oleh Miftahudin
Guru SMP Negeri 1 Semarang
Mahasiswa Pascasarjana Unwahas Semarang
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Metode pembelajaran yang tepat jika sejalan
dengan materi yang diajarkan secara fungsional dapat digunakan untuk
meralisasikan nilai-nilai ideal dalam tujuan pendidikan Islam. Oleh karena itu,
pemikiran seorang tokoh pemikir pendidikan Islam menjadi barometer dan
referensi utama dalam mewujudkan sebuah pembelajaran yang berkualitas. Proses
pendidikan Islam, tidak hanya mementingkan proses pembelajaran, akan tetapi
justru yang terpenting adalah proses internalisasi dan transformasi nilai-nilai
Islami ke dalam pribadi muslim.
Berbagai teori, pemikiran dan kebijakan
yang diambil tak lain dalam rangka untuk peningkatan kualitas pendidikan Islam
yang diharapkan mampu memberikan nuansa baru bagi pengembangan sistem
pendidikan Islam di Indonesia dan sekaligus hendak memberikan kontribusi dalam
menjabarkan makna pengembangan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana tertuang dalam
tujuan pendidikan nasional.[1]
Ibnu Taimiyah dikenal oleh para intelektual Islam sebagai tokoh muslim yang ide-idenya cemerlang, gigih dalam upaya
meluruskan tradisi umat Islam pada zamannya. Seorang pribadi yang menaruh perhatian besar
terhadap masalah-masalah yang muncul di masyarakat diantaranya masalah
pendidikan Islam. Ia juga
dikenal sebagai penulis yang cukup produktif, dan terkenal dengan
fatwa-fatwanya yang dianggap banyak berseberangan dengan pemikiran tradisional
yang berkembang pada saat itu. Seluruh pemikiran Ibnu Taimiyah dalam bidang ini dibangun berdasar
keterangan yang yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah melalui pemahaman
yang mendalam dan komprehensif. Pemikirannya merupakan respon terhadap berbagai
masalah yang dihadapi masyarakat Islam pada saat itu yang menuntut pemecahan
secara strategis melalui jalur pendidikan.
Sedikit kendala yang dialami pemakalah
adalah kesulitan mendapatkan referensi langsung (buku induk) mengenai pemikiran
Ibnu Taimiyah tentang pendidikan Islam. Dari karya yang ada, buku maupun Kitab
karya Ibnu Taimiyah lebih banyak tentang hukum Islam dan
permasalah-permasalahan fiqih. yang ada adalah jurnal, kumpulan pemikiran tokoh
yang tertuang dalam makalah dan buku tentang biografi Ibnu Taimiyah, misal
kitab Ibnu Taimiyah hayatuhu wa Asyruhu karangan Abu Zahrah. Bahkan
dalam makalah ini akan disajikan sisi-sisi lain Ibnu Taimiyah dengan pandangan
yang berbeda dari umumnya.
B. Rumusan Masalah
Pada makalah ini, berdasarkan uraian masalah diatas dapat diperinci
beberapa pertanyaan sebagai berikut :
1.
Bagaimana Biografi Ibnu Taimiyah?
2.
Bagaimana Pemikiran Ibnu Taimiyah tentang Konsep
Pendidikan Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Ibnu Taimiyah
1. Masa Kecil Ibnu Taimiyah
Nama lengkap Ibnu Taimiyah adalah Ahmad
Taqiyudin Abu Abbas bin Syihabuddin Abdul Mahasin Abdul Halim bin Syeikh
Majduddin Abil Barakat Abdussalam bin Abi Muhammad Abdillah bin Abi Qasim
al-Khadar bin Muhammad bin al-Khadar bin Ali Abdillah.[2] Ia lahir di kota Harran, wilayah Syiria, pada
hari Senin, 10 Rabiul Awwal 661 H (22 Januari 1263) lima tahun setelah Baghdad
dikuasai oleh pasukan Mongol dibawah Hulaghu Khan. Wafat di Damaskus, malam
Senin, 20 Dzulqaidah 728 H (26 September 1328 M). Ayahnya bernama Syihab ad-Din
Abd al-Halim ibn Abd as-Salam adalah seorang ulama besar mazhab Hambali, Khatib
dan imam besar di Masjid Agung Damaskus, guru tafsir dan hadist, direktur
madrasah Dar al-Hadist as-Sukkriyah.[3] Di
lembaga inilah ayahnya, Abd al-Halim mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan
untuk pertama kalinya.
Kakeknya bernama Syeikh Majd ad-Din
al-Barakat Abd al-Salam ibn Abdullah seorang mujtahid mutlak, seorang alim
terkenal sebagai ahli tafsir, ahli hadist, ahli ushul fiqh, ahli fiqh, ahli nahwu
dan pengarang. Pamannya al-Khatib Fakhr al-Din seorang cendekiawan muslim terkenal
dimasanya dan pengarang yang produktif. Adik laki-laki Ibnu Taimiyah bernama
Syaraf ad-Din Abdullah ibn Abd al-Halim adalah seorang ilmuwan muslim yang ahli
di bidang mawaris, ilmu-ilmu hadist dan sains.
Sejak kecil Ibnu Taimiyah dikenal sebagai
seorang anak yang mempunyai kecerdasan yang luar biasa, tinggi kemauan dan
kemampuan dalam studi, tekun dan cermat dalam memecahkan masalah, tegas dan
teguh dalam menyatakan dan mempertahankan pendapat, ikhlas dan rajin beramal
salih, rela berkorban dan siap berjuang untuk jalan kebenaran, serta
berkepribadian baik. Dalam usia 7 tahun Ibnu Taimiyah telah berhasil menghafal
seluruh al-Qur’an dengan amat lancar. Beliau aktif di bidang ilmu pengetahuan
dan politik praktis.[4]
2. Paham keagamaan Ibnu Taimiyah
Dalam paham keagamaan Ibnu Taimiyah
dikelompokkan sebagai penganut salafiyah yang kokoh, yaitu paham yang begitu
kuat berpegang teguh kepada ajaran yang terdapat dalam al-Qur’an dan Sunnah. Atau
dalam literasi lain, dengan tegas paham keagamaan Ibnu Taimiyah adalah madzhab
Hambali. Ia berpandangan bahwa masalah yang riil yang berhubungan dengan
kehidupan umat Islam sehari-hari itulah yang perlu diperhatikan, bukan masalah
skolastik yang bersifat formalitas. Hal
ini sangat penting untuk merespon kondisi sosial
masyarakat pada masa itu yang sedang menghadapi berbagai macam persoalan, baik
internal maupun eksternal. Secara internal umat Islam dihadapkan pada konflik
politik yang berkepanjangan, kebekuan pemikiran akibat disumbatnya pintu
ijtihad, terjadinya fanatisme golongan, ditambah lagi dengan dengan penyimpangan
aqidah dan ibadah seperti takhayyul, taqlid buta, bid’ah
dan khurafat. Secara eksternal, umat Islam dihadapkan
pada musuh yang datang dari dua
penjuru, mulai dari timur bangsa Tar-Tar hingga
barat dari Pasukan
Salib.
Ibnu Taimiyah adalah seorang literalis atau
tekstual dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an, terutama ayat tentang akidah dan
ibadah, akan tetapi soal mu’amalah lebih luwes dan tidak kaku.
Karya-karyanya meliputi berbagai bidang keilmuan seperti tafsir, ilmu tafsir,
hadist, ilmu hadist, fiqh, akhlak, tasawuf, mantiq (logika), filsafat,
politik, pemerintahan, tauhid/kalam, dan lain-lain. Dari karya-karyanya tersebut
pemikiran Ibnu Taimiyah dapat diketahui, termasuk pemikirannya di bidang
pendidikan.[5]
Kondisi tersebut sangat mempengaruhi pikiran Ibnu
Taimiyah, dan pusaran ide-idenya yang kritis adalah tertuju kepada pemurnian aqidah dan ibadah dengan semboyan
: “ الرجوع الي السنة”. Kritiknya terhadap berbagai bentuk praktek khurafat
dinyatakan dalam ungkapannya: “ ان أصول الدين وفروعها قد بيّنها الرسول”. Kedua semboyan ini tercantum didalam
kitab Ma’rij al Wusul. Selanjutnya ide-idenya digunakan pula untuk
menyerang mantiq dan filsafat, namun demikian ia menekankan terbukanya pintu
ijtihad di samping tetap berpegang teguh terhadap sufisme. Inilah cirri-ciri paham Hanabilah
yang berjuang untuk reformasi keagamaan, dengan semangat puritanisme dan
pemahaman yang literal terhadap nas.[6]
3. Karya-karya Ibnu Taimiyah
a. Karya-karya besar
§
As Sarim Al Maslul ’ala Syatimir Rasul
§
Manhaj as-Sunnan an Nabawiyyah Fi Naqd Al-Kalamal
Ayi’ah Wal Qodariyah
§
Kitab Nubuwah
§ Kitab Kawakib
b. Karya-karya umum
§
Majmu’ rasail Ibnu Taimiyah
§
Majmu’atur Rasail Kubra
§
Majmu’at Ar-Rasail wal Wasail
§
Majmu’at Khams Rasail Ibnu Taimiyah
§ Majmu’at
Fatawa Ibnu Taimiyah (37 jilid)
§
Ikhtiyarat Al Ilmiyah
c. Karya mengenai tafsir al Qur’an
§
Ar-Risalah Al Ubudiyah Ila Al-Tafsir
§
Al Fatawa Al Hamawiyah
§
Tafsir Al Mu’awwidzatain, Tafsir sarah Al Ikhhlas
§
Tafsir Surah an Nur
§
Al Kalam ’ala Qaulihi Ta’ala
d. Karya mengenai Hadits
§
Arba’un Haditsan Riwayat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
’an Arba’in Min Kibari Masyayikhi
§
Ar-Ba’uj haditsan Riwayat Ibnu Taimiyah Takhrij
Aminuddi AlAwani
§
Al Abdal Al Awali, Su’al Fi Masyad Al Husaini Aina
Huma Fi ahahih Wa Ilahumila Ra’suhu Wajawabuhu
§
Atsar Fi
Syar Hadits Ani Dzar
e. Karya mengenai aqidah
§
Al-Wasith Bainal Khalqi wal Haqqi
§
Al Aqidah Al Wasithiyah
§
Al Aqidah Al Mahawwiyah Al Kubra
§
Al Aqidah Al Tadmariyah
§
Al kalam Al Haqiqatul Islam Wal Imam
§
Al Munazarah Fil I’tiqad
f. Karya menentang konsep Dzimmiyah
§
Iqtiadus Shiratil Mustaqim Wa Mujanabati Ashhabi Jahim
§
Tahijlu Ahli Injil
§
Al Jawabus Shahih Liman Badadalah Dinala Masih
§
Mas’alatul Hasanah
§
Ar Risalatur Quburusyiah
g. Karya menentang sekte-sekte Islam
§
Al Mas’alah (Ar Raad ’Ala) An Nusairiyah
§
Naqd Ta’asisil Jahmiyah
§
Aqidah Fil Qur’an
§
Qaidah Fil Haqiqah wa Risalah Wa Qouli Ahli Zandaqah
Wa Dhalalah
h. Karya menentang para Sufi
§
Syarh kalimta Abdul Qadir Al Kailani Fi kitab Fathuhul
Ghaib
§
Ahlu SuffawalAbatil Ba’dail Mutasawwiyah Fihim wa Fil
Auliya wa Asnafihim wa da Wifthim
§
Asshufiyah Wal Fuqara
i. Karya menentang para Filosof
§
Ar Radd’ala falsafah eusydil hafidz
§
Fina Dzakaratuhu Rasi Fil Arba’individu Fi Mas’alat
as-Shifat Al Ikhtiyariyah
§
Nasihatul Ima fi Radd mantiqil Yunani
j. Karya tentang kesalehan pribadi
§
Jawami’aul Kalim At Ta’yib Fil ’Adiyyah Wal Adzkar
§
Qaidah Fir Radd al Ghazali Fi Mas’alati Tawakkul
§
Ar Risalah At Tis’innyiyah Fi bayan minhati
§
Qaidah fis Shabr
k. Karya mengenai Sya’ir
§
Manzumah Fil Qadr
§
Su’al Ba’du Ahli Dzimmah Minal Yahudi
l. Karya mengenai Fiqih
§
Qaidul jalilah Fit Tawassul Wal wasilah
§
Fi Sujud Al Qur’an
§
Qaidah Fi’adab Raka’atis Shalawat Wa Auqatiha
§
Fi Auqatai Al-Nabi[7]
Inilah diantara beberapa kitab Ibnu
Taimiyah yang berhasil diselamatkan. Disinyalir kitabnya berjumlah 300-500
buah. Di Indonesia sendiri, golongan yang mula mula mempelajari karya karya
Ibnu Taimiyah secara sistematis adalah Lembaga Pendidikan Islam Sumatera
Tawalib di Sumatra Barat yang didirikan pada tahun 1920. Muhammad Abduh dan
muridnya Rasyid Ridha juga pengagum Ibnu Taimiyah. Pemikiran besarnya sangat
dipengaruhi oleh Ibnu Taimiyah.[8]
Kemudian pada Sumatra Tawalib ini pemikiran-pemikiran Ibnu Taimiyah, Muhammad
Abduh dan Rasyid ridha dipelajari sebagai pelajaran utama.
4. Sisi lain Ibnu Taimiyah
Imam as Subki, sebagaimana dikutip oleh
Syaikh Idahram, menjuluki Ibnu Taimiyah sebagai “Rektor Universitas Kepicikan”
melalui sya’irnya, “dia membudidayakan kepicikan dimanapun berada. Berjalan ke
timur dan ke barat. Meriwayatkan sesuatu yang tidak ada asal usulnya tentang
Allah Yang Mahasuci dari apa yang dia sangkakan kepada-Nya.”[9] Di
dalam kitabnya ad Durrah al Mudhi’ah, as Subki juga berpendapat, “sesungguhnya
Ibnu Taimiyah telah melakukan berbagai bid’ah dalam perkara akidah,
menghancurkan pondasi dan sendi-sendi Islam. Dia berlindung dibalik tameng al
Qur’an dan Sunnah. Lalu menampakkan diri sebagai pengajak kebenaran dan
penunjuk jalan ke Syurga. Sesungguhnya dia telah keluar dari mengikuti
Rasulullah Saw (ittiba’) kepada yang mengada-adakan bid’ah (ibtida’).
Dia telah keluar dari barisan muslimin karena telah menyalahi Ijma’. Dia juga
menyatakan, zat Allah Yang Maha Suci memiliki tubuh dan tidak mustahil Allah
membutuhkan bagian yang lain dari zat-Nya. Dia juga menyatakan bahwa makhluk
berubah menjadi zat Allah.”[10]
Begitu juga al Hafidz Waliyuddin al Iraqi
menyatakan bahwa, “ilmunya lebih luas dari akalnya.” Dalam bahasa yang lebih
jelas, “akalnya sempit, tidak seluas ilmu yang dimilikinya.”[11] Inilah
salah satu alasan mengapa kehidupan sosialnya selalu bermasalah. Ibnu Hajar al
Asqalani, dalam bukunya ad Durar al kaminah terdapat kisah dimana suatu
ketika Ibnu Taimiyah dipukuli oleh masyarakat dan dilempari sandal saat ceramah
di masjid Umawi. Kisah ini diriwayatkan oleh Abu al Hasan al Dimasyqi dari
ayahnya yang menuturkan, “kami hadir di masjid yang biasa digunakan Ibnu
Taimiyah untuk ceramah dan memberikan nasihat. Disitu, dia menyampaikan ayat
tentang istiwa, lalu berkata: ‘Allah bersemayam diatas Arasy-Nya seperti
bersemayamnya aku di atas kursi ini’. Seketika, masyarakat berlarian kea rah
Ibnu Taimiyah berusaha menurunkannya dari atas kursi. Sebagian ada yang
memukulinya dan melemparinya dengan sandal.[12]
Ibnu Taimiyah sudah berkali-kali diperintah
untuk bertaubat dari perkataan dan keyakinannya semacam itu, baik dalam
masalah-masalah pokok ushul (pokok) maupun furu’iyah (cabang),
namun dia selalu mengingkari janji-janjinya tersebut. Sehingga dia dipenjara
dengan kesepakatan para qadli (hakim) dari empat madzhab.[13]
Pada saat yang sama, pemerintah saat itu mengeluarkan maklumat kepada seluruh
masyarakat Muslim di Syam dan Mesir supaya mewaspadai pemikiran-pemikiran Ibnu
Taimiyah dan para pengikutnya. Menurut Muhammad Ibnu Syakir al Kutbi (murid
Ibnu Taimiyah sendiri) menyatakan bahwa Ibnu Taimiyah dipenjara di benteng al
Qal’ah di Damaskus hingga meninggal pada tahun 728 H.
Beberapa catatan para ulama’ mengenai kenyelenehan
Ibnu Taimiyah adalah antara lain dia mentasybih dan mentajsim Allah dengan
makhluk-Nya, dia meyakini kemurnian Injil dan Taurat, bahkan menjadikannya
referensi, dia menyatakan alam dunia dan makhluk kekal abadi, dia membenci
keluarga Nabi Muhammad Saw (ahlu bait), dia menghina sahabat utama Nabi Saw dan
para Ulama, dia berbohong dan menipu untuk meyakinkan orang lain, dia
melemahkan hadits yang bertentangan dengan pahamnya dan dia gampang mencaci,
menghina dan kurang santun.[14]
B.
Konsep Pendidikan Islam menurut Ibnu
Taimiyah
Diantara konsep-konsep Ibnu Taimiyah
tentang pendidikan adalah sebagai berikut :
a. Falsafah Pendidikan
Menurut Ibnu Taimiyah, ilmu yang bermanfaat
yang didasarkan atas asas kehidupan yang benar dan utama adalah ilmu yang
mengajak kepada kehidupan yang baik yang diarahkan untuk berhubungan dengan al-Haq
(Tuhan) serta dihubungkan dengan kenyataan-kenyataan makhluk serta memperteguh
rasa kemanusiaan. Dalam hal ini dapat dibangun atas dua hal, yaitu:
1) Tauhid (Mengesakan Allah Swt)
Tauhid yang menjadi asas pendidikan menurut
Ibnu Taimiyah dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1) Tauhid Rububiyah adalah meyakini
seyakin-yakinnya bahwa Allah itu Esa, yang menciptakan semua makhluk dan
membimbingnya.
2) Tauhid Uluhiyah adalah meyakini bahwa Allah
lah satu-satunya Tuhan yang pantas disebut Tuhan, ditaati, dipatuhi segala
perintahnya dan dijauhi segala larangannya.
3) Tauhid Asma dan Sifat adalah meyakini bahwa
segala yang berjalan dalam kenyataan di alam raya ini merupakan perbuatan dan
aturan Tuhan, segala sesuatu berasal dari-Nya dan berakhir kepada-Nya.[15]
2) Tabiah Insaniyah (Kemanusiaan)
Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa seseorang
tidak akan mencapai pengembangan kecenderungan tauhidnya itu dengan sempurna
kecuali melalui pendidikan dan pengajaran. Dengan demikian terdapat al-risalah
dan al-rasul. Al-risalah adalah pendidikan yang tujuannya membuka
hati manusia agar mau menerima sesuatu yang bermanfaat dan menolak sesuatu yang
berbahaya, dan dalam perjalanan hidup manusia berada dalam dua tarikan ini.
Sedang al-rasul atau al-syari’ adalah cahaya yang dilimpahkan
Tuhan kepada akal manusia sehingga dapat digunakan untuk menimbang sesuatu yang
bermanfaat dan menolak sesuatu yang berbahaya.[16]
b. Tujuan Pendidikan
Menurut Ibnu Taimiyah tujuan pendidikan
dibagi menjadi tiga, yaitu :
a. Tujuan Individual
Tujuan pendidikan diarahkan pada
terbentuknya pribadi muslim yang baik, yaitu berpikir, merasa dan bekerja pada
berbagai lapangan kehidupan pada setiap waktu sejalan dengan apa yang
diperintahkan al-Qur’an dan al-Sunnah.
b. Tujuan Sosial
Tujuan ini bermaksud bahwa pendidikan harus
diarahkan pada terciptanya masyarakat yang baik yang sejalan dengan ketentuan
al-Qur’an dan as-Sunnah. Pendidikan diarahkan agar dapat melahirkan
manusia-manusia yang dapat hidup bersama dengan orang lain, saling membantu,
menasehati, mengatasi masalah dan seterusnya.
c. Tujuan Dakwah Islamiyah
Tujuan ini bermaksud untuk mengarahkan umat
agar siap dan mampu memikul tugas da’wah Islamiyah ke seluruh dunia. Menurutnya
pada tujuan ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: pertama,
menyebarluaskan ilmu dan ma’rifat yang didatangkan al-Qur’anul Karim,
sebagaimana hal itu dilakukan kaum salaf, yakni sahabat dan tabi’in. Kedua,
dengan cara berjihad yang sungguh-sungguh sehingga kalimat Allah yang demikian
tinggi itu dapat berdiri tegak.[17]
c. Kurikulum
Kurikulum dalam arti materi pelajaran menurut
Ibnu Taimiyah dibagi menjadi empat, yaitu sebagai berikut:
a. Kurikulum yang berhubungan dengan
mengesakan Tuhan (tauhid), yaitu mata pelajaran yang berkaitan dengan
ayat-ayat Allah yang ada dalamkitab suci al-Qur’an dan ayat-ayatnya yang ada di
jagat raya dan diri manusia sendiri.
b. Kurikulum yang berhubungan dengan
mengetahui secara mendalam (ma’rifat) terhadap ilmu-ilmu Allah, yaitu
pelajaran yang ada hubungannya dengan penyelidikan secara mendalam terhadap
semua makhluk Allah.
c. Kurikulum yang berhubungan dengan upaya
mendorong manusia mengetahui secara mendalam (ma’rifat) terhadap
kekuasaan (qudrat) Allah, yaitu pengetahuan yang berhubungan dengan
mengetahui pembagian makhluk Allah yang meliputi berbagai aspek.
d. Kurikulum yang berhubungan dengan upaya
mendorong untuk mengetahui perbuatan-perbuatan Allah yaitu melakukan penelitian
secara cermat terhadap berbagai ragam kejadian dan peristiwa yang tampak dalam
wujud yang beraneka ragam.
Kemudian dalam ilmu, Ibnu Taimiyah menjadi
empat kategori, yaitu:
a. Ilmu agama. Dibagi menjadi dua bagian, yaitu Ilmu Ijbariyah (ilmu yang
dipaksakan) adalah ilmu yang berkenaan dengan akidah Islamiyah, seperti rukun
Islam, mengetahui yang hak dan batil, petunjuk dan larangan serta secara
keseluruhan termaktub dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Dan Ilmu Ikhtiyariyah
(ilmu yang diusahakan).
b. Ilmu aqliyah, disebut juga dengan
ilmu syar’iyah aqliyah karena agama menilai cukup dengan dalil, kemudian
menyerahkannya kepada akal dan panca indera untuk membahasnya. Ilmu ini
mencakup ilmu matematika, kedokteran, biologi, fisika, sosial, dan lain-lain.
Tujuan ilmu ini adalah untuk menyaksikan ayat-ayat Allah yang terdapat di jagat
raya ini.
c. Ilmu askariyah. Ilmu ini diajukan Ibnu
Taimiyah dalam rangka menjawab kebutuhan zaman dan memenuhi para peneliti yang
menghendaki agar pendidikan tetap sejalan dengan perkembangan masyarakat.
d. Ilmu industri dan praktek. Belajar ilmu ini
sangat penting yaitu termasuk ijbariyah dan ikhtiyariyah. Ilmu
ini menjadi ijbariyah dan fardhu ‘ain di masyarakat jika tidak
ada. Jika ilmu ini terdapat syarat-syarat yang dibutuhkan masyarakat maka akan
menjadi ikhtiyariyah, seperti ilmu pertanian, ilmu menjahit, dan
alat-alat perang. Ilmu ini sangat dibutuhkan manusia jika mereka memaksakan
untuk mempraktekkannya. Artinya hal ini wajib bagi orang yang akan melaksanakan
pembelajaran untuk merencanakan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.[18]
d. Bahasa Pengantar dalam pengajaran
Ibnu Taimiyah menganjurkan agar mewajibkan
penggunaan bahasa Arab dalam pengajaran dan percakapan. Hal ini didasarkan pada
pandangannya bahwa penguasaan secara mendalam dan teliti terhadap bahasa Arab
merupakan tuntutan Islam dan sesuatu yang fardhu ‘ain hukumnya di kalangan
ulama salaf. Ibnu Taimiyah mengeluarkan larangan keras terhadap penggunaan nama
dan istilah-istilah asing selain bahasa Arab dalam kehidupan sehari-hari dan
lain sebagainya. Ia mengajak masyarakat agar menjauhi penggunaan nama-nama dan
istilah asing tersebut karena tiga sebab:
a. Seorang muslim tidak akan sanggup
memperkokoh nama-nama dan istilah tersebut tanpa menjauhi sesuatu sebagaimana
terjadi di zaman jahiliyah tanpa menyebut Allah.
b. Ketika seseorang tidak mengetahui arti dari
suatu nama, maka hal ini menunjukkan pertentangan dengan syara’, sedang seorang
muslim dilarang mengucapkan suatu kata-kata yang ia sendiri tidak mengetahui
artinya.
c. Seorang muslim dianggap kurang baik
membiasakan berbicara selain menggunakan bahasa Arab, karena bahasa Arab
merupakan salah satu syiar Islam dan kaum muslimin.
e. Metode Pengajaran
Menurut Ibnu Taimiyah pada garis besarnya
metode pengajaran dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu metode ilmiah dan
metode iradiah.[19]
Hal ini didasarkan pada pemikirannya bahwa al-Qalb (hati) merupakan alat untuk
belajar. Hatilah yang mengendalikan anggota badan dan mengarahkan jalannya. al-Qalb
(hati) tersebut memiliki dua daya, yaitu daya ilmiah atau daya berpikir, dan
daya iradiah yaitu kecenderungan untuk mengamalkan apa yang dipikirkan.
Pemikiran tersebut dimulai dalam hati dan berakhir dalam hati dan ketika iradah
(kemauan) bermula di dalam hati dan berakhir pada anggota badan, pada puncaknya
penggunaan kedua daya tersebut di dalam akal. Dengan demikian, akal merupakan
sifat yang terdapat pada hati, yaitu pemikiran dan kemauan.[20]
Demikian, hati seorang akan menghasilkan ma’rifah
(pengetahuan yang mendalam) dan ilmu (pengetahuan biasa). Melalui iradiah
akan tergerak hati untuk menyesuaikan ilmu ini untuk selanjutnya dipraktekkan
dalam amal. Dalam keadaan demikian, maka esensi belajar itu sesungguhnya terjadi
ketika sesorang pelajar berpikir mengenai yang baik dan benar dan apa yang
dianggap salah dan buruk.
a. Metode Ilmiah
Metode ilmiah adalah metode yang
menggunakan pemikiran yang lurus dalam memahami dalil, argumen dan sebab-sebab
yang menyampaikan pada ilmu. Metode ilmiah ini didasarkan pada 3 hal yaitu benarnya
alat untuk mencapai ilmu, penggunaan secara menyeluruh terhadap seluruh proses
belajar, dan mensejajarkan antara amal dan pengetahuan.
b. Metode Iradah
Metode ini merupakan metode yang
mengantarkan seseorang pada pengalaman ilmu yang diajarkannya. Tujuan utama
metode ini adalah mendidik kemauan seorang pelajar sehingga hatinya tergerak
untuk tidak menginginkan sesuatu kecuali yang diperintahkan Allah SWT, dan
mendapatkan cinta-Nya. Untuk terlaksananya metode ini diperlukan tiga syarat: dengan
mengetahui maksud dari iradah, dengan mengetahui tujuan dari iradah, dan
mengetahui tindakan yang sesuai untuk mendidik iradah tersebut.[21]
f. Etika Guru dan Murid
Ibnu Taimiyah membagi etika guru dan murid
kepada dua bagian. Pertama, etika guru dan murid yang hanya cocok untuk
zamannya. Kedua, etika guru dan murid yang cocok atau berlaku sepanjang zaman.
Namun pada bagian ini hanya dikemukakan etika guru pada zamannya Ibnu Taimiyah
saja.
a. Etika guru terhadap murid
1) Seorang alim (guru) senantiasa saling menolong
dalam kebaikan dan ketakwaan, tidak boleh menyakiti baik ucapan maupun
perbuatan.
2) Seorang guru hendaknya menjadi panutan bagi
murid-muridnya dalam hal kejujuran, berakhlak mulia dan menegakkan syari’at
Islam.
3) Seorang guru hendaknya menyebarkan ilmunya
tanpa main-main atau sembrono.
4) Seorang guru hendaknya membiasakan
menghafal dan menambah ilmunya serta tidak melupakannya.
b. Etika murid terhadap guru
1) Seorang murid hendaknya memiliki niat yang
baik dalam menuntut ilmu, yaitu menghadap ridha Allah.
2) Seorang murid hendaknya mengetahui tentang
cara-cara memuliakan gurunya serta berterima kasih kepada guru, karena orang
yang tidak bersyukur kepada manusia, maka dianggap tidak bersyukur kepada
Allah.
3) Seorang pelajar hendaknya mau menerima
setiap ilmu,sepanjang ia mengetahui ilmunya.
4) Seorang pelajar hendaknya tidak menolak
atau menyalahkan mazhab lain atau memandang mazhab orang lain bodoh dan sesat.
Suatu kebenaran hanya terdapat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah.[22]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Nama lengkap Ibnu Taimiyah adalah Taqiy al-din Ahmad Bin Abd
al-Hakim Bin Taymiyah, lahir di kota Harran wilayah Syiria, lima tahun setelah
Baghdad dikuasai oleh pasukan Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan, hari
kelahirannya adalah hari Senin 10 Rabiul Awwal 661 H, bertepatan dengan tanggal
22 Januari 1263 M. Ibnu Taimiyah wafat di Damaskus malam senin 20 Zul Qaidah
728, bertepatan dengan tanggal 26 September 1328 M. Ayahnya adalah seorang
faqih bermazhab Hambali. Ibn Taimiyah pertama kali dididik di lembaga
pendidikan bermazhab Hanbali yang dipimpin oleh ayahnya. Ia dikenal sangat
gigih berjuang dalam usaha reformasi tradisi masyarakat yang bertentangan
dengan ajaran-ajaran Islam dengan semangat puritanisme dan pemahaman yang
literal terhadap nas-nas naqli. Selanjutnya ide-idenya digunakan pula untuk
menyerang mantiq dan filsafat, namun demikian ia menekankan terbukanya pintu
ijtihad di samping tetap berpegang teguh terhadap sufisme. Karya-karyanya
banyak sekali dan sempat mengalami problematika dengan ulama lain serta
pemerintah saat itu sehingga karya-karya banyak yang tidak diselamatkan.
Dikalangan ulama sezamannya, Ibnu Taimiyah dikenal sebagai ulama kontroversial
dan nyleneh sehingga pada akhir hayatnya dihabiskan dibalik jeruji besi.
2. Diantara konsep-konsep Ibnu Taimiyah tentang
pendidikan adalah sebagai berikut :
a. Falsafah Pendidikan
1) Tauhid (Mengesakan Allah Swt)
2) Tabiah Insaniyah (Kemanusiaan)
b. Tujuan Pendidikan
1) Tujuan Individual adalah diarahkan pada terbentuknya pribadi muslim yang baik, yaitu berpikir,
merasa dan bekerja pada berbagai lapangan kehidupan pada setiap waktu sejalan
dengan apa yang diperintahkan al-Qur’an dan al-Sunnah
2) Tujuan Sosial adalah diarahkan pada terciptanya masyarakat yang baik yang sejalan dengan
ketentuan al-Qur’an dan as-Sunnah
3) Tujuan Dakwah Islamiyah mengarahkan
umat agar siap dan mampu memikul tugas da’wah Islamiyah ke seluruh dunia.
c. Kurikulum
1) Kurikulum yang berhubungan dengan
mengesakan Tuhan (tauhid)
2)
Kurikulum
yang berhubungan dengan mengetahui secara mendalam (ma’rifat) terhadap
ilmu-ilmu Allah.
3) Kurikulum yang berhubungan dengan upaya
mendorong manusia mengetahui secara mendalam (ma’rifat) terhadap
kekuasaan (qudrat) Allah
4) Kurikulum yang berhubungan dengan upaya
mendorong untuk mengetahui perbuatan-perbuatan Allah
Kemudian dalam ilmu, Ibnu Taimiyah menjadi
empat kategori, yaitu:
1) Ilmu agama, yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu Ilmu Ijbariyah
dan Ilmu
Ikhtiyariyah (ilmu yang diusahakan).
2) Ilmu aqliyah, disebut juga dengan
ilmu syar’iyah
3) Ilmu askariyah yang dalam rangka menjawab kebutuhan zaman
d. Ilmu industri dan praktek
e.
Bahasa Pengantar dalam pengajaran yang mewajibkan penggunaan bahasa Arab dalam pengajaran dan percakapan.
f.
Metode Pengajaran, yang dibagi menjadi dua, yaitu metode ilmiah dan metode iradiah.
g. Etika Guru dan Murid
B.
Saran
Seiring
perkembangan zaman seorang peneliti harus peka terhadap Perubahan sosial yang terjadi sangat cepat,
tanpa kita sadari tiba-tiba berada di zaman yang sudah berbeda. Kita harus
mampu melakukan penelitian yang berkualitas sehingga dapat digunakan untuk
memecahkan permasalahan-permaslahan yang dihadapi saat ini. Penelitian sat ini
sebagai pijakan untuk melaksanakan penelitian selanjutanya dengan topik
berbeda.
C.
Penutup
Demikian
makalah ini kami susun. Semoga para pembaca dapat tentang dasar-dasar
penelitian kuantitatif dengan baik. Permohonan maaf penulis atas segala
kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Kritik dan saran yang membangun sangat
kami harapkan guna memperbaiki penyusunan makalah selanjutnya. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001)
Achmad Anwar Abidin, Konsepsi
Pendidikan Agama Islam, Studi atas Pemikiran Ibnu Taimiyah dalam Jurnal
Pendidikan Islam Attaqwa, Vol.12 No. 1 Januari 2016 hlm. 29
Muhaimin, Paradigma
Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001)
Nelly, Konsep Pendidikan Ibnu Taimiyah
dalam Jurnal Al-Astar STAI Mempawah, Volume 7, No. 1, Tahun 2017.
Suwito & Fauzan (Ed), Sejarah Pemikiran
Para Tokoh Pendidikan (Bandung : Penerbit Angkasa, 2003) Cet I
Syaikh Idahram, Ulama Sejagad Menggugat
Salafi Wahabi (Yogjakarta : Pustaka Pesantren, 2011)
[1] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama
Islam di Sekolah. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 35.
[2] Suwito & Fauzan (Ed), Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan
(Bandung : Penerbit Angkasa, 2003) Cet I, 229.
[5] Abuddin Nata, Pemikiran
Para Tokoh Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001) hlm. 127
[7] Achmad Anwar
Abidin, Konsepsi Pendidikan Agama Islam, Studi atas
Pemikiran Ibnu Taimiyah dalam Jurnal Pendidikan Islam Attaqwa, Vol.12 No. 1
Januari 2016 hlm. 29
[9] Syaikh Idahram, Ulama Sejagad Menggugat Salafi Wahabi (Yogjakarta
: Pustaka Pesantren, 2011), hlm. 39
[14] Lihat Syaikh Idahram, Ulama Sejagad Menggugat Salafi Wahabi, hlm. 47,
58, 64, 67, 78, 82, 86 dan 87
[21] Nelly, Konsep Pendidikan Ibnu Taimiyah dalam Jurnal Al-Astar STAI
Mempawah, Volume 7, No. 1, Tahun 2017. Hlm. 22
Selamat Membaca
Tidak ada komentar:
Write comments