Kamis, 22 Maret 2018

MENGAPA ORANG DIKATAKAN "TEGA"?

                                             Oleh : Miftahudin
Ingin dihargai, dihormati dan tidak diremehkan merupakan kebutuhan kita dalam bersosial di masyarakat. Menghargai, menghormati dan memuliakan orang lain itu juga merupakan keharusan yang wajib kita lakukan. Jika ingin dihargai, maka hargailah orang lain dahulu. Jika ingin dihormati, maka hormatilah orang lain dahulu. Dan jika ingin tidak disepelekan, maka jadilah orang yang jujur. Kejujuran adalah mahkota jiwa paling berharga. Tanpanya apalah artinya sebuah kehidupan ini.  Meski demikian, terkadang kebaikan sering disalah artikan. Klaim-klaim yang tidak benar, dengan bebasnya bersarang di kehidupan kita. Barangkali inilah yang disebut “tega”. Tega dalam arti bersikap dan berperilaku di luar nilai-nilai kemanusiaan.

Dalam rangka menghargai dan menghormati orang lain, tentu tak semudah yang kita bayangkan. Banyak dinamika yang akan terjadi untuk menguji kepercayaan kita terhadap orang lain. Ujian tersebut salah satunya adalah salah penilaian. Penilaian kita ini hanya ada 2 jawaban, yakni benar atau salah. Jika benar, maka penilaian kita cermat. Tentu ini dengan pembuktian yang benar. Jika itu salah, maka penilaian kita kurang cermat. Dan kita telah salah sangka terhadapnya. Salah sangka tersebut jika diikuti perbuatan fisik, maka itu dzalim atau dalam bahasa lain, “si A sudah “tega” sama si B dengan menuduhnya sebagai pencuri, padahal dia hanya lewat di jalan itu”. Dengan demikian, apa yang kita sampaikan jika orang lain mendengar, adalah fitnah. Maka, hati-hatilah dalam bersangka.
Di dunia ini, ada 2 makna konotatif yang saling berlawanan satu sama lain. Baik dan buruk, benar dan salah, jujur dan bohong, bersih dan kotor, syurga dan neraka, dan lain sebagainya. Begitu pula dengan sikap dan perilaku kita sehari-hari. Jika dinilai, yaaa antara 2 makna di atas. Misalnya, kita menilai orang dalam lingkaran jujur atau bohong. Yang akan kita dapatkan adalah karakter orang tersebut dibawah ini:

A. Dari sudut yang dinilai
1.    Orang jujur berkata jujur
Karakter ini yang harus kita lakukan. Berkatalah jujur, meski itu pahit. Kejujuran yang akan membawa ketenangan hati, kenyamanan dalam bertindak dan kedamaian dalam bersosial. Memang tidak mudah, untuk selalu jujur  dalam segala hal, apapun itu. Sekali lagi, tidak mudah. Namun, Allah SWT senantiasa memberikan kepercayaan kepada untuk selalu berusaha-berusaha dan berusaha. Maka, tidak ada kata lain, kecuali mari kita selalu berusaha jujur. Jujur itu tenang, jujur itu nyaman, jujur itu damai, jujur itu sejahtera, jujur itu syurga.

2.    Orang jujur berkata bohong
Karakter ini saya pikir aneh, tapi fakta dan terkadang terjadi di sekeliling kita. Masing-masing orang punya alasan masing-masing, dan saya tidak berani menyalahkan atau membenarkannya. Misalnya, handphone istri Andi rusak. Andi pun berniat membelikannya. Andi tahu kalau HP istrinya yang rusak itu tidak bagus, maka niat Andi membelikan HP istrinya tersebut dengan HP yang lebih bagus dari sebelumnya. Namun, niat ini terhalang dengan karakter istri yang pola pikirnya ekonomis. Maka, Andi tetap membelikan HP dengan yang lebih bagus, tetapi dengan mengurangi harga belinya. Tujuan Andi adalah untuk meredam supaya istrinya tersebut tidak marah. Supaya senyum bahagianya lebar tanpa terkurang sedikitpun. HP yang dibeli Andi harga Rp. 1.300.000, tetapi dalam kwitansinya diminta diisi hanya 1.000.000 saja. Andi tetap membayar sesuai harga, tetapi diturunkan harganya didepan istri. Demikian, saya katakan ini pengorbanan Andi, buka kebohongan Andi. Andi lebih baik menolak madlorot, dan tetap membuat istri bahagia. Kalau menurut Anda tidak, ya silahkan.


3.    Orang bohong berkata jujur
Aneh, batasan kejujuran dan kebohongan dalam hal ini semakin kabur. Saya pikir ini, kebohongan tingkat tinggi. Bayangkan, bagaimana kita menganggap seseorang yang sudah terbiasa berbohong, tetapi pengungkapannya dengan cara jujur. Kita tetap menggunakan dasar praduga tak bersalah, atau dengan bahasa lain saya katakan tidak ada pembohong di dunia ini. Namun, sebelum ada bukti nyata yang menunjukkan kebohongan itu. Misal, contoh sederhana saat ibu bertanya kepada anak anaknya dengan pertanyaan semacam ini, “Nak, Pekerjaan Rumahnya sudah dikerjakan”. Dengan tegas anak-anak kita menjawab, “aku sudah mengerjakan Matematika Bu. Soalnya tidak mudah, tapi aku bisa bu”. Jawabnya. Nah, jawaban anak, sebenarnya belum menjawab pertanyaan ibu tadi. Bisa jadi anak tersebut sudah mengerjakan PR, bisa jadi juga belum. Anak dengan kemampuannya sendiri ingin menutupi Prnya yang belum dikerjakan, tetapi ia menjawab dengan jawaban yang tidak salah. Bis ajadi anak tersebut, siang atau sore harinya memamg betul-betul sudah mengerjakan soal Matematika. Meski Prnya dikehendaki sebenarnya bukan Matematika. Nah, pola orang bohong berkata jujur seperti ini biasanya dilakukan oleh para politisi-politisi kita.


4.    Orang bohong berkata bohong
Orang bohong cenderung menutup kebohongannya. Orang bohong tidak suka apa yang ditutupi itu diketahui oleh orang lain. Sehingga dia melakukan cara apapun untuk menutupinya. Dalam terminologi psikologis, saya katakan bahwa seseorang yang sekali saja berbohong, maka ia akan berbohong untuk kedua kali dan seterusnya sampai apa yang ditutupinya itu tersimpan rapat-rapat. Karakter seperti ini justru umum dilakukan oleh orang yang bohong. Orang bohong biasanya bohong dalam perkataannya. Meski bahagaimanapun, kita tidak boleh menjustice bahwa seseorang tersebut sebagai pembohong.

B.    Dari sudut penilai
1.    Orang jujur disangka bohong
Saya pikir berbahaya jika persangkaan seperti ini dilakukan. Bayangkan, orang yang sudah berkata jujur tapi tetap disangka bohong. Jika hanya sekali atau dua kali memberi pernyataan jujur, tetap saja disangka dibohong. Bahkan mungkin sampai berkali-kali tetap disangka bohong, ini bagaimana? Contoh seperti ini banyak terjadi di pengadilan. Bagaimana jika si Hakim tidak sabar mengadili terdakwa, meski bukti yang dikumpulkan belum kuat, tetapi sudah diambil keputusan, bahwa terdakwa adalah yang bersalah. Tentu hal semacam ini menyalahi ketentuan hukum yang berlaku. Terus bagaimana? Ya proses pembuktian harus terus dilanjutkan sampai minimal bisa membuktikan kesalahannya dengan 2 alat bukti. Jadi, berhati-hatilah dengan sebuah persangkaan. Persangkaan kita terhadap seseorang mempengaruhi sikap dan perilaku kita kepadanya. Apa yang kita pikir, sangat mempengaruhi apa yang kita ucapkan. Apa yang kita ucapkan, mempengaruhi apa yang kita lakukan. Apa yang kita lakukan itu adalah representase dari persangkaan kita.
2.    Orang bohong disangka jujur
Karakter yang seperti ini juga berbahaya. Yang ketiga ini kebalikan dari yang pertama. Orang jujur disangka bohong, sebaliknya orang bohong disangka jujur. Faktanya, perilaku-perilaku bohong bukan hanya ditunjukkan oleh orang suka bohong, melainkan orang jujur saja terkadang bohong. Selalu jujur, juga belum tentu tidak pernah berbohong. Jadi, sekali bohong disangka jujur. Fenomena semacam ini kerapkali terjadi juga pada ranah perpolitikan di tanah air. Tokoh yang selama ini dikenal dengan kejujurannya, kampanye dengan program-programnya yang luar biasa, tiba-tiba terciduk oleh KPK dengan nilai korupsi hingga ratusan juta rupiah. Kita harus berterimakasih dengan KPK karena telah berhasil mengungkap praktik-praktik kotor tersebut. Jika tidak KPK, orang-orang bohong berkerah putih akan terus menggerogoti uang rakyat yang seharusnya menjadi haknya.

Nah, mengapa saya buat 2 kategori? Tak lain karena kita harus memisahkan antara persangkaan dan realitas, firasat dengan fakta. Bahkan fakta sendiri itu juga harus bisa mengungkap kenyataan yang benar-benar terjadi, bukan hanya fakta persangkaan. Jika fakta persangkaan, maka itu bukan fakta, melainkan firasat. Jangan sampai salah diagnosa dalam memutuskan suatu masalah.

Dalam memutuskan suatu masalah harus mengacu pada kaidah-kaidah kebenaran. Kebenaran yang bagaimana? Meski tidak ada kebenaran absolut,  apalagi kebenaran firasat. Yang ada hanya kebenaran empiris atau kebenaran ilmiah. Ini pun masih kita katakan tidak absolut, mengapa? Karena kebenaran hanya milik Allah SWT. Jadi, bayangkan jika pengambil keputusan ini menggunakan kebenaran firasat sebagai dasar berpikirnya, maka bisa kita bayangkan apa yang akan terjadi. Pengambil keputusan jika berlandaskan pola pikir seperti ini akan membawa pada permasalahan baru, bukan menyelesaikan masalah.

Jadi, mengapa orang bisa dikatakan tega dalam hal ini adalah orang yang menilai bohong orang jujur dan orang jujur disangka bohong. Saya pikir ini bukan masalah sepele karena ada karakter yang dimatikan disana. Karakter jujur dimatikan, karakter bohong yang dikedepankan. Orang bohong seolah-olah jujur dan sebaliknya orang jujur disangka bohong. Mungkin saja, inilah yang disebut pembunuhan karakter. Karakter yang sebenarnya ditutup-tutupi dengan karakter sangkaan yang dialamatkan padanya. Semoga kita terhindar dari persangkaan-persangkaan yang demikian ini.


Selamat Membaca

Minggu, 18 Maret 2018

KEUTAMAAN PUASA SUNNAH BULAN RAJAB


Alhamdulillah, sebentar lagi akan datang hari yang sangat mulia sekali, yakni tanggal 1 Rajab. Nama lain Bulan Rajab adalah Syahrullah, Syahrul istighfar, Syahrul 'Ashom atau Syahrul 'Ashob. Pada tahun 2018 ini, tanggal 1 Rajab jatuh pada Hari Senin, 19 Maret 2018.

Amalan - Amalanipun :;

1). Baca


ูَู‚ُู„ْุชُ ุงุณْุชَุบْูِุฑُูˆุง ุฑَุจَّูƒُู…ْ ุฅِู†َّู‡ُ ูƒَุงู†َ ุบَูَّุงุฑًุง ูŠُุฑْุณِู„ِ ุงู„ุณَّู…َุงุกَ ุนَู„َูŠْูƒُู…ْ ู…ِุฏْุฑَุงุฑًุง ูˆَูŠُู…ْุฏِุฏْูƒُู…ْ ุจِุฃَู…ْูˆَุงู„ٍ ูˆَุจَู†ِูŠู†َ ูˆَูŠَุฌْุนَู„ْ ู„َูƒُู…ْ ุฌَู†َّุงุชٍ ูˆَูŠَุฌْุนَู„ْ ู„َูƒُู…ْ ุฃَู†ْู‡َุงุฑًุง


ุฑَุจِّ ุงุบْูِุฑْู„ِูŠْ ูˆَุงุฑْุญَู…ْู†ِูŠْ ูˆَุชُุจْ ุนَู„َูŠَّ   × ูงู 


(Dibaca 70 kali setelah Shalat Subuh & Maghrib dalam posisi masih Duduk Takhiyat Akhir)


(Amaliyah Ijazah Guru Mulia Almaghfurlah KH. Muhammad Anwar Basya Bin Abu Bakar Asnawi)


Fadhilah :
Barang siapa yang membaca Doa ini selama bulan Rojab maka ia tidak akan tersentuh api neraka, Diampuni dosa - dosanya oleh Allah SWT sebanyak apapun & Akan memperoleh welas asih kasih sayang Allah SWT...


2). Puasa 10 hari awal bulan ( tgl 1 sampai 10 Rajab) Terutama 3 Hari Awal Bulan


(Amaliyah Ijazah Guru Mulia Almaghfurlah KH. Muhammad Anwar Basya Bin Abu Bakar Asnawi)


Fadhilah :

- Barang siapa Puasa 1 Hari (hari pertama) Karena Allah SWT dan Iman,

maka dapat menebus Dosa (kafaroh) selama 3 Tahun..

Dan dapat dipastikan keridhaan Allah SWT yang besar padanya serta akan diberi pahala orang ibadah seumur hidup (paginya puasa & malamnya Ibadah)


- Bila Puasa 2 hari :

maka dapat menebus dosa selama 2 tahun..

Dan akan diberi pahala yang sangat banyak & besar sampai ahli langit dan bumi tidak bisa menghitungnya


- Bila Puasa 3 hari :

maka dapat menebus dosa selama 1 Tahun..

Dan akan diselamatkan dari malapetaka (Balak) dunia & siksa Akhirat..

Dan akan terbebas dari penyakit gila, kusta sejenisnya serta dari ancaman Dajjal


- Bila puasa hari ke 4 dan seterusnya :

maka dapat menebus dosa selama 1 bulan..


- Bila Puasa 7 hari :

maka tertutuplah baginya 7 pintu neraka jahanam sehingga tidak akan masuk kedalamnya..


- Bila Puasa 8 Hari :

maka terbukalah 8 pintu surga sehingga dapat masuk kedalamnya..


- Bila Puasa 10 :

maka segala permohonannya akan dikabulkan Allah SWT..


- Bila Puasa setengah Bulan :

Maka diampuni dosa-dosa terdahulu amal buruknya diganti dengan amal baik..

...


3). Perbanyak baca Istighfar terutama SAYYIDUL ISTIGHFAR


ุงَู„ู„َّู‡ُู…َّ ุฃَู†ْุชَ ุฑَุจِّูŠْ ู„ุงَ ุฅِู„َู€ู‡َ ุฅِู„ุงَّ ุฃَู†ْุชَ، ุฎَู„َู‚ْุชَู†ِูŠْ ูˆَุฃَู†َุง ุนَุจْุฏُูƒَ، ูˆَุฃَู†َุง ุนَู„َู‰ ุนَู‡ْุฏِูƒَ ูˆَูˆَุนْุฏِูƒَ ู…َุง ุงุณْุชَุทَุนْุชُ، ุฃَุนُูˆْุฐُ ุจِูƒَ ู…ِู†ْ ุดَุฑِّ ู…َุง ุตَู†َุนْุชُ، ุฃَุจُูˆْุกُ ู„َูƒَ ุจِู†ِุนْู…َุชِูƒَ ุนَู„َูŠَّ، ูˆَุฃَุจُูˆْุกُ ุจِุฐَู†ْุจِูŠْ ูَุงุบْูِุฑْ ู„ِูŠْ ูَุฅِู†َّู‡ُ ู„ุงَ ูŠَุบْูِุฑُ ุงู„ุฐُّู†ُูˆْุจَ ุฅِู„ุงَّ ุฃَู†ْุชَ


(Amaliyah Ijazah Guru Mulia Almaghfurlah KH. Muhammad Anwar Basya Bin Abu Bakar Asnawi)


Fadhilah

- Barang siapa baca di waktu sore lalu ia wafat dimalam itu, maka ia masuk surga

Dan bila di baca di pagi hari lalu ia wafat di hari itu maka ia masuk surga..

...


4). Perbanyak baca Doa


ุงَู„ู„ّٰู‡ُู…َّ ุจَุงุฑِูƒْ ู„َู†َุง ูِูŠ ุฑَุฌَุจَ ูˆَุดَุนْุจَุงู†َ ูˆَุจَู„ِّุบْู†َุง ุฑَู…َุถَุงู†َ ูˆَุงَุนِู†َّุง ุนَู„َู‰ ุงู„ุตِّูŠَุงู…ِ ูˆَุงู„ْู‚ِูŠَุงู…ِ


(Amaliyah Ijazah Guru Mulia AlHabib Abdul Qodir Bin Ali Bin Al Imamul Qutb Ghoust AlHabib Abu Bakar Assegaf Gresik)


Fadhilah

- Barang siapa yang mau membaca Doa tersebut, maka akan diberi Barokah Rizkinya, Umurnya, Anak keturunannya dan Diampuni dosa-dosanya, diterima amal ibadahnya serta mendapat Rahmat keridhoan Allah SWT..

...


5). Baca


ุณُุจْุญَุงู†َ ุงู„ู„ّٰู‡ِ ุงู„ْุญَูŠِّ ุงู„ْู‚َูŠُّูˆู…ْ   × ูกู ู 


(Dibaca pagi sore 100 kali mulai Tanggal 1 sampai 10 Rajab)



ุณُุจْุญَุงู†َ ุงู„ู„ّٰู‡ِ ุงู„ْุงَุٔญَุฏِ ุงู„ุตَّู…َุฏْ   × ูกู ู 


(Dibaca pagi sore 100 kali mulai Tanggal 11 sampai 20 Rajab)



ุณُุจْุญَุงู†َ ุงู„ู„ّٰู‡ِ ุงู„ุฑَّุคُูˆูْ   × ูกู ู 


(Dibaca pagi sore 100 kali mulai Tanggal 21 sampai 30 Rajab)


(Amaliyah Ijazah Guru Mulia AlHabib Abdul Qodir Bin Ali Bin Al Imamul Qutb Ghoust AlHabib Abu Bakar Assegaf Gresik)


Fadhilah

- Barang siapa yang mau mengamalkanya maka akan diberi pahala yang tidak bisa disifati karena sangat banyaknya..


6). Baca


ุงَุญْู…َุฏُ ุฑَุณُูˆْู„ُ ุงู„ู„ّٰู‡ِ ، ู…ُุญَู…َّุฏٌ ุฑَุณُูˆْู„ُ ุงู„ู„ّٰู‡ِ    × ูฃูฅ


(Dibaca 35 Kali pada hari Jum'at terakhir bulan Rojab saat Khotib diatas mimbar)


(Amaliyah Ijazah Guru Mulia AlHabib Ahmad Bin Abu Bakar Bin Ali Bin Al Imamul Qutb Ghoust AlHabib Abu Bakar Assegaf Gresik)


Fadhilah

- Barang siapa yang mengamalkannya, maka tidak akan terputus uang di tangannya ditahun itu (Diberi kejembaran Rizki uang)

...


7) perbanyak baca ISTIGHFAR RAJAB


ุจِุณْู…ِ ุงู„ู„ّٰู‡ِ ุงู„ุฑَّุญْู…ู†ِ ุงู„ุฑَّุญِูŠْู…ِ


ุงَุณْุชَุบْูِุฑُุงู„ู„ّٰู‡َ ุงْู„ุนَุธِูŠْู…َ  ูฃ×

ุงَู„َّุฐِูŠْ ู„ุขุงِู„َู‡َ ุงِู„ุงَّ ู‡ُูˆَุงْู„ุญَูŠُّ ุงْู„ู‚َูŠُّูˆْู…ُ ูˆَุงَุชُูˆْุจُ ุงِู„َูŠْู‡ِ

ู…ِู†ْ ุฌَู…ِูŠْุนِ ุงْู„ู…َุนَุงุตِูŠْ ูˆَุงู„ุฐُّู†ُูˆْุจِ، ูˆَุงَุชُูˆْุจُ ุงِู„َูŠْู‡ِ ู…ِู†ْ ุฌَู…ِูŠْุนِ ู…َุงูƒَุฑِู‡َ ุงู„ู„ّٰู‡ُ ู‚َูˆْู„ุงً ูˆَูِุนْู„ุงً ูˆَุณَู…ْุนًุง ูˆَุจَุตَุฑًุง ูˆَّุญَุงุถِุฑًุง،


ุงَู„ู„َّู‡ُู…َّ ุงِู†ِّูŠْ ุงَุณْุชَุบْูِุฑُูƒَ ู„ِู…َุง ู‚َุฏَّู…ْุชُ ูˆَู…َุงุงَุฎَุฑْุชُ ูˆَู…َุงุงَุณْุฑَูْุชُ ูˆَู…َุงุงَุณْุฑَุฑْุชُ ูˆَู…َุงุงَุนْู„َู†ْุชُ ูˆَู…َุงุงَู†ْุชَ ุงَุนْู„َู…ُ ุจِู‡ِ ู…ِู†ِّูŠْ ุงَู†ْุชَ ุงْู„ู…ُู‚َุฏِّู…ُ ูˆَุงَู†ْุชَ ุงْู„ู…ُุคَุฎِّุฑُ ูˆَุงَู†ْุชَ ุนَู„َู‰ ูƒُู„ِّ ุดَูŠْุฆٍ ู‚َุฏِูŠْุฑٌ،


ุงَู„ู„َّู‡ُู…َّ ุงِู†ِّูŠْ ุงَุณْุชَุบْูِุฑُูƒَ ู…ِู†ْ ูƒُู„ِّ ุฐَู†ْุจٍ ุชُุจْุชُ ุงِู„َูŠْูƒَ ู…ِู†ْู‡ُ ุซُู…َّ ุนُุฏْุชُ ูِูŠْู‡ِ،


ูˆَุงَุณْุชَุบْูِุฑُูƒَ ุจِู…َุงุงَุฑَุฏْุชُ ุจِู‡ ูˆَุฌْู‡َูƒَ ุงْู„ูƒَุฑِูŠْู…َ ูَุฎَุงู„َุทْุชُู‡ُ ุจِู…َุงู„َูŠْุณَ ู„َูƒَ ุจِู‡ِ ุฑِุถًู‰،


ูˆَุงَุณْุชَุบْูِุฑُูƒَ ุจِู…َุง ูˆَุนَุฏْุชُูƒَ ุจِู‡ ู†َูْุณِูŠْ ุซُู…َّ ุงَุฎْู„َูْุชُูƒَ،


ูˆَุงَุณْุชَุบْูِุฑُูƒَ ุจِู…َุงุฏَุนَุงู„ِูŠْ ุงِู„َูŠْู‡ِ ุงْู„ู‡َูˆَู‰ ู…ِู†ْ ู‚َุจْู„ِ ุงْู„ุฑُّุฎَุตِ ู…ِู…َّุงุงุดْุชَุจَู‡َ ุนَู„َูŠَّ ูˆَู‡ُูˆَุนِู†ْุฏَูƒَ ู…َุญْุธُูˆْุฑٌ،


ูˆَุงَุณْุชَุบْูِุฑُูƒَ ู…ِู†َ ุงู„ู†ِّุนَู…ِ ุงู„َّุชِูŠْ ุงَู†ْุนَู…ْุชَ ุจِู‡َุงุนَู„َูŠَّ ูَุตَุฑَูْุชُู‡َุง ูˆَุชَู‚َูˆَّูŠْุชُ ุจِู‡َุงุนَู„َู‰ ุงْู„ู…َุนَุงุตِูŠْ،


ูˆَุงَุณْุชَุบْูِุฑُูƒَ ู…ِู†َ ุงู„ุฐُّู†ُูˆْุจِ ุงู„َّุชِูŠْ ู„ุงَูŠَุบْูِุฑُู‡َุง ุบَูŠْุฑُูƒَ ูˆَู„ุงَูŠَุทَّู„ِุนُ ุนَู„َูŠْู‡َุงุงَุญَุฏٌ ุณِูˆَุงูƒَ ูˆَู„ุงَูŠَุณَุนُู‡َุง ุงِู„ุงَّ ุฑَุญْู…َุชُูƒَ ูˆَุญِู„ْู…ُูƒَ ูˆَู„ุงَูŠُู†ْุฌِูŠْ ู…ِู†ْู‡َุงุงِู„ุงَّ ุนَูْูˆُูƒَ،


ูˆَุงَุณْุชَุบْูِุฑُูƒَ ู…ِู†ْ ูƒُู„ِّ ูŠَู…ِูŠْู†ٍ ุญَู„َูْุชُ ุจِู‡َุง ูَุญَู†َุซْุชُ ูِูŠْู‡َุง ูˆَุงَู†َุงุนِู†ْุฏَูƒَ ู…َุฃْุฎُูˆْุฐٌ ุจِู‡َุง،


ูˆَุงَุณْุชَุบْูِุฑُูƒَ ูŠَุงู„ุงَุงِู„َู‡َ ุงِู„ุงَّ ุงَู†ْุชَ ุณُุจْุญَุงู†َูƒَ ุงِู†ِّูŠْ ูƒُู†ْุชُ ู…ِู†َ ุงู„ุธَّุงู„ِู…ِูŠْู†َ،


ูˆَุงَุณْุชَุบْูِุฑُูƒَ ูŠَุงู„ุงَุงِู„َู‡َ ุงِู„ุงَّ ุงَู†ْุชَ ุนَุงู„ِู…ُ ุงْู„ุบَูŠْุจِ ูˆَุงู„ุดَّู‡َุงุฏَุฉِ ู…ِู†ْ ูƒُู„ِّ ุดَูŠِّุฆَุฉٍ ุนَู…ِู„ْุชُู‡َุง ูِู‰ ุจَูŠَุงุถِ ุงู„ู†َّู‡َุงุฑِูˆَุณَูˆَุงุฏِ ุงู„َّูŠْู„ِ ูِู‰ ู…َู„ุงَุกٍ ูˆَุฎَู„ุงَุกٍ ูˆَุณِุฑٍّ ูˆَุนَู„ุงَู†ِูŠَุฉٍ ูˆَุงَู†ْุชَ ุงِู„َูŠَّ ู†َุงุธِุฑٌ ุงِุฐَุงุฑْุชَูƒَุจْุชُู‡َุง ุชَุฑَู‰ ู…َุขุงَุชَูŠْุชُู‡ُ ู…ِู†َ ุงْู„ุนِุตْูŠَุงู†ِ ุจِู‡ِ ุนَู…ْุฏًุง ุงَูˆْ ุฎَุทَุฃً ุงَูˆْู†ٍุณْูŠَุงู†ًุง ูŠَุงุญَู„ِูŠْู…ُ ูŠَุงูƒَุฑِูŠْู…ُ،


ูˆَุงَุณْุชَุบْูِุฑُูƒَ ูŠَุงู„ุงَุงِู„َู‡َ ุงِู„ุงَّ ุงَู†ْุชَ ุณُุจْุญَุงู†َูƒَ ุงِู†ِّูŠْ ูƒُู†ْุชُ ู…ِู†َ ุงู„ุธَّุงู„ِู…ِูŠْู†َ


ุฑَุจِّ ุงุบْูِุฑْู„ِูŠْ ูˆَุงุฑْุญَู…ْู†ِูŠْ ูˆَุชُุจْ ุนَู„َูŠَّ ูˆَุงَู†ْุชَ ุฎَูŠْุฑُุงู„ุฑَّุงุญِู…ِูŠْู†َ،


ูˆَุงَุณْุชَุบْูِุฑُูƒَ ู…ِู†ْ ูƒُู„ِّ ูَุฑِูŠْุถَุฉٍ ูˆَุฌَุจَุชْ ุนَู„َูŠَّ ูِู‰ ุงَู†َุขุกِ ุงู„َّู„ูŠْู„ِ ูˆَุงَุทْุฑَุงูِ ุงู„ู†َّู‡َุงุฑِ ูَุชَุฑَูƒْุชُู‡َุง ุนَู…ْุฏًุง ุงَูˆْ ุฎَุทَุงًٔ ุงَูˆْู†ِุณِูŠَุงู†ًุง ุงَูˆْ ุชَู‡َุงูˆُู†ًุง ูˆَุงَู†َุง ู…َุณْุฆُูˆْู„ٌ ุจِู‡َุง ูˆَู…ِู†ْ ูƒُู„ِّ ุณُู†َّุฉٍ ู…ِู†ْ ุณُู†َู†ِ ุณَูŠَّุฏِุงْู„ู…ُุฑْุณَู„ِูŠْู†َ ูˆَุฎَุงุชَู…ِ ุงู„ู†َุจِูŠِّูŠْู†َ ู…ُุญَู…َّุฏٍ ูˆَุตَู„َّู‰ ุงู„ู„ّٰู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ


ูَุชَุฑَูƒْุชُู‡َุง ุบَูْู„َุฉً ุงَูˆْุณَู‡ْูˆًุง ุงَูˆْ ุฌَู‡ْู„ุงً ุงَูˆْ ุชَู‡َุงูˆُู†ًุง ู‚َู„َّุชْ ุงَูˆْูƒَุซُุฑَุชْ ูˆَุงَู†َุง ุนَุงุฆِุฏٌ ุจِู‡َุง،


ูˆَุงَุณْุชَุบْูِุฑُูƒَ ูŠَุงู„ุงَุงِู„َู‡َ ุงِู„ุงَّ ุงَู†ْุชَ ูˆَุญْุฏَูƒَ ู„ุงَุดَุฑِูŠْูƒَ ู„َูƒَ ุณُุจْุญَุงู†َูƒَ ุฑَุจَّ ุงْู„ุนَุงู„َู…ِูŠْู†َ ู„َูƒَ ุงْู„ู…ُู„ْูƒُ ูˆَู„َูƒَ ุงْู„ุญَู…ْุฏُ ูˆَู„َูƒَ ุงู„ุดُّูƒْุฑُ ูˆَุงَู†ْุชَ ุญَุณْุจُู†َุง ูˆَู†ِุนْู…َ ุงْู„ูˆَูƒِูŠْู„ُ ู†ِุนْู…َ ุงْู„ู…َูˆْู„َู‰ ูˆَู†ِุนْู…َ ุงู„ู†َّุตِูŠْุฑُ ،


ูˆَู„ุงَุญَูˆْู„َ ูˆَู‚ُูˆَّุฉَ ุงِู„ุงَّุจِุงู„ู„ّٰู‡ِ ุงْู„ุนَู„ِูŠِّ ุงْู„ุนَุธِูŠْู…ِ


ูˆَุตَู„َّู‰ ุงู„ู„ّٰู‡ُ ุนَู„َู‰ ุณَูŠِّุฏِู†َุง ู…ُุญَู…َّุฏٍ ูˆَุขู„ِู‡ِ ูˆَุตَุญْุจِู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ุชَุณْู„ِูŠْู…ًุง ูƒَุซِูŠْุฑًุง


ูˆَุงْู„ุญَู…ْุฏُ ู„ِู„ّٰู‡ِ ุฑَุจِّ ุงْู„ุนَุงู„َู…ِูŠْู†َ


(Amaliyah Ijazah Guru Mulia Almagfurlah KH. Muhammad Anwar Basya Bin Abu Bakar Asnawi)


Fadhilah
- Nabi SAW bersabda : Barang siapa yang membaca Istighfar Rajab, maka akan dibangunkan 80 negeri di surga, setiap negeri mempunyai 80 mahligai, setiap mahligai mempunyai 80 rumah, setiap rumah mempunyai 80 kamar, setiap kamar ada 80 bantal dan setiap bantal 80 bidadari..

- Nabi SAW, juga bersabda kepada sayyidina Ali bin Abi Thalib Ra. : "wahai Ali, tulislah Raja Istighfar ini, karena siapa yang membacanya, atau menyimpan tulisannya didalam rumah, atau pada harta bendanya, atau tulisan itu dibawa kemana saja ia pergi, maka Allah SWT memberi kepadanya pahala 80000 nabi, 80000 shiddiqin, 80000 Malaikat, 80000 orang mati syahid, 80000 orang beribadah Haji Dan pahala membangun 80000 masjid..

- Dan barang siapa yang membacanya sebanyak 4 kali atau 2 kali sepanjang hidupnya, maka akan diampuni dosanya oleh Allah SWT, walaupun ia ditetapkan akan masuk neraka..


Oleh karena itu, sebaiknya ISTIGHFAR RAJAB ini dibaca setiap malam atau siang, agar memperoleh pahala sebesar itu...


Guru Mulia Almaghfurlah KH. Muhammad Anwar Basya Bin Abu Bakar Asnawi menganjurkan untuk membaca ISTIGHFAR RAJAB setelah Shalat malam atau setelah Shalat Dhuha atau sebisanya minimal sehari dibaca Satu kali kapanpun & Dimanapun terutama selama Bulan Rajab..




Selamat Membaca

Sabtu, 17 Maret 2018

ADAKAH "PEMBOHONG" DI DUNIA INI?

Oleh : Miftahudin

Satu sifat yang paling tidak disukai semua orang, salah satunya adalah bohong. Semua pekerjaan yang mengandung unsur tersebut tidak akan sempurna dan biasanya membawa efek negatif, baik yang berbohong maupun yang dibohongi. Yang berbohong kepercayaan padanya akan berkurang, sedangkan yang dibohongi akan tersulut emosionalnya. Namun, apakah benar jika yang berbohong itu kita katakan sebagai pembohong?

Dalam sebuah artikel, Handoko Gani, “suka berbohong = pasti berbohong lagi di masa akan datang” adalah persepsi yang seringkali terjadi di sekeliling kita. Dan persepsi inilah salah satu persepsi yang membuat Anda salah deteksi apakah teman Anda berkata/berperilaku jujur atau bohong”. Tegasnya.
Ia menilai, persepsi bahwa orang yang terbiasa berbohong akan selalu berbohong itu justru akan merusak pemikiran kita terhadapnya. Seolah-olah kita menutup diri tentang informasi yang sebenar-benarnya yang bisa kita gali pengakuannya. Handoko menyebut cara pandang seperti ini bagaikan “hidung pinokio” yang pasti memanjang ketika ia berbohong. Ketika si A yang ngomong, pasti bohong. Ketika si A ngomong nya seperti itu, si A pasti bohong. Kalau disuruh percaya si A atau B yang bohong, pasti si A yang bohong, karena dia sering berbohongSementara kita tahu, kalau cerita Pinokio itu tidak nyata dalam kehidupan sebenarnya. Cerita itu untuk melatih pola pikir anak-anak kita untuk selalu jujur, buka menutup kebenaran bagi orang-orang dewasa seperti kita. 

Sebagai pendidik, saya setiap hari menemui ratusan peserta didik dengan berbagai sikap dan perilakunya. Dengan latar belakang yang berbeda pula, mereka terkadang sudah bisa menutupi apa yang mereka lakukan sebenarnya. Tentu banyak faktor yang mendukung, mengapa peserta didik dengan usia yang masih belia tersebut mampu berbohong. Bahkan dengan orang tua atau gurunya sendiri. Sikap dan perilaku mereka terbentuk atas kondisi keluarga, lingkungan dan pergaulan mereka kesehariannya. Semakin luas pergaulan mereka, maka mereka semakin banyak pula referensi untuk melakukan hal-hal yang mereka inginkan. Mereka sebenarnya tahu apa yang mereka lakukan tidak benar, tahu ada aturan yang mereka langgar dan tahu akan sanksi yang diterima olehnya. Namun, karena banyak referensi sikap yang mereka punya, akhirnya mendorong mereka untuk menutupi kesalahan tersebut.

Kejadian diatas seringkali dialami oleh peserta didik, dan termasuk saya yang seringkali mengalami hal tersebut. Terkadang saya dalam hati, berguman kalau anak tersebut bohongnya sudah tidak terhitung saking banyaknya. Bahkan dengan berat hati saya ingin katakan kalau anak tersebut pembohong. Namun, cepat cepat pikiran ini saya hapus dan terus mencari sisi positifnya supaya do’a baik saya selalu menyertainya untk menjadi anak yang sholeh.  

Suatu ketika, ada pendidik dari Sekolah tetangga, sebutlah Pak A, yang datang ke sekolah kami dengan membawa secarik kertas yang bertuliskan 4 nama. Beliau mengungkapkan apa tujuan datang ke sekolah kami, dengan bahasa yang agak menggebu-gebu, beliau ingin dipanggilkan dengan anak-anak berikut. Beliau sebut satu persatu anak yang dimaksud. Hampir saja beliau lupa saking semangat, alasan minta dipanggilkan anak tersebut karena apa. Untung saja sayang ingatkan. Namun, sejujurnya sebelum beiau menyebutkan nama, saya sudah menebak pasti anak-anak saya “yang itu”, yang sering berbohong dan bermasalah. Ternyata benar yang dimaksud adalah anak-anak tersebut. 

Dengan nada yang agak tinggi, beliau menyampaikan bahwa keempat anak tersebut telah melakukan hal-hal yang tidak baik terhadap anak didiknya. Karena kejadian ini dianggap tidak sekali ataupun dua kali, maka beliau beranika diri datang ke sekolah. Dan atas pernyataan beliau, saya tidak bisa langsung memanggil anak tersebut sebelum saya tahu pasti kejadian yang sebenarnya. Saya pun memenaggil mereka, tapi di ruang sebelah. Saya tanya mereka sesuai asumsi dari Pak A, ternyata mereka tidak mengakui. Saya tanya lagi, mereka juga tidak mau mengakuinya. Pertanyaan saya yang ketiga dan keempat pun sama tidak ada yang mengakuinya. Saya tahu mereka punya kebiasaan berkata tidak jujur. Saya pun saat itu belum percaya sepenuhnya. Akhirnya, saya pun mengajak anak anak tersebut langsung menemui Pak A yang mencarinya. Pak A pun langsung menenayakan perihal kenapa melakukan hal yang tidak baik kepada anak didiknya yang bernama B. Satu persatu anak didik saya menjawab, dan tidak satu pun yang mengakuinya. Di tanya sekali lagi, jawabannya sama. Dan kejadian ini sampai berulang berkali-kali dan saya pun agak kewalahan mengatasinya. Saya minta sekali lagi untuk jujur, sambil menangis salah satu diantara mereka menjawab justru kami yang diperlakukan tidak baik oleh anak didik Pak A. Dituduh mencoret tembok, dan disuruh mengganti dengan mengecatnya sendiri. Mereka seringkali diperlakukan tidak baik dan seringkali juga dimintai uang. Akhirnya, saya yang asalnya tidak percaya sama anak anak, justru sebaliknya. Saya merasa iba pada mereka dan sudah salah menilai dalam hal ini. Pak A pun pulang dan sepertinya kurang begitu puas dengan jawaban anak-anak.
Dari kejadian ini, saya mulai agak tertarik mempelajari gerak bibir untuk mendeteksi kebohongan. Prinsipnya jelas, “barang siapa yang suka berbohong, tidak akan dipercaya”. Sebagaimana cerita fabel yang kita kenal “Si Kelinci Pembohong”. Dimana kelinci suka berbohong pada teman-temannya di hutan kalau ada Singa datang. Temannya pun lari terbirit-birit, Si Kelinci pun tertawa terbahak-bahak. Hal sama pun ia lakukan pada teman-temannya yang lain. Dan giliran ia yang meminta tolong dengan menjerit-jerit kalau ia dikejar Singa, tak ada satu pun teman yang percaya karena mereka pikir pasti kelinci berbohong lagi. Tapi ternyata kejadian itu betulan, Si Kelinci pun akhirnya mati oleh Singa.

Barangkali Anda juga pernah mengalaminya, atau memperlakukan teman, sahabat, atau bahkan anak sendiri dengan cara seperti itu. Ada seseorang yang suka berbohong. Namun, ketika dia jujur, justru dianggap bohong. Terus kira-kira bagaimana cara untuk mendeteksi kebohongan? Apakah yang sudah terbiasa berbohong, bisa kita sebut pembohong? Atau justru yang jujur, dianggap bohong, terus dikatakan pembohong? 

Handoko Gani mengingatkan, bahwa di dalam ilmu kriminologi diajarkan bahwa setiap orang punya potensi berbuat jahat. Yang tidak bisa berbuat jahat hanya Sang Pencipta. Sehingga kemungkinan besar sekali setiap orang berpotensi tidak jujur. Bahkan dalam ilmu psikologi pun, diajarkan bahwa kebohongan bersifat kontekstual. Si A yang pernah berbohong, atau bahkan seringkali berbohong, belum tentu akan berbohong lagi pada konteks moment saat ini, atau pada konteks topik tertentu, atau konteksnya saat berbicara di hadapan orang tertentu, misalnya atasan yang ia segani, pimpinan perusahaan, dan lainnya. 

Bahasa lain yang bisa kita gunakan untuk mengungkapkan cara pandang diatas adalah tidak manusia yang bisa dinyatakan sebagai seorang “Pembohong”. Saya ulangi, tidak ada. Sampai hari ini tidak ada riset yang mengatakan bahwa orang tertentu lebih sedikit berbohong daripada orang lain, sekalipun memang ada riset yang mencoba meminta responden menulis jumlah kebohongan masing-masing. 
Lebih lanjut, Handoko menjelaskan bahwa kenyataannya manusia memang makhluk pelupa, dimana ia bisa lupa kebohongan apa yang terakhir ia lakukan, apakah si X adalah seorang PEMBOHONG dan Anda bukanlah seorang PEMBOHONG? Berdasarkan riset, manusia telah mulai berbohong sejak usia 2 tahun (Fritz and Hala, 1989). Riset De Paulo, Kashy et al (1996) juga menemukan bahwa dalam salah satu dari 4 kegiatan/interaksi sosial, seseorang berbohong kepada 3 dari 10 orang yang mereka temui. Dan, akhirnya Tyler et al. (2006) menemukan bahwa dalam 10 menit percakapan, 78% orang berbohong sebanyak 2-3 kali. 

Sehingga jelas bahwa persepsi seringkali berbohong = Pembohong adalah persepsi yang perlu diperbaiki. Tidak ada manusia dengan bentuk wajah tertentu, bentuk fisik tertentu, karakter tertentu, cara berjalan tertentu, cara berbicara tertentu yang pasti selalu berbohong dalam konteks apapun. Kecuali, ia menderita sakit jiwa. Atau dalam istilahnya handoko, ia sebut sebagai kelainan Schizophrenia atau Mythomania, yang mana perlu dibuktikan dengan test psikologi.

6 hal penting dari cerita diatas, yaitu :
1. Berkatalah jujur, meski itu pahit. Jika tidak bisa berkata jujur, janganlah merugikan orang yang sudah mempercayai kata-kata Anda.
2. Setiap orang berpotensi membohongi Anda, termasuk Anda sendiri. Bahkan, sekalipun seseorang berkata jujur tentang topik yang sama di masa lalu, belum tentu ia masih akan berkata jujur tentang topik yang sama saat ini atau di masa depan. 
3. Mendeteksi kebohongan dengan teknik analisa non-verbal (wajah, gestur) dan teknik analisa verbal dalam ucapannya (suara, kata-kata dalam percakapan tatap muka, telpon, media sosial, rekaman audio visual, dll).
4. Jika Anda sudah dianggap bohong, meski belum tentu Anda bohong, maka berkata dan bersikaplah apa adanya seperti kondisi normal Anda berkata dan bersikap. 
5. Jika pernyataan nomor 4, masih belum bisa menyejukkan, maka kautkanlah pernyataan Anda dengan bukti-bukti yang konkrit yang membuktikan kalau Anda tidaklah sedang berbohong.

6. Jika pernyataan nomor 5 belum juga menyejukkan, Anda harus Tawakkal dan pastikan Anda tidak menyalahinya. Dan yang penting adalah minta maaf, meski Anda sendiri sebenarnya tidak salah. Sebaik-baiknya orang salah adalah meminta maaf, dan sebaik-baiknya orang yang disalahi adalah orang yang menerima maaf. Keduanya sebaik-baiknya orang dalam kondisinya masing-masing.

Selamat Membaca