Jumat, 28 Juni 2019

PETA PEMIKIRAN IBNU TAIMIYAH TENTANG METODE PENDIDIKAN ISLAM [Tinjauan Konsep dan Aplikasi di Masa sekarang]

oleh : Miftahudin
Guru SMP Negeri 1 Semarang
Mahasiswa Pascasarjana Unwahas Semarang

BAB I
PENDAHULUAN
Abstrak
Berbagai teori, pemikiran dan kebijakan yang diambil tak lain dalam rangka untuk peningkatan kualitas pendidikan Islam yang diharapkan mampu memberikan nuansa baru bagi pengembangan sistem pendidikan Islam di Indonesia dan sekaligus hendak memberikan kontribusi dalam menjabarkan makna pengembangan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana tertuang dalam tujuan pendidikan nasional.
Ibnu Taimiyah dikenal oleh para intelektual Islam sebagai tokoh muslim yang ide-idenya cemerlang, gigih dalam upaya meluruskan tradisi umat Islam pada zamannya. Seorang pribadi yang menaruh perhatian besar terhadap masalah-masalah yang muncul di masyarakat diantaranya masalah pendidikan Islam. Ia juga dikenal sebagai penulis yang cukup produktif, dan terkenal dengan fatwa-fatwanya yang dianggap banyak berseberangan dengan pemikiran tradisional yang berkembang pada saat itu. Seluruh pemikiran Ibnu Taimiyah dalam bidang ini dibangun berdasar keterangan yang yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah melalui pemahaman yang mendalam dan komprehensif. Pemikirannya merupakan respon terhadap berbagai masalah yang dihadapi masyarakat Islam pada saat itu yang menuntut pemecahan secara strategis melalui jalur pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Ibnu Taimiyah
1.    Riwayat Hidup
Nama lengkap Ibnu Taimiyah adalah Ahmad Taqiyudin Abu Abbas bin Syihabuddin Abdul Mahasin Abdul Halim bin Syeikh Majduddin Abil Barakat Abdussalam bin Abi Muhammad Abdillah bin Abi Qasim al-Khadar bin Muhammad bin al-Khadar bin Ali Abdillah.[1]  Ia lahir di kota Harran, wilayah Syiria, pada hari Senin, 10 Rabiul Awwal 661 H (22 Januari 1263) lima tahun setelah Baghdad dikuasai oleh pasukan Mongol dibawah Hulaghu Khan. Wafat di Damaskus, malam Senin, 20 Dzulqaidah 728 H (26 September 1328 M). Ayahnya bernama Syihab ad-Din Abd al-Halim ibn Abd as-Salam adalah seorang ulama besar mazhab Hambali, Khatib dan imam besar di Masjid Agung Damaskus, guru tafsir dan hadist, direktur madrasah Dar al-Hadist as-Sukkriyah.[2] Di lembaga inilah ayahnya, Abd al-Halim mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan untuk pertama kalinya.
Kakeknya bernama Syeikh Majd ad-Din al-Barakat Abd al-Salam ibn Abdullah seorang mujtahid mutlak, seorang alim terkenal sebagai ahli tafsir, ahli hadist, ahli ushul fiqh, ahli fiqh, ahli nahwu dan pengarang. Pamannya al-Khatib Fakhr al-Din seorang cendekiawan muslim terkenal dimasanya dan pengarang yang produktif. Adik laki-laki Ibnu Taimiyah bernama Syaraf ad-Din Abdullah ibn Abd al-Halim adalah seorang ilmuwan muslim yang ahli di bidang mawaris, ilmu-ilmu hadist dan sains.
Sejak kecil Ibnu Taimiyah dikenal sebagai seorang anak yang mempunyai kecerdasan yang luar biasa, tinggi kemauan dan kemampuan dalam studi, tekun dan cermat dalam memecahkan masalah, tegas dan teguh dalam menyatakan dan mempertahankan pendapat, ikhlas dan rajin beramal salih, rela berkorban dan siap berjuang untuk jalan kebenaran, serta berkepribadian baik. Dalam usia 7 tahun Ibnu Taimiyah telah berhasil menghafal seluruh al-Qur’an dengan amat lancar. Beliau aktif di bidang ilmu pengetahuan dan politik praktis.[3]
2.    Paham yang Mempengaruhi
Dalam paham keagamaan Ibnu Taimiyah dikelompokkan sebagai penganut salafiyah yang kokoh, yaitu paham yang begitu kuat berpegang teguh kepada ajaran yang terdapat dalam al-Qur’an dan Sunnah. Atau dalam literasi lain, dengan tegas paham keagamaan Ibnu Taimiyah adalah madzhab Hambali. Ia berpandangan bahwa masalah yang riil yang berhubungan dengan kehidupan umat Islam sehari-hari itulah yang perlu diperhatikan, bukan masalah skolastik yang bersifat formalitas. Hal ini sangat penting untuk merespon kondisi sosial masyarakat pada masa itu yang sedang menghadapi berbagai macam persoalan, baik internal maupun eksternal. Secara internal umat Islam dihadapkan pada konflik politik yang berkepanjangan, kebekuan pemikiran akibat disumbatnya pintu ijtihad, terjadinya fanatisme golongan, ditambah lagi dengan dengan penyimpangan aqidah dan ibadah seperti takhayyul, taqlid buta, bid’ah dan khurafat. Secara eksternal, umat Islam dihadapkan pada musuh yang datang dari dua penjuru, mulai dari timur bangsa Tar-Tar hingga barat dari Pasukan Salib.
Ibnu Taimiyah adalah seorang literalis atau tekstual dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an, terutama ayat tentang akidah dan ibadah, akan tetapi soal mu’amalah lebih luwes dan tidak kaku. Karya-karyanya meliputi berbagai bidang keilmuan seperti tafsir, ilmu tafsir, hadist, ilmu hadist, fiqh, akhlak, tasawuf, mantiq (logika), filsafat, politik, pemerintahan, tauhid/kalam, dan lain-lain. Dari karya-karyanya tersebut pemikiran Ibnu Taimiyah dapat diketahui, termasuk pemikirannya di bidang pendidikan.[4]
Kondisi tersebut sangat mempengaruhi pikiran Ibnu Taimiyah, dan pusaran ide-idenya  yang kritis adalah tertuju kepada pemurnian aqidah dan ibadah dengan semboyan : “ الرجوع الي السنة”. Kritiknya terhadap berbagai bentuk praktek khurafat dinyatakan dalam ungkapannya: “ ان أصول الدين وفروعها قد بيّنها الرسول”. Kedua semboyan ini tercantum didalam kitab Ma’rij al Wusul. Selanjutnya ide-idenya digunakan pula untuk menyerang mantiq dan filsafat, namun demikian ia menekankan terbukanya pintu ijtihad di samping tetap berpegang teguh terhadap sufisme. Inilah cirri-ciri paham Hanabilah yang berjuang untuk reformasi keagamaan, dengan semangat puritanisme dan pemahaman yang literal terhadap nas.[5]
3.    Karya-karya
a.    Karya-karya besar
§  As Sarim Al Maslul ’ala Syatimir Rasul
§  Manhaj as-Sunnan an Nabawiyyah Fi Naqd Al-Kalamal Ayi’ah Wal Qodariyah
§  Kitab Nubuwah
§  Kitab Kawakib
b.    Karya-karya umum
§  Majmu’ rasail Ibnu Taimiyah
§  Majmu’atur Rasail Kubra
§  Majmu’at Ar-Rasail wal Wasail
§  Majmu’at Khams Rasail Ibnu Taimiyah
§  Majmu’at Fatawa Ibnu Taimiyah (37 jilid)
§  Ikhtiyarat Al Ilmiyah
c.    Karya mengenai tafsir al Qur’an
§  Ar-Risalah Al Ubudiyah Ila Al-Tafsir
§  Al Fatawa Al Hamawiyah
§  Tafsir Al Mu’awwidzatain, Tafsir sarah Al Ikhhlas
§  Tafsir Surah an Nur
§  Al Kalam ’ala Qaulihi Ta’ala
d.   Karya mengenai Hadits
§  Arba’un Haditsan Riwayat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ’an Arba’in Min Kibari Masyayikhi
§  Ar-Ba’uj haditsan Riwayat Ibnu Taimiyah Takhrij Aminuddi AlAwani
§  Al Abdal Al Awali, Su’al Fi Masyad Al Husaini Aina Huma Fi ahahih Wa Ilahumila Ra’suhu Wajawabuhu
§   Atsar Fi Syar Hadits Ani Dzar
e.    Karya mengenai aqidah
§  Al-Wasith Bainal Khalqi wal Haqqi
§  Al Aqidah Al Wasithiyah
§  Al Aqidah Al Mahawwiyah Al Kubra
§  Al Aqidah Al Tadmariyah
§  Al kalam Al Haqiqatul Islam Wal Imam
§  Al Munazarah Fil I’tiqad
f.     Karya menentang konsep Dzimmiyah
§  Iqtiadus Shiratil Mustaqim Wa Mujanabati Ashhabi Jahim
§  Tahijlu Ahli Injil
§  Al Jawabus Shahih Liman Badadalah Dinala Masih
§  Mas’alatul Hasanah
§  Ar Risalatur Quburusyiah
g.    Karya menentang sekte-sekte Islam
§  Al Mas’alah (Ar Raad ’Ala) An Nusairiyah
§  Naqd Ta’asisil Jahmiyah
§  Aqidah Fil Qur’an
§  Qaidah Fil Haqiqah wa Risalah Wa Qouli Ahli Zandaqah Wa Dhalalah
h.    Karya menentang para Sufi
§  Syarh kalimta Abdul Qadir Al Kailani Fi kitab Fathuhul Ghaib
§  Ahlu SuffawalAbatil Ba’dail Mutasawwiyah Fihim wa Fil Auliya wa Asnafihim wa da Wifthim
§  Asshufiyah Wal Fuqara
i.      Karya menentang para Filosof
§  Ar Radd’ala falsafah eusydil hafidz
§  Fina Dzakaratuhu Rasi Fil Arba’individu Fi Mas’alat as-Shifat Al Ikhtiyariyah
§  Nasihatul Ima fi Radd mantiqil Yunani
j.      Karya tentang kesalehan pribadi
§  Jawami’aul Kalim At Ta’yib Fil ’Adiyyah Wal Adzkar
§  Qaidah Fir Radd al Ghazali Fi Mas’alati Tawakkul
§  Ar Risalah At Tis’innyiyah Fi bayan minhati
§  Qaidah fis Shabr
k.    Karya mengenai Sya’ir
§  Manzumah Fil Qadr
§  Su’al Ba’du Ahli Dzimmah Minal Yahudi
l.      Karya mengenai Fiqih
§  Qaidul jalilah Fit Tawassul Wal wasilah
§  Fi Sujud Al Qur’an
§  Qaidah Fi’adab Raka’atis Shalawat Wa Auqatiha
§  Fi Auqatai Al-Nabi[6]
Inilah diantara beberapa kitab Ibnu Taimiyah yang berhasil diselamatkan. Disinyalir kitabnya berjumlah 300-500 buah. Di Indonesia sendiri, golongan yang mula mula mempelajari karya karya Ibnu Taimiyah secara sistematis adalah Lembaga Pendidikan Islam Sumatera Tawalib di Sumatra Barat yang didirikan pada tahun 1920. Muhammad Abduh dan muridnya Rasyid Ridha juga pengagum Ibnu Taimiyah. Pemikiran besarnya sangat dipengaruhi oleh Ibnu Taimiyah.[7] Kemudian pada Sumatra Tawalib ini pemikiran-pemikiran Ibnu Taimiyah, Muhammad Abduh dan Rasyid ridha dipelajari sebagai pelajaran utama.

B.  Konsep Pemikiran dan Aplikasinya
Diantara konsep-konsep Ibnu Taimiyah tentang pendidikan adalah sebagai berikut :
a.    Falsafah Pendidikan
Menurut Ibnu Taimiyah, ilmu yang bermanfaat yang didasarkan atas asas kehidupan yang benar dan utama adalah ilmu yang mengajak kepada kehidupan yang baik yang diarahkan untuk berhubungan dengan al-Haq (Tuhan) serta dihubungkan dengan kenyataan-kenyataan makhluk serta memperteguh rasa kemanusiaan. Dalam hal ini dapat dibangun atas dua hal, yaitu:
1)   Tauhid (Mengesakan Allah Swt)
Tauhid yang menjadi asas pendidikan menurut Ibnu Taimiyah dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1)   Tauhid Rububiyah adalah meyakini seyakin-yakinnya bahwa Allah itu Esa, yang menciptakan semua makhluk dan membimbingnya.
2)   Tauhid Uluhiyah adalah meyakini bahwa Allah lah satu-satunya Tuhan yang pantas disebut Tuhan, ditaati, dipatuhi segala perintahnya dan dijauhi segala larangannya.
3)   Tauhid Asma dan Sifat adalah meyakini bahwa segala yang berjalan dalam kenyataan di alam raya ini merupakan perbuatan dan aturan Tuhan, segala sesuatu berasal dari-Nya dan berakhir kepada-Nya.[8]
2)   Tabiah Insaniyah (Kemanusiaan)
Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa seseorang tidak akan mencapai pengembangan kecenderungan tauhidnya itu dengan sempurna kecuali melalui pendidikan dan pengajaran. Dengan demikian terdapat al-risalah dan al-rasul. Al-risalah adalah pendidikan yang tujuannya membuka hati manusia agar mau menerima sesuatu yang bermanfaat dan menolak sesuatu yang berbahaya, dan dalam perjalanan hidup manusia berada dalam dua tarikan ini. Sedang al-rasul atau al-syari’ adalah cahaya yang dilimpahkan Tuhan kepada akal manusia sehingga dapat digunakan untuk menimbang sesuatu yang bermanfaat dan menolak sesuatu yang berbahaya.[9]
b.    Tujuan Pendidikan
Menurut Ibnu Taimiyah tujuan pendidikan dibagi menjadi tiga, yaitu :
a.    Tujuan Individual
Tujuan pendidikan diarahkan pada terbentuknya pribadi muslim yang baik, yaitu berpikir, merasa dan bekerja pada berbagai lapangan kehidupan pada setiap waktu sejalan dengan apa yang diperintahkan al-Qur’an dan al-Sunnah.
b.    Tujuan Sosial
Tujuan ini bermaksud bahwa pendidikan harus diarahkan pada terciptanya masyarakat yang baik yang sejalan dengan ketentuan al-Qur’an dan as-Sunnah. Pendidikan diarahkan agar dapat melahirkan manusia-manusia yang dapat hidup bersama dengan orang lain, saling membantu, menasehati, mengatasi masalah dan seterusnya.
c.    Tujuan Dakwah Islamiyah
Tujuan ini bermaksud untuk mengarahkan umat agar siap dan mampu memikul tugas da’wah Islamiyah ke seluruh dunia. Menurutnya pada tujuan ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: pertama, menyebarluaskan ilmu dan ma’rifat yang didatangkan al-Qur’anul Karim, sebagaimana hal itu dilakukan kaum salaf, yakni sahabat dan tabi’in. Kedua, dengan cara berjihad yang sungguh-sungguh sehingga kalimat Allah yang demikian tinggi itu dapat berdiri tegak.[10]
c.    Kurikulum
Kurikulum dalam arti materi pelajaran menurut Ibnu Taimiyah dibagi menjadi empat, yaitu sebagai berikut:
a.    Kurikulum yang berhubungan dengan mengesakan Tuhan (tauhid), yaitu mata pelajaran yang berkaitan dengan ayat-ayat Allah yang ada dalamkitab suci al-Qur’an dan ayat-ayatnya yang ada di jagat raya dan diri manusia sendiri.
b.    Kurikulum yang berhubungan dengan mengetahui secara mendalam (ma’rifat) terhadap ilmu-ilmu Allah, yaitu pelajaran yang ada hubungannya dengan penyelidikan secara mendalam terhadap semua makhluk Allah.
c.    Kurikulum yang berhubungan dengan upaya mendorong manusia mengetahui secara mendalam (ma’rifat) terhadap kekuasaan (qudrat) Allah, yaitu pengetahuan yang berhubungan dengan mengetahui pembagian makhluk Allah yang meliputi berbagai aspek.
d.   Kurikulum yang berhubungan dengan upaya mendorong untuk mengetahui perbuatan-perbuatan Allah yaitu melakukan penelitian secara cermat terhadap berbagai ragam kejadian dan peristiwa yang tampak dalam wujud yang beraneka ragam.
Kemudian dalam ilmu, Ibnu Taimiyah menjadi empat kategori, yaitu:
a.    Ilmu agama. Dibagi menjadi dua bagian,  yaitu Ilmu Ijbariyah (ilmu yang dipaksakan) adalah ilmu yang berkenaan dengan akidah Islamiyah, seperti rukun Islam, mengetahui yang hak dan batil, petunjuk dan larangan serta secara keseluruhan termaktub dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Dan Ilmu Ikhtiyariyah (ilmu yang diusahakan).
b.    Ilmu aqliyah, disebut juga dengan ilmu syar’iyah aqliyah karena agama menilai cukup dengan dalil, kemudian menyerahkannya kepada akal dan panca indera untuk membahasnya. Ilmu ini mencakup ilmu matematika, kedokteran, biologi, fisika, sosial, dan lain-lain. Tujuan ilmu ini adalah untuk menyaksikan ayat-ayat Allah yang terdapat di jagat raya ini.
c.    Ilmu askariyah. Ilmu ini diajukan Ibnu Taimiyah dalam rangka menjawab kebutuhan zaman dan memenuhi para peneliti yang menghendaki agar pendidikan tetap sejalan dengan perkembangan masyarakat.
d.   Ilmu industri dan praktek. Belajar ilmu ini sangat penting yaitu termasuk ijbariyah dan ikhtiyariyah. Ilmu ini menjadi ijbariyah dan fardhu ‘ain di masyarakat jika tidak ada. Jika ilmu ini terdapat syarat-syarat yang dibutuhkan masyarakat maka akan menjadi ikhtiyariyah, seperti ilmu pertanian, ilmu menjahit, dan alat-alat perang. Ilmu ini sangat dibutuhkan manusia jika mereka memaksakan untuk mempraktekkannya. Artinya hal ini wajib bagi orang yang akan melaksanakan pembelajaran untuk merencanakan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.[11]
d.   Bahasa Pengantar dalam pengajaran
Ibnu Taimiyah menganjurkan agar mewajibkan penggunaan bahasa Arab dalam pengajaran dan percakapan. Hal ini didasarkan pada pandangannya bahwa penguasaan secara mendalam dan teliti terhadap bahasa Arab merupakan tuntutan Islam dan sesuatu yang fardhu ‘ain hukumnya di kalangan ulama salaf. Ibnu Taimiyah mengeluarkan larangan keras terhadap penggunaan nama dan istilah-istilah asing selain bahasa Arab dalam kehidupan sehari-hari dan lain sebagainya. Ia mengajak masyarakat agar menjauhi penggunaan nama-nama dan istilah asing tersebut karena tiga sebab:
a.    Seorang muslim tidak akan sanggup memperkokoh nama-nama dan istilah tersebut tanpa menjauhi sesuatu sebagaimana terjadi di zaman jahiliyah tanpa menyebut Allah.
b.    Ketika seseorang tidak mengetahui arti dari suatu nama, maka hal ini menunjukkan pertentangan dengan syara’, sedang seorang muslim dilarang mengucapkan suatu kata-kata yang ia sendiri tidak mengetahui artinya.
c.    Seorang muslim dianggap kurang baik membiasakan berbicara selain menggunakan bahasa Arab, karena bahasa Arab merupakan salah satu syiar Islam dan kaum muslimin.
e.    Metode Pengajaran
Menurut Ibnu Taimiyah pada garis besarnya metode pengajaran dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu metode ilmiah dan metode iradiah.[12] Hal ini didasarkan pada pemikirannya bahwa al-Qalb (hati) merupakan alat untuk belajar. Hatilah yang mengendalikan anggota badan dan mengarahkan jalannya. al-Qalb (hati) tersebut memiliki dua daya, yaitu daya ilmiah atau daya berpikir, dan daya iradiah yaitu kecenderungan untuk mengamalkan apa yang dipikirkan. Pemikiran tersebut dimulai dalam hati dan berakhir dalam hati dan ketika iradah (kemauan) bermula di dalam hati dan berakhir pada anggota badan, pada puncaknya penggunaan kedua daya tersebut di dalam akal. Dengan demikian, akal merupakan sifat yang terdapat pada hati, yaitu pemikiran dan kemauan.[13]
Demikian, hati seorang akan menghasilkan ma’rifah (pengetahuan yang mendalam) dan ilmu (pengetahuan biasa). Melalui iradiah akan tergerak hati untuk menyesuaikan ilmu ini untuk selanjutnya dipraktekkan dalam amal. Dalam keadaan demikian, maka esensi belajar itu sesungguhnya terjadi ketika sesorang pelajar berpikir mengenai yang baik dan benar dan apa yang dianggap salah dan buruk.
a.    Metode Ilmiah
Metode ilmiah adalah metode yang menggunakan pemikiran yang lurus dalam memahami dalil, argumen dan sebab-sebab yang menyampaikan pada ilmu. Metode ilmiah ini didasarkan pada 3 hal yaitu benarnya alat untuk mencapai ilmu, penggunaan secara menyeluruh terhadap seluruh proses belajar, dan mensejajarkan antara amal dan pengetahuan.
b.    Metode Iradah
Metode ini merupakan metode yang mengantarkan seseorang pada pengalaman ilmu yang diajarkannya. Tujuan utama metode ini adalah mendidik kemauan seorang pelajar sehingga hatinya tergerak untuk tidak menginginkan sesuatu kecuali yang diperintahkan Allah SWT, dan mendapatkan cinta-Nya. Untuk terlaksananya metode ini diperlukan tiga syarat: dengan mengetahui maksud dari iradah, dengan mengetahui tujuan dari iradah, dan mengetahui tindakan yang sesuai untuk mendidik iradah tersebut.[14]
f.     Etika Guru dan Murid
Ibnu Taimiyah membagi etika guru dan murid kepada dua bagian. Pertama, etika guru dan murid yang hanya cocok untuk zamannya. Kedua, etika guru dan murid yang cocok atau berlaku sepanjang zaman. Namun pada bagian ini hanya dikemukakan etika guru pada zamannya Ibnu Taimiyah saja.
a.     Etika guru terhadap murid
1)   Seorang alim (guru) senantiasa saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, tidak boleh menyakiti baik ucapan maupun perbuatan.
2)   Seorang guru hendaknya menjadi panutan bagi murid-muridnya dalam hal kejujuran, berakhlak mulia dan menegakkan syari’at Islam.
3)   Seorang guru hendaknya menyebarkan ilmunya tanpa main-main atau sembrono.
4)   Seorang guru hendaknya membiasakan menghafal dan menambah ilmunya serta tidak melupakannya.
b.    Etika murid terhadap guru
1)   Seorang murid hendaknya memiliki niat yang baik dalam menuntut ilmu, yaitu menghadap ridha Allah.
2)   Seorang murid hendaknya mengetahui tentang cara-cara memuliakan gurunya serta berterima kasih kepada guru, karena orang yang tidak bersyukur kepada manusia, maka dianggap tidak bersyukur kepada Allah.
3)   Seorang pelajar hendaknya mau menerima setiap ilmu,sepanjang ia mengetahui ilmunya.
4)   Seorang pelajar hendaknya tidak menolak atau menyalahkan mazhab lain atau memandang mazhab orang lain bodoh dan sesat. Suatu kebenaran hanya terdapat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah.[15]

BAB III
KESIMPULAN

1.    Nama lengkap Ibnu Taimiyah adalah Taqiy al-din Ahmad Bin Abd al-Hakim Bin Taymiyah, lahir di kota Harran wilayah Syiria, lima tahun setelah Baghdad dikuasai oleh pasukan Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan, hari kelahirannya adalah hari Senin 10 Rabiul Awwal 661 H, bertepatan dengan tanggal 22 Januari 1263 M. Ibnu Taimiyah wafat di Damaskus malam senin 20 Zul Qaidah 728, bertepatan dengan tanggal 26 September 1328 M. Ayahnya adalah seorang faqih bermazhab Hambali. Ibn Taimiyah pertama kali dididik di lembaga pendidikan bermazhab Hanbali yang dipimpin oleh ayahnya. Ia dikenal sangat gigih berjuang dalam usaha reformasi tradisi masyarakat yang bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam dengan semangat puritanisme dan pemahaman yang literal terhadap nas-nas naqli. Selanjutnya ide-idenya digunakan pula untuk menyerang mantiq dan filsafat, namun demikian ia menekankan terbukanya pintu ijtihad di samping tetap berpegang teguh terhadap sufisme. Karya-karyanya banyak sekali dan sempat mengalami problematika dengan ulama lain serta pemerintah saat itu sehingga karya-karya banyak yang tidak diselamatkan. Dikalangan ulama sezamannya, Ibnu Taimiyah dikenal sebagai ulama kontroversial dan nyleneh sehingga pada akhir hayatnya dihabiskan dibalik jeruji besi.
2.    Diantara konsep-konsep Ibnu Taimiyah tentang pendidikan adalah sebagai berikut :
a.    Falsafah Pendidikan
1)   Tauhid (Mengesakan Allah Swt)
2)   Tabiah Insaniyah (Kemanusiaan)
b.    Tujuan Pendidikan
1)   Tujuan Individual adalah diarahkan pada terbentuknya pribadi muslim yang baik, yaitu berpikir, merasa dan bekerja pada berbagai lapangan kehidupan pada setiap waktu sejalan dengan apa yang diperintahkan al-Qur’an dan al-Sunnah
2)   Tujuan Sosial adalah diarahkan pada terciptanya masyarakat yang baik yang sejalan dengan ketentuan al-Qur’an dan as-Sunnah
3)   Tujuan Dakwah Islamiyah mengarahkan umat agar siap dan mampu memikul tugas da’wah Islamiyah ke seluruh dunia.
c.    Kurikulum
1)   Kurikulum yang berhubungan dengan mengesakan Tuhan (tauhid)
2)   Kurikulum yang berhubungan dengan mengetahui secara mendalam (ma’rifat) terhadap ilmu-ilmu Allah.
3)   Kurikulum yang berhubungan dengan upaya mendorong manusia mengetahui secara mendalam (ma’rifat) terhadap kekuasaan (qudrat) Allah
4)   Kurikulum yang berhubungan dengan upaya mendorong untuk mengetahui perbuatan-perbuatan Allah
Kemudian dalam ilmu, Ibnu Taimiyah menjadi empat kategori, yaitu:
1)   Ilmu agama, yang dibagi menjadi dua bagian,  yaitu Ilmu Ijbariyah dan Ilmu Ikhtiyariyah (ilmu yang diusahakan).
2)   Ilmu aqliyah, disebut juga dengan ilmu syar’iyah
3)   Ilmu askariyah yang dalam rangka menjawab kebutuhan zaman
d.   Ilmu industri dan praktek
e.    Bahasa Pengantar dalam pengajaran yang mewajibkan penggunaan bahasa Arab dalam pengajaran dan percakapan.
f.     Metode Pengajaran, yang dibagi menjadi dua, yaitu metode ilmiah dan metode iradiah.
g.    Etika Guru dan Murid

BAB IV
KESIMPULAN

Demikian makalah ini kami susun. Semoga para pembaca dapat tentang dasar-dasar penelitian kuantitatif dengan baik. Permohonan maaf penulis atas segala kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna memperbaiki penyusunan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca pada umumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001)
Achmad Anwar Abidin, Konsepsi Pendidikan Agama Islam, Studi atas Pemikiran Ibnu Taimiyah dalam Jurnal Pendidikan Islam Attaqwa, Vol.12 No. 1 Januari 2016 hlm. 29
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001)
Nelly, Konsep Pendidikan Ibnu Taimiyah dalam Jurnal Al-Astar STAI Mempawah, Volume 7, No. 1, Tahun 2017.
Suwito & Fauzan (Ed), Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan (Bandung : Penerbit Angkasa, 2003) Cet I




[1] Suwito & Fauzan (Ed), Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan (Bandung : Penerbit Angkasa, 2003) Cet I, 229.
[2] Ibid., hlm. 230.
[3] Ibid., hlm. 231
[4] Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001) hlm. 127
[5] Suwito & Fauzan (Ed), Op Cit., hlm. 230.
[6] Achmad Anwar Abidin, Konsepsi Pendidikan Agama Islam, Studi atas Pemikiran Ibnu Taimiyah dalam Jurnal Pendidikan Islam Attaqwa, Vol.12 No. 1 Januari 2016 hlm. 29
[7] Ibid., hlm. 31
[8] Achmad Anwar Abidin, Op Cit., hlm. 94
[9] Achmad Anwar Abidin, Op Cit., hlm. 95
[10] Suwito & Fauzan (Ed), Op Cit., hlm. 231.
[11] Achmad Anwar Abidin, Op Cit., hlm. 96
[12] Achmad Anwar Abidin, Op Cit., hlm. 96
[13] Suwito & Fauzan (Ed), Op Cit., hlm. 232
[14] Nelly, Konsep Pendidikan Ibnu Taimiyah dalam Jurnal Al-Astar STAI Mempawah, Volume 7, No. 1, Tahun 2017. Hlm. 22
[15] Achmad Anwar Abidin, Op Cit., hlm. 98
Selamat Membaca

Tidak ada komentar:
Write comments