oleh : Miftahudin
Guru SMP Negeri 1 Semarang
Mahasiswa Pascasarjana Unwahas Semarang
BAB
I
PENDAHULUAN
Abstrak
Berbagai teori, pemikiran dan kebijakan
yang diambil tak lain dalam rangka untuk peningkatan kualitas pendidikan Islam
yang diharapkan mampu memberikan nuansa baru bagi pengembangan sistem
pendidikan Islam di Indonesia dan sekaligus hendak memberikan kontribusi dalam
menjabarkan makna pengembangan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana tertuang dalam
tujuan pendidikan nasional.
Ibnu Taimiyah dikenal oleh para intelektual Islam sebagai tokoh muslim yang ide-idenya cemerlang, gigih dalam upaya
meluruskan tradisi umat Islam pada zamannya. Seorang pribadi yang menaruh perhatian
besar terhadap masalah-masalah yang muncul di masyarakat diantaranya masalah
pendidikan Islam. Ia juga
dikenal sebagai penulis yang cukup produktif, dan terkenal dengan
fatwa-fatwanya yang dianggap banyak berseberangan dengan pemikiran tradisional
yang berkembang pada saat itu. Seluruh pemikiran Ibnu Taimiyah dalam bidang ini
dibangun berdasar keterangan yang yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah
melalui pemahaman yang mendalam dan komprehensif. Pemikirannya merupakan respon
terhadap berbagai masalah yang dihadapi masyarakat Islam pada saat itu yang
menuntut pemecahan secara strategis melalui jalur pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ibnu Taimiyah
1. Riwayat Hidup
Nama lengkap Ibnu Taimiyah adalah Ahmad
Taqiyudin Abu Abbas bin Syihabuddin Abdul Mahasin Abdul Halim bin Syeikh
Majduddin Abil Barakat Abdussalam bin Abi Muhammad Abdillah bin Abi Qasim
al-Khadar bin Muhammad bin al-Khadar bin Ali Abdillah.[1] Ia lahir di kota Harran, wilayah Syiria, pada
hari Senin, 10 Rabiul Awwal 661 H (22 Januari 1263) lima tahun setelah Baghdad
dikuasai oleh pasukan Mongol dibawah Hulaghu Khan. Wafat di Damaskus, malam
Senin, 20 Dzulqaidah 728 H (26 September 1328 M). Ayahnya bernama Syihab ad-Din
Abd al-Halim ibn Abd as-Salam adalah seorang ulama besar mazhab Hambali, Khatib
dan imam besar di Masjid Agung Damaskus, guru tafsir dan hadist, direktur
madrasah Dar al-Hadist as-Sukkriyah.[2] Di
lembaga inilah ayahnya, Abd al-Halim mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan
untuk pertama kalinya.
Kakeknya bernama Syeikh Majd ad-Din
al-Barakat Abd al-Salam ibn Abdullah seorang mujtahid mutlak, seorang alim
terkenal sebagai ahli tafsir, ahli hadist, ahli ushul fiqh, ahli fiqh, ahli
nahwu dan pengarang. Pamannya al-Khatib Fakhr al-Din seorang cendekiawan muslim
terkenal dimasanya dan pengarang yang produktif. Adik laki-laki Ibnu Taimiyah
bernama Syaraf ad-Din Abdullah ibn Abd al-Halim adalah seorang ilmuwan muslim
yang ahli di bidang mawaris, ilmu-ilmu hadist dan sains.
Sejak kecil Ibnu Taimiyah dikenal sebagai
seorang anak yang mempunyai kecerdasan yang luar biasa, tinggi kemauan dan
kemampuan dalam studi, tekun dan cermat dalam memecahkan masalah, tegas dan
teguh dalam menyatakan dan mempertahankan pendapat, ikhlas dan rajin beramal
salih, rela berkorban dan siap berjuang untuk jalan kebenaran, serta
berkepribadian baik. Dalam usia 7 tahun Ibnu Taimiyah telah berhasil menghafal
seluruh al-Qur’an dengan amat lancar. Beliau aktif di bidang ilmu pengetahuan
dan politik praktis.[3]
2. Paham yang Mempengaruhi
Dalam paham keagamaan Ibnu Taimiyah
dikelompokkan sebagai penganut salafiyah yang kokoh, yaitu paham yang begitu
kuat berpegang teguh kepada ajaran yang terdapat dalam al-Qur’an dan Sunnah. Atau
dalam literasi lain, dengan tegas paham keagamaan Ibnu Taimiyah adalah madzhab
Hambali. Ia berpandangan bahwa masalah yang riil yang berhubungan dengan
kehidupan umat Islam sehari-hari itulah yang perlu diperhatikan, bukan masalah
skolastik yang bersifat formalitas. Hal
ini sangat penting untuk merespon kondisi sosial
masyarakat pada masa itu yang sedang menghadapi berbagai macam persoalan, baik
internal maupun eksternal. Secara internal umat Islam dihadapkan pada konflik
politik yang berkepanjangan, kebekuan pemikiran akibat disumbatnya pintu
ijtihad, terjadinya fanatisme golongan, ditambah lagi dengan dengan penyimpangan
aqidah dan ibadah seperti takhayyul, taqlid buta, bid’ah
dan khurafat. Secara eksternal, umat Islam dihadapkan pada
musuh yang datang dari dua penjuru, mulai dari
timur bangsa Tar-Tar hingga barat dari Pasukan
Salib.
Ibnu Taimiyah adalah seorang literalis atau
tekstual dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an, terutama ayat tentang akidah dan
ibadah, akan tetapi soal mu’amalah lebih luwes dan tidak kaku.
Karya-karyanya meliputi berbagai bidang keilmuan seperti tafsir, ilmu tafsir,
hadist, ilmu hadist, fiqh, akhlak, tasawuf, mantiq (logika), filsafat,
politik, pemerintahan, tauhid/kalam, dan lain-lain. Dari karya-karyanya
tersebut pemikiran Ibnu Taimiyah dapat diketahui, termasuk pemikirannya di
bidang pendidikan.[4]
Kondisi
tersebut sangat mempengaruhi pikiran Ibnu
Taimiyah, dan pusaran ide-idenya yang kritis
adalah tertuju kepada pemurnian aqidah dan ibadah dengan semboyan : “ الرجوع الي السنة”. Kritiknya terhadap berbagai bentuk praktek khurafat
dinyatakan dalam ungkapannya: “ ان أصول الدين وفروعها قد بيّنها الرسول”. Kedua semboyan ini tercantum didalam kitab Ma’rij
al Wusul. Selanjutnya ide-idenya digunakan pula untuk menyerang mantiq dan
filsafat, namun demikian ia menekankan terbukanya pintu ijtihad di samping
tetap berpegang teguh terhadap sufisme. Inilah cirri-ciri paham Hanabilah
yang berjuang untuk reformasi keagamaan, dengan semangat puritanisme dan
pemahaman yang literal terhadap nas.[5]
3. Karya-karya
a. Karya-karya besar
§
As Sarim Al Maslul ’ala Syatimir Rasul
§
Manhaj as-Sunnan an Nabawiyyah Fi Naqd Al-Kalamal
Ayi’ah Wal Qodariyah
§
Kitab Nubuwah
§ Kitab Kawakib
b. Karya-karya umum
§
Majmu’ rasail Ibnu Taimiyah
§
Majmu’atur Rasail Kubra
§
Majmu’at Ar-Rasail wal Wasail
§
Majmu’at Khams Rasail Ibnu Taimiyah
§ Majmu’at Fatawa Ibnu Taimiyah (37 jilid)
§
Ikhtiyarat Al Ilmiyah
c. Karya mengenai tafsir al Qur’an
§
Ar-Risalah Al Ubudiyah Ila Al-Tafsir
§
Al Fatawa Al Hamawiyah
§
Tafsir Al Mu’awwidzatain, Tafsir sarah Al
Ikhhlas
§
Tafsir Surah an Nur
§
Al Kalam ’ala Qaulihi Ta’ala
d. Karya mengenai Hadits
§
Arba’un Haditsan Riwayat Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah ’an Arba’in Min Kibari Masyayikhi
§
Ar-Ba’uj haditsan Riwayat Ibnu Taimiyah
Takhrij Aminuddi AlAwani
§
Al Abdal Al Awali, Su’al Fi Masyad Al
Husaini Aina Huma Fi ahahih Wa Ilahumila Ra’suhu Wajawabuhu
§
Atsar
Fi Syar Hadits Ani Dzar
e. Karya mengenai aqidah
§
Al-Wasith Bainal Khalqi wal Haqqi
§
Al Aqidah Al Wasithiyah
§
Al Aqidah Al Mahawwiyah Al Kubra
§
Al Aqidah Al Tadmariyah
§
Al kalam Al Haqiqatul Islam Wal Imam
§
Al Munazarah Fil I’tiqad
f. Karya menentang konsep Dzimmiyah
§
Iqtiadus Shiratil Mustaqim Wa Mujanabati
Ashhabi Jahim
§
Tahijlu Ahli Injil
§
Al Jawabus Shahih Liman Badadalah Dinala
Masih
§
Mas’alatul Hasanah
§
Ar Risalatur Quburusyiah
g. Karya menentang sekte-sekte Islam
§
Al Mas’alah (Ar Raad ’Ala) An Nusairiyah
§
Naqd Ta’asisil Jahmiyah
§
Aqidah Fil Qur’an
§
Qaidah Fil Haqiqah wa Risalah Wa Qouli Ahli
Zandaqah Wa Dhalalah
h. Karya menentang para Sufi
§
Syarh kalimta Abdul Qadir Al Kailani Fi
kitab Fathuhul Ghaib
§
Ahlu SuffawalAbatil Ba’dail Mutasawwiyah
Fihim wa Fil Auliya wa Asnafihim wa da Wifthim
§
Asshufiyah Wal Fuqara
i. Karya menentang para Filosof
§
Ar Radd’ala falsafah eusydil hafidz
§
Fina Dzakaratuhu Rasi Fil Arba’individu Fi
Mas’alat as-Shifat Al Ikhtiyariyah
§
Nasihatul Ima fi Radd mantiqil Yunani
j. Karya tentang kesalehan pribadi
§
Jawami’aul Kalim At Ta’yib Fil ’Adiyyah Wal
Adzkar
§
Qaidah Fir Radd al Ghazali Fi Mas’alati
Tawakkul
§
Ar Risalah At Tis’innyiyah Fi bayan minhati
§
Qaidah fis Shabr
k. Karya mengenai Sya’ir
§
Manzumah Fil Qadr
§
Su’al Ba’du Ahli Dzimmah Minal Yahudi
l. Karya mengenai Fiqih
§
Qaidul jalilah Fit Tawassul Wal wasilah
§
Fi Sujud Al Qur’an
§
Qaidah Fi’adab Raka’atis Shalawat Wa
Auqatiha
§
Fi Auqatai Al-Nabi[6]
Inilah diantara beberapa kitab Ibnu
Taimiyah yang berhasil diselamatkan. Disinyalir kitabnya berjumlah 300-500
buah. Di Indonesia sendiri, golongan yang mula mula mempelajari karya karya
Ibnu Taimiyah secara sistematis adalah Lembaga Pendidikan Islam Sumatera
Tawalib di Sumatra Barat yang didirikan pada tahun 1920. Muhammad Abduh dan
muridnya Rasyid Ridha juga pengagum Ibnu Taimiyah. Pemikiran besarnya sangat
dipengaruhi oleh Ibnu Taimiyah.[7]
Kemudian pada Sumatra Tawalib ini pemikiran-pemikiran Ibnu Taimiyah, Muhammad
Abduh dan Rasyid ridha dipelajari sebagai pelajaran utama.
Diantara konsep-konsep Ibnu Taimiyah
tentang pendidikan adalah sebagai berikut :
a. Falsafah Pendidikan
Menurut Ibnu Taimiyah, ilmu yang bermanfaat
yang didasarkan atas asas kehidupan yang benar dan utama adalah ilmu yang
mengajak kepada kehidupan yang baik yang diarahkan untuk berhubungan dengan al-Haq
(Tuhan) serta dihubungkan dengan kenyataan-kenyataan makhluk serta memperteguh
rasa kemanusiaan. Dalam hal ini dapat dibangun atas dua hal, yaitu:
1) Tauhid (Mengesakan Allah Swt)
Tauhid yang menjadi asas pendidikan menurut
Ibnu Taimiyah dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1) Tauhid Rububiyah adalah meyakini seyakin-yakinnya bahwa Allah itu Esa,
yang menciptakan semua makhluk dan membimbingnya.
2) Tauhid Uluhiyah adalah meyakini bahwa Allah lah satu-satunya Tuhan yang
pantas disebut Tuhan, ditaati, dipatuhi segala perintahnya dan dijauhi segala
larangannya.
3) Tauhid Asma dan Sifat adalah meyakini bahwa segala yang berjalan dalam
kenyataan di alam raya ini merupakan perbuatan dan aturan Tuhan, segala sesuatu
berasal dari-Nya dan berakhir kepada-Nya.[8]
2) Tabiah Insaniyah (Kemanusiaan)
Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa seseorang
tidak akan mencapai pengembangan kecenderungan tauhidnya itu dengan sempurna
kecuali melalui pendidikan dan pengajaran. Dengan demikian terdapat al-risalah
dan al-rasul. Al-risalah adalah pendidikan yang tujuannya membuka
hati manusia agar mau menerima sesuatu yang bermanfaat dan menolak sesuatu yang
berbahaya, dan dalam perjalanan hidup manusia berada dalam dua tarikan ini.
Sedang al-rasul atau al-syari’ adalah cahaya yang dilimpahkan
Tuhan kepada akal manusia sehingga dapat digunakan untuk menimbang sesuatu yang
bermanfaat dan menolak sesuatu yang berbahaya.[9]
b. Tujuan Pendidikan
Menurut Ibnu Taimiyah tujuan pendidikan
dibagi menjadi tiga, yaitu :
a. Tujuan Individual
Tujuan pendidikan diarahkan pada
terbentuknya pribadi muslim yang baik, yaitu berpikir, merasa dan bekerja pada
berbagai lapangan kehidupan pada setiap waktu sejalan dengan apa yang
diperintahkan al-Qur’an dan al-Sunnah.
b. Tujuan Sosial
Tujuan ini bermaksud bahwa pendidikan harus
diarahkan pada terciptanya masyarakat yang baik yang sejalan dengan ketentuan
al-Qur’an dan as-Sunnah. Pendidikan diarahkan agar dapat melahirkan
manusia-manusia yang dapat hidup bersama dengan orang lain, saling membantu,
menasehati, mengatasi masalah dan seterusnya.
c. Tujuan Dakwah Islamiyah
Tujuan ini bermaksud untuk mengarahkan umat
agar siap dan mampu memikul tugas da’wah Islamiyah ke seluruh dunia. Menurutnya
pada tujuan ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: pertama,
menyebarluaskan ilmu dan ma’rifat yang didatangkan al-Qur’anul Karim,
sebagaimana hal itu dilakukan kaum salaf, yakni sahabat dan tabi’in. Kedua,
dengan cara berjihad yang sungguh-sungguh sehingga kalimat Allah yang demikian
tinggi itu dapat berdiri tegak.[10]
c. Kurikulum
Kurikulum dalam arti materi pelajaran menurut
Ibnu Taimiyah dibagi menjadi empat, yaitu sebagai berikut:
a. Kurikulum yang berhubungan dengan mengesakan Tuhan (tauhid),
yaitu mata pelajaran yang berkaitan dengan ayat-ayat Allah yang ada dalamkitab
suci al-Qur’an dan ayat-ayatnya yang ada di jagat raya dan diri manusia
sendiri.
b. Kurikulum yang berhubungan dengan mengetahui secara mendalam (ma’rifat)
terhadap ilmu-ilmu Allah, yaitu pelajaran yang ada hubungannya dengan
penyelidikan secara mendalam terhadap semua makhluk Allah.
c. Kurikulum yang berhubungan dengan upaya mendorong manusia mengetahui
secara mendalam (ma’rifat) terhadap kekuasaan (qudrat) Allah,
yaitu pengetahuan yang berhubungan dengan mengetahui pembagian makhluk Allah
yang meliputi berbagai aspek.
d. Kurikulum yang berhubungan dengan upaya mendorong untuk mengetahui
perbuatan-perbuatan Allah yaitu melakukan penelitian secara cermat terhadap
berbagai ragam kejadian dan peristiwa yang tampak dalam wujud yang beraneka
ragam.
Kemudian dalam ilmu, Ibnu Taimiyah menjadi
empat kategori, yaitu:
a. Ilmu agama. Dibagi menjadi dua bagian,
yaitu Ilmu Ijbariyah (ilmu yang dipaksakan) adalah ilmu yang
berkenaan dengan akidah Islamiyah, seperti rukun Islam, mengetahui yang hak dan
batil, petunjuk dan larangan serta secara keseluruhan termaktub dalam al-Qur’an
dan al-Sunnah. Dan Ilmu Ikhtiyariyah (ilmu yang diusahakan).
b. Ilmu aqliyah, disebut juga dengan ilmu syar’iyah aqliyah
karena agama menilai cukup dengan dalil, kemudian menyerahkannya kepada akal
dan panca indera untuk membahasnya. Ilmu ini mencakup ilmu matematika,
kedokteran, biologi, fisika, sosial, dan lain-lain. Tujuan ilmu ini adalah
untuk menyaksikan ayat-ayat Allah yang terdapat di jagat raya ini.
c. Ilmu askariyah. Ilmu ini diajukan Ibnu Taimiyah dalam rangka menjawab
kebutuhan zaman dan memenuhi para peneliti yang menghendaki agar pendidikan
tetap sejalan dengan perkembangan masyarakat.
d. Ilmu industri dan praktek. Belajar ilmu ini sangat penting yaitu
termasuk ijbariyah dan ikhtiyariyah. Ilmu ini menjadi ijbariyah
dan fardhu ‘ain di masyarakat jika tidak ada. Jika ilmu ini terdapat
syarat-syarat yang dibutuhkan masyarakat maka akan menjadi ikhtiyariyah,
seperti ilmu pertanian, ilmu menjahit, dan alat-alat perang. Ilmu ini sangat
dibutuhkan manusia jika mereka memaksakan untuk mempraktekkannya. Artinya hal
ini wajib bagi orang yang akan melaksanakan pembelajaran untuk merencanakan
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.[11]
d. Bahasa Pengantar dalam pengajaran
Ibnu Taimiyah menganjurkan agar mewajibkan
penggunaan bahasa Arab dalam pengajaran dan percakapan. Hal ini didasarkan pada
pandangannya bahwa penguasaan secara mendalam dan teliti terhadap bahasa Arab merupakan
tuntutan Islam dan sesuatu yang fardhu ‘ain hukumnya di kalangan ulama salaf. Ibnu
Taimiyah mengeluarkan larangan keras terhadap penggunaan nama dan
istilah-istilah asing selain bahasa Arab dalam kehidupan sehari-hari dan lain
sebagainya. Ia mengajak masyarakat agar menjauhi penggunaan nama-nama dan
istilah asing tersebut karena tiga sebab:
a. Seorang muslim tidak akan sanggup memperkokoh nama-nama dan istilah
tersebut tanpa menjauhi sesuatu sebagaimana terjadi di zaman jahiliyah tanpa
menyebut Allah.
b. Ketika seseorang tidak mengetahui arti dari suatu nama, maka hal ini
menunjukkan pertentangan dengan syara’, sedang seorang muslim dilarang
mengucapkan suatu kata-kata yang ia sendiri tidak mengetahui artinya.
c. Seorang muslim dianggap kurang baik membiasakan berbicara selain
menggunakan bahasa Arab, karena bahasa Arab merupakan salah satu syiar Islam
dan kaum muslimin.
e. Metode Pengajaran
Menurut Ibnu Taimiyah pada garis besarnya
metode pengajaran dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu metode ilmiah dan metode
iradiah.[12]
Hal ini didasarkan pada pemikirannya bahwa al-Qalb (hati) merupakan alat untuk
belajar. Hatilah yang mengendalikan anggota badan dan mengarahkan jalannya. al-Qalb
(hati) tersebut memiliki dua daya, yaitu daya ilmiah atau daya berpikir, dan
daya iradiah yaitu kecenderungan untuk mengamalkan apa yang dipikirkan.
Pemikiran tersebut dimulai dalam hati dan berakhir dalam hati dan ketika iradah
(kemauan) bermula di dalam hati dan berakhir pada anggota badan, pada puncaknya
penggunaan kedua daya tersebut di dalam akal. Dengan demikian, akal merupakan
sifat yang terdapat pada hati, yaitu pemikiran dan kemauan.[13]
Demikian, hati seorang akan menghasilkan ma’rifah
(pengetahuan yang mendalam) dan ilmu (pengetahuan biasa). Melalui iradiah
akan tergerak hati untuk menyesuaikan ilmu ini untuk selanjutnya dipraktekkan
dalam amal. Dalam keadaan demikian, maka esensi belajar itu sesungguhnya terjadi
ketika sesorang pelajar berpikir mengenai yang baik dan benar dan apa yang
dianggap salah dan buruk.
a. Metode Ilmiah
Metode ilmiah adalah metode yang
menggunakan pemikiran yang lurus dalam memahami dalil, argumen dan sebab-sebab
yang menyampaikan pada ilmu. Metode ilmiah ini didasarkan pada 3 hal yaitu benarnya
alat untuk mencapai ilmu, penggunaan secara menyeluruh terhadap seluruh proses
belajar, dan mensejajarkan antara amal dan pengetahuan.
b. Metode Iradah
Metode ini merupakan metode yang
mengantarkan seseorang pada pengalaman ilmu yang diajarkannya. Tujuan utama
metode ini adalah mendidik kemauan seorang pelajar sehingga hatinya tergerak
untuk tidak menginginkan sesuatu kecuali yang diperintahkan Allah SWT, dan
mendapatkan cinta-Nya. Untuk terlaksananya metode ini diperlukan tiga syarat: dengan
mengetahui maksud dari iradah, dengan mengetahui tujuan dari iradah, dan
mengetahui tindakan yang sesuai untuk mendidik iradah tersebut.[14]
f. Etika Guru dan Murid
Ibnu Taimiyah membagi etika guru dan murid
kepada dua bagian. Pertama, etika guru dan murid yang hanya cocok untuk
zamannya. Kedua, etika guru dan murid yang cocok atau berlaku sepanjang zaman.
Namun pada bagian ini hanya dikemukakan etika guru pada zamannya Ibnu Taimiyah
saja.
a. Etika guru terhadap murid
1) Seorang alim (guru) senantiasa saling menolong dalam kebaikan dan
ketakwaan, tidak boleh menyakiti baik ucapan maupun perbuatan.
2) Seorang guru hendaknya menjadi panutan bagi murid-muridnya dalam hal
kejujuran, berakhlak mulia dan menegakkan syari’at Islam.
3) Seorang guru hendaknya menyebarkan ilmunya tanpa main-main atau
sembrono.
4) Seorang guru hendaknya membiasakan menghafal dan menambah ilmunya serta
tidak melupakannya.
b. Etika murid terhadap guru
1) Seorang murid hendaknya memiliki niat yang baik dalam menuntut ilmu,
yaitu menghadap ridha Allah.
2) Seorang murid hendaknya mengetahui tentang cara-cara memuliakan gurunya
serta berterima kasih kepada guru, karena orang yang tidak bersyukur kepada
manusia, maka dianggap tidak bersyukur kepada Allah.
3) Seorang pelajar hendaknya mau menerima setiap ilmu,sepanjang ia
mengetahui ilmunya.
4) Seorang pelajar hendaknya tidak menolak atau menyalahkan mazhab lain
atau memandang mazhab orang lain bodoh dan sesat. Suatu kebenaran hanya
terdapat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah.[15]
BAB
III
KESIMPULAN
1.
Nama
lengkap Ibnu Taimiyah adalah Taqiy al-din Ahmad Bin Abd al-Hakim Bin Taymiyah,
lahir di kota Harran wilayah Syiria, lima tahun setelah Baghdad dikuasai oleh
pasukan Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan, hari kelahirannya adalah hari
Senin 10 Rabiul Awwal 661 H, bertepatan dengan tanggal 22 Januari 1263 M. Ibnu
Taimiyah wafat di Damaskus malam senin 20 Zul Qaidah 728, bertepatan dengan
tanggal 26 September 1328 M. Ayahnya adalah seorang faqih bermazhab Hambali.
Ibn Taimiyah pertama kali dididik di lembaga pendidikan bermazhab Hanbali yang
dipimpin oleh ayahnya. Ia dikenal sangat gigih berjuang dalam usaha reformasi
tradisi masyarakat yang bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam dengan semangat
puritanisme dan pemahaman yang literal terhadap nas-nas naqli. Selanjutnya
ide-idenya digunakan pula untuk menyerang mantiq dan filsafat, namun demikian
ia menekankan terbukanya pintu ijtihad di samping tetap berpegang teguh
terhadap sufisme. Karya-karyanya banyak sekali dan sempat mengalami
problematika dengan ulama lain serta pemerintah saat itu sehingga karya-karya
banyak yang tidak diselamatkan. Dikalangan ulama sezamannya, Ibnu Taimiyah
dikenal sebagai ulama kontroversial dan nyleneh sehingga pada akhir
hayatnya dihabiskan dibalik jeruji besi.
2. Diantara konsep-konsep Ibnu Taimiyah tentang pendidikan adalah sebagai berikut :
a. Falsafah Pendidikan
1) Tauhid (Mengesakan Allah Swt)
2) Tabiah Insaniyah (Kemanusiaan)
b. Tujuan Pendidikan
1) Tujuan Individual adalah diarahkan pada terbentuknya pribadi muslim
yang baik, yaitu berpikir, merasa dan bekerja pada berbagai lapangan kehidupan
pada setiap waktu sejalan dengan apa yang diperintahkan al-Qur’an dan al-Sunnah
2) Tujuan Sosial adalah diarahkan pada terciptanya masyarakat yang
baik yang sejalan dengan ketentuan al-Qur’an dan as-Sunnah
3) Tujuan Dakwah Islamiyah mengarahkan umat agar siap dan mampu
memikul tugas da’wah Islamiyah ke seluruh dunia.
c. Kurikulum
1) Kurikulum yang berhubungan dengan mengesakan Tuhan (tauhid)
2)
Kurikulum
yang berhubungan dengan mengetahui secara mendalam (ma’rifat) terhadap
ilmu-ilmu Allah.
3) Kurikulum yang berhubungan dengan upaya mendorong manusia mengetahui
secara mendalam (ma’rifat) terhadap kekuasaan (qudrat) Allah
4) Kurikulum yang berhubungan dengan upaya mendorong untuk mengetahui
perbuatan-perbuatan Allah
Kemudian dalam ilmu, Ibnu Taimiyah menjadi
empat kategori, yaitu:
1) Ilmu agama, yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu Ilmu Ijbariyah dan Ilmu Ikhtiyariyah (ilmu
yang diusahakan).
2) Ilmu aqliyah, disebut juga dengan ilmu syar’iyah
3) Ilmu askariyah yang dalam rangka menjawab kebutuhan zaman
d. Ilmu industri dan praktek
e.
Bahasa Pengantar dalam pengajaran yang mewajibkan penggunaan bahasa Arab dalam pengajaran dan percakapan.
f.
Metode Pengajaran, yang dibagi menjadi dua, yaitu metode ilmiah dan metode iradiah.
g. Etika Guru dan Murid
BAB
IV
KESIMPULAN
Demikian
makalah ini kami susun. Semoga para pembaca dapat tentang dasar-dasar
penelitian kuantitatif dengan baik. Permohonan maaf penulis atas segala
kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Kritik dan saran yang membangun sangat
kami harapkan guna memperbaiki penyusunan makalah selanjutnya. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001)
Achmad Anwar Abidin, Konsepsi Pendidikan Agama Islam, Studi atas Pemikiran Ibnu Taimiyah
dalam Jurnal Pendidikan Islam Attaqwa, Vol.12 No. 1 Januari 2016 hlm. 29
Muhaimin, Paradigma
Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah.
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001)
Nelly, Konsep Pendidikan Ibnu Taimiyah
dalam Jurnal Al-Astar STAI Mempawah, Volume 7, No. 1, Tahun 2017.
Suwito &
Fauzan (Ed), Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan (Bandung : Penerbit
Angkasa, 2003) Cet I
[1] Suwito & Fauzan (Ed), Sejarah Pemikiran Para Tokoh
Pendidikan (Bandung : Penerbit Angkasa, 2003) Cet I, 229.
[4] Abuddin Nata, Pemikiran
Para Tokoh Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001) hlm. 127
[6] Achmad Anwar
Abidin, Konsepsi Pendidikan Agama Islam, Studi
atas Pemikiran Ibnu Taimiyah dalam Jurnal Pendidikan Islam Attaqwa, Vol.12
No. 1 Januari 2016 hlm. 29
[14] Nelly, Konsep Pendidikan Ibnu Taimiyah dalam Jurnal
Al-Astar STAI Mempawah, Volume 7, No. 1, Tahun 2017. Hlm. 22
Tidak ada komentar:
Write comments