-Kristen, terutama pada kebudayaan Zoroastrian-Sassanian dari Persia. Kedua, dengan meneruskannya di dalam kebudayaan Byzantine dan Persia dibawah perlindungan kaum Muslim dan mengembangkannya selama abad-abad awal Muslim. Kesimpulan ini, sama artinya bahwa kaum Muslim sangat meminati ilmu pengetahuan Neo-Platonisme dan Aristotelianisme.
Tersebarnya kebudayaan klasik kepada kaum Muslim melalui jalan “terjal” ini sebagian besar memiliki tujuh tipe dasar sebagai berikut :
a.   Materi-materi secara langsung diterjemahkan dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab.
b. Materi-materi diterjemahkan ke dalam bahasa Pahlavi, digabung dengan pemikiran Zoroastrian-Hindu (Budha) di Persia, kemudian disebarkan melalui penerjemahan ke dalam bahasa Arab.
c.  Materi-materi diterjemahkan ke dalam bahasa Hindu ke bahasa Pahlavi, kemudian ke bahasa Syria, Hebrew (Arab Ibrani) dan Arab.
d.  Materi-materi ditulis pada periode Islam oleh orang-orang Muslim, tetapi sebenarnya dipinjam dari sumber-sumber Non-Muslim, melalui jalur penyebaran yang kabur.
e.  Materi-materi yang ada pada dasarnya hanyalah ulasan atau ikhtisar dari karya-karya Greco-Persian.
f.  Materi-materi yang dikembangkan selama masa ilmu pengetahuan pra-Islam, tetapi belum dikembangkan pada masa Islam kecuali tentang dasar-dasar ilmu pengetahuan Helenistik, Syrian, Zoroastrian dan Hindu pra-Islam.
g.  Materi-materi yang tampaknya muncul dari rangsangan genius perseorangan, nasional, atau regional, yang kemudian berkembang tanpa memperhatikan ilmu pengetahuan pra-Islam, meskipun bentuk kreasi orisinil ini boleh jadi berbeda apabila dikembangkan dalam konteks atau kerangka referensi non-Islam.
2.    Penaklukan Alexander Agung dan para penggantinya
Sebagaimana kita ketahui bahwa Alexander Agung dan para penggantinya telah menyebarkan ilmu pengetahuan Yunani ke Persia dan India, dimana ilmu pengetahuan dan filsafat diperkaya dengan pemikiran-pemikiran asli.
3.    Modifikasi kurikulum Akademi Jundi-Shapur kekaisaran Persia
Akademi Jundi-Shapur ternyata mengembangkan kurikulum studi yang disusun setelah Universitas Alexandrian dan selama abad keenam disamakan dengan ilmu pengetahuan India, Grecian, Syria, Helenistik, Hebrew dan Zoroastrian. Jundi-Shapur menggalakkan penerjemahan ilmu pengetahuan dan filsafat klasik Yunani ke dalam bahasa Pahlavi dan Syria hingga pada awal abad-abad Islam, pusat-pusat pendidikan dan ilmu pengetahuan kuno menyebarkannya kepada dunia Muslim dan Barat, sampai tugas ini diambil alih oleh Baghdad di Islam Timur dan Sisilia dan Cordova di Islam Barat.
4.    Penyebaran Karya ilmiah Yahudi
Para penerjemah Hebrew merupakan alat yang hebat dalam alih pengetahuan ini karena ketrampilan bahasa mereka, pada masa awal Islam ketika mereka menerjemahkan karya-karya Yunani ke dalam bahasa Hebrew dan Arab. Demikian pula pada abad ketiga belas ketika mereka menerjemahkan karya-karya tersebut dan karya-karya lainnya dari bahasa Arab ke bahasa Hebrew dan latin, atau ke dalam bahasa Hebrew dan dari bahasa Hebrew ke bahasa Latin.

Modifikasi Cendekiawan Muslim terhadap Pengetahuan Klasik
Disaat para cendekiawan Muslim sedang asyik-asyiknya berasimilasi dengan pendidikan klasik kemudian menyempurnakannya kedalam sistem pendidikan, justru Eropa sedang di masa pertengahan. Mereka mengabaikan perkembangan pesat yang terjadi di dunia Muslim karena adanya prasangka religious, hambatan bahasa, mundurnya kebudayaan Islam dan sulitnya para ahli sejarah pendidikan dari Barat mendapatkan bahan-bahan tersebut. Diantara bidag-bidang yang diasimilasikan antara lain filsafat, ilmu kedokteran, matematika, teknologi dan ilmu pengetahuan helenistik. Matematika, kedokteran, dan sastra Hindu. Agama, kesusastraan, dan ilmu pengetahuan Persia. Dengan demikian, upaya asimilasi ini dalam rangka untuk mewujudkan modifikasi pengetahun klasik untuk keperluan praktis dengan mengembangkan metode empirik-eksperimental.
Apa yang dilakukan Muslim terhadap pendidikan klasik ini sehingga dapat mengasimilasikan semua pengetahuan diatas merupakan bukti keseriusannya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Hasil aimilasi ini pada akhirnya justru diterapkan dan berkembang di Eropa. Diantara faktor-faktor yang modifikasi ilmu pengetahuan ini adalah :
1.    Mengembangkan penelitian bebas, membiayai riset dan beasiswa
2.    Mendirikan perpustakaan-perpustakaan umum
Bukan hanya perpustakaan umum, bahkan banyak sekali ditemukan perpustakaan pribadi untuk digunakan dimasyarakat, tidak hanya bersifat regional, tetapi internasional.
3.    Mengagungkan para pencari ilmu
Para mahasiswa yang mencari ilmu pada zaman ini, memperoleh kemuliaan karena sangat jarang ditemukan orang yang mau bersusah payah mengembangkan ilmu pengetahuan. Untuk mensiasati ini, Muslim menyediakan makanan, penginapan, bahkan uang saku untuk para cendekiawan yang datang dari juh. Para guru-guru besar juga sudah disiapkan untuk mengajarnya.
4.    Berdirinya madrasah Nizamiyyah
Madrasah Nizamiyyah didirikan pada tahun 1066 (459 H) di Baghdad oleh Nizamul Mulk. Ia adalah seorang perdana menteri yang terkenal dalam pemerintahan sultan Saljuq pada abad kesebelas. Disamping perdana menteri, ia juga sangat menguasai hadits tradisi Muslim dan merupakan ahli teori politik Islam terbesar sebagaimana karya yang terkenal Siyasat-Namah. Atas pendirian madrasah ini, menandai transisi dari sekolah-sekolah di Masjid kepada dimulainya sistem sekolah atau madrasah umum di seluruh kawasan Muslim yang luas. Motif utama didirikan Nizamiyyah adalah motif agama. Tujuannya adalah untuk mengajarkan Mazhab Hukum Syafi’iyyah (Sunni), penekanannya pada pengajaran teologi dan hukum Islam.
5.    Pencetakan dan Penerbitan hasil riset
Disaat dunia Eropa masih menerbitkan buku-buku melalui pekerjaan tuliangn tangan yang melelashkan, Muslim sudah membuat ratusan copy (salinan) bahan-bahan referensi untuk memenuhi kebutuhan bagi orang-orang yang berminat untuk mempelajarinya. Buku juga seringkali dipinjamkan, bahkan tidak tanggung-tanggung terkadang samai lebih dari seratus buku per orang dengan jangka waktu yang tidak ditentukan pula. Hal ini dikarenakan keperluan penelitian dan riset memakan waktu yang tidak sebentar.
6.    Ilmu teologi dan dogma tidak membatasi ilmu pengetahuan
7.    Memberfungsikan pendidikan bagi Negara
8.    Pelembagaan sekolah sebagai tujuan pendidikan sectarian dan indoktrinasi politik
Hasil dari asimilasi oleh cendekiawan Muslim diatas menjadikan pendidikan Muslim itu sendiri mempunyai ciri khas tersendiri. Oleh karena itu, diantara sifat dan ruang lingkup pendidikan Muslim adalah sebagai berikut :
a.    Tujuan pendidikan Muslim, meliputi tujuan keagamaan dan tujuan keduniaan (sekular).
Tujuan keagamaan diantaranya berdasarkan pada, Qur’an sebagai sumber pengetahuan, landasan ruhaniyyah dalam pendidikan, tawakkal kepada Allah Swt, akhlak agama, menomorduakan matakuliah sekular dari pada mata kuliah agama, manusia adalah sederajat dihadapan Allah Swt dan manusia, meninggikan Muhammad Saw diatas seluruh para nabi, mempercayai enam rukun Iman dan mempercayai serta mengamalkan perintah-perintah agama, termasuk pengakuan keimanan. Sedangkan tujuan keduniaan, diantaranya dapat memaknai pentingnya keduniaan berdasarkan sabda Nabi Saw berikut ini, “yang terbaik diantara kalian bukanlah yang melalaikan dunianya untuk mengejar akhirat, atau melalaikan akhirat karena mengejar dunia. Yang terbaik diantara kalian adalah yang berusaha untuk mencari keduanya.
b.     Organisasi pendidikan Muslim, meliputi Halaqah, pembelajaran dengan posisi duduk melingkar dan guru berada ditengahnya. Maktab atau Kuttab, merupakan tempat untuk belajar membaca atau menulis yang dilaksanakan di rumah guru atau dikenal dengan sekolah menulis dan gurunya disebut Muallim. Sekolah Istana, sebagaimana Maktab, sekolah istana dilaksanakan di Istana kerajaan dan gurunya disebut mu’addib. Sekolah Masjid, sekolah Muslim paling khas dan paling lama. Sekolah Kedai Buku, yaitu rumah pribadi guru yang digunakan pembelajaran (privat). Salon Sastra, sebagaimana Kedai Buku, Salon Sastra berfungsi sama sebagai tempat bertukar pikiran tentang sastra dan ilmu pengetahuan. Madrasah, yakni pendidikan sekolah untuk Umum. Pelajaran yang diberikan ditempat-tempat diatas masih terbatas, jadi pendirian madrasah supaya luas cakupannya. Universitas, pendirian universitas merupakan puncak kejayaan Muslim yang dalam hal ini berhasil mendirikan Universitas Nizamiyyah.
c.    Kurikulum Sekolah-sekolah Muslim, diantara mata pelajaran yang diajarkan matematika (aljabar, trigonometri dan geometri), sains (kimia, fisika dan astronomi), ilmu kedokteran (anatomi, pembedahan, farmasi, dan cabang ilmu kedoteran khusus), filsafat (logika, etika dan metafisika), kesusastraan (filologi, tata bahasa, puisi, dan ilmu persajakan), ilmu-ilmu sosial, sejarah, geografi, disiplin ilmu politik, hukum, sosiologi, psikologi, dan jurisprudensi (fiqih), teologi (perbandingan agama, sejarah agama-agama, studi al Qur’an, tradisi religius (hadits) dan lain sebagainya.
d.   Pendidikan Ilmu Kedokteran Masa Awal Islam, pendidikan ini mengikuti pola dan standar Yunani, seperti Akademi Jundi-Shapur India. Kemudian standar ini ditransfer dan dikembangkan di Baghdad. Usia rata-rata mulai menempuh pendidikan kedokteran antara 15 sampai 17 tahun. Meski demikian, Ibnu Sina memulainya pada usia 11 tahun dan Hunain ibnu Ishaq telah menyelesakan pendidikan dasar kedokterannya ketika berusia 17 tahun.
e.   Guru dalam Pendidikan Muslim, tipe guru ada enam,yaitu mu’allim, mu’addib, mudarris, syaikh, ustad, imam dan para muaiyyid atau asisten guru. Mu’allim julukan bagi guru sekolah dasar, mu’addib sebagai guru dasar dan menengah, mudarris sebagai guru profesional seorang Mu’id atau pembantu (asisten profesor), Syaikh sebagai guru besar (master). Pakaian Guru, selama masa Abbasiyah mengikuti gaya persia, mengenakan tutup kepala persia, celana lebar, “rok, rompi dan jaket”, semuanya ditutup dengan jubah atau aba mantel luar dan taylasan diatas surban. Persatuan Guru, namanya Niqabat (serikat kerja). Bimbingan, setiap guru adalah pembimbing.para ahli teori pendidikan Muslim yang ideal seperti Avicenna dan al Ghazali. Kebebasan akademis, masa keemasan Islam, ilmu pengetahuan dijunjung tinggi dan agama mendorong untuk bebas bertanya.
f.    Metode Pendidikan Muslim, dosen duduk diatas podium pada satu atau dua lapis lingkaran dari para mahasiswa yang duduk sebelumnya. Guru membaca manuskrip, mahasiswa mencatat dan mengajukan pertanyaan. Mahasiswa mengahafal, mengulang-ulang dan mengaplikasikannya.

Pengembangan Pengetahuan Klasik oleh Cendekiawan Muslim
Pengetahuan klasik selama masa Umayyah mengalami kehancuran, beralih ke Abbasiyah justru mengakomodir tradisi-tradisi Persia. Berlangsung dibawah khalifah-khalifah Abbasiyah seperti al Mansyur, Harun al rasyid dan putranya al Ma’mun gencar dilakukan penerjemahan-penerjemahan karya-karya klasik ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani, Syria, Sanskrit dan bahasa Pahlavi kedalam bahasa Arab. Penerjemahan besar-besaran ini kira-kira berlangsung dari tahun 750-900 M. Inilah yang disebut masa abad pencerahan pengetahuan Islam (kawasan) Timur. Pusat penerjemahan awal periode ini terpusat pada Baitul Hikmah (rumah kebijakan) di Baghdad di bawah pemerintahan Khalifah harun al Rasyid. Diantara penerjemah aktif masa ini adalah Abu Sahl Fadhl ibnu Naubakht dan Alan asy Syu’ubi yang berkebangsaan Persia.
Diantara para tokoh Muslim yang berkontribusi kreatif dalam pengembangan pengetahuan klasik antara lain:
1.    Penerjemahan Periode I
a.    Abdullah ibnul Muqaffa (w.142 H), seorang muallaf yangdisebut-sebut seorang Zindiq Zoroastrian, sebagai penerjemah dengan karya Kalila wa Dimna
b.    Ibrahim al Fazari (w.152), penerjemah ahli Astronomi dengan karya Astronomika Hindu, Siddhanta (Sindhind)
c.    Muhammad ibnu Musa al Khawarizmi, penerjemah Muslim ahli Astronomi yang menggabungkan sistem astronomi Yunani dan India
d.   George Bokhtishu, Penerjemah sekaligus dokter Nestorian dari Jundi-Shapur yang juga bekerja sebagai dokter di istana Baghdad untuk al Mansur
e.    Isa ibnu Thakerbohkt, penerjemah sekaligus sebagai dokter Nestorian pengikut Bokhtishu yang juga dokter istana ahli terapetik
f.     Gabriel Bokhtishu (w.175) penerjemah ahli ilmu kedokteran dan filsafat bekerja di istana Harun al Rasyid yang menulis buku pengantar dalam logika, sebuah buku pengantar ilmu kedokteran berdasarkan Galen
2.    Penerjemahan Periode II
a. John Bar Maserjoye, penerjemah sekaligus dokter Yahudi-Syria dan seorang kepala sekolah kedokteran di Baghdad yang menerjemahkan Syntagma karya Aaron ke dalam bahasa Syria
b. Abu Bakr Muhammad ibnu Zakaiyya al Razi, (w.antara 311 dan 320), ahli filsafat ilmu kedokteran, musik, sastra, medical pandect, dan sebagainya.
c.    Al Ma’mun, khalifah dari Baghdad yang mendirikan Baitul Hikmah
d. Yahya ibnu Masawaih (w.243 H), penerjemah sekaligus kepala Baitul Hikmah yang pertama, ahli ilmu kedokteran yang menulis risalah demam, diterjemahkan kedalam bahasa Latin dan Hebrew
e.  Abu Zayd Hunayn ibnu Ishaq al Ibadi (w.264 H), dokter Nestorian ahli Matematika, penerjemah dari bahasa Euclid ke bahasa Arab dan menerjemahkan karya-karya Plato dan Aristoteles
f.     Ishaq Hunayn, putra al Ibadi ahli filsafat dan ilmu kedokteran, penerjemah bahasa Sophist Plato ke bahasa Arab, metafisika dan Hermenetika karya Aristoteles

Kontribusi Hasil Ilmu Pengetahuan Klasik Institusi-institusi Pendidikan Eropa Barat
Hasil dari penerjemahan karya-karya Muslim bersifat revolusioner atas kurikulum Eropa Barat. Terutama apda konstruksi dan perluasan kurikulum pada sekolah-sekolah, seperti bidang Matematika, kedokteran, astronomi, filologi, fisika, ilmu kimia, geografi, sejarah, ,usik,teologi dan filsafat. Sebuah tranformasi kurikuler yang sudah pasti dilaksanakan oleh berbagai universitas-universitas.
Diantara kontribusi hasil ilmu pengetahuan klasik adalah sebagai berikut:
1.    Melalui abad keduabelas dan sebagian abad ketigabelas, karya-karya Muslim tentang Sains, Filsafat, dan bidang-bidang lain telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, terutama dari bahasa Spanyol dan memperkaya kurikulum Barat, khususnya di Eropa Barat Laut.
2.    Orang-orang Muslim, telah memberi kepada Barat, metode esperimental, sekalipun masih kurang sempurna
3.    Sistem notasi dan decimal Arab telah diperkenalkan kepada Barat
4.    Karya-karya terjemahan mereka, terutama dari orang-orang seperti Avicenna dalam ilmu kedokteran, sudah digunakan sebagai teks (kuliah) di dalam kelas-kelas Sekolah Tinggi, jauh ke dalam pertengahan abad ketujuhbelas
5.    Para cendekiawan Muslim merangsang pemikiran-pemikiran orang-orang Eropa, dipelajari kembali hal itu dengan kebudayaan-kebudayaan klasik dan lainnya, sehingga membantu menghasilkan (abad) Renaisans
6.    Para cendekiawan Muslim adalah perintis Universitas-universitas Eropa, mereka telah mendirikan ratusan sekolah tinggi sebelum Eropa
7.    Para cendekiawan Muslim memelihara pemikiran Greco-Persian ketika Eropa bersikap tidak toleran terhadap kebudayaan-kebudayaan Pagan
8.    Mahasiswa-mahasiswa Eropa di dalam Universitas Muslim membawa kembali (ke negaranya) metode-metode baru tentang pengajaran
9.    Para cendekiawan Muslim telah member kontribusi tentang pengetahuan rumah sakit-rumah sakit, sanitasi dan makanan kepada Eropa.
Berikut akan kami rangkum hasil ilmu pengetahuan Muslim yang menjadi rujukan di sekolah-sekolah Eropa barat.
a.    17 karya berbagai bidang ilmu yang berbeda
b.    45 karya tentang pendidikan
c.    124 penulis beserta karya-karyanya dalam bidang Astronomi dan Matematika
d.   9 penulis beserta karya-karyanya dalam bidang Kimia
e.    47 penulis beserta karya-karyanya dalam bidang Geografi
f.     86 penulis beserta karya-karyanya dalam bidang Sejarah
g.    79 penulis beserta karya-karyanya dalam bidang Kedokteran
h.    6 penulis beserta karya-karyanya dalam bidang Musik
i.      20 penulis beserta karya-karyanya dalam bidang Ilmu Pengetahuan Alam
j.      24 penulis beserta karya-karyanya dalam bidang Filologi
k.    75 penulis beserta karya-karyanya dalam bidang Filsafat
l.      6 penulis beserta karya-karyanya dalam bidang Fisika dan teknologi
m.  21 penulis beserta karya-karyanya dalam bidang Sosiologi dan Hukum
n.    31 penulis beserta karya-karyanya dalam bidang Sufisme

Memang benar adanya bahwa hampir seluruh abad ke-16 masih tetap menggunakan beberapa terjemahan Muslim dan Yunani, serta kurikulum ilmu kedokteran dan Vienna dan Frankfurt tetap tergantung kepada karya-karya Rhazes dan Avicenna. Mereka tetap bersikeras dan mengambil terjemahan-terjemahan baru dari karya-karya ilmu kedokteran Muslim. Pengetahuan Muslim telah berjasa pada sekolah-sekolah latin selama kurang lebih 500 tahun dan apa yang telah diberikannya tersebut membangkitkan semangat ilmu pengetahuan Barat sampai akhirnya muncullah masa Renaisans.
Selamat Membaca