Tampilkan postingan dengan label Psikologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Psikologi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 08 Juni 2019

MAKNA DAN PERAN PSIKOLOGI DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


oleh : Miftahudin
Guru SMP Negeri 1 Semarang
Mahasiswa Pascasarjana Unwahas Semarang


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Di dalam al Qur’an penjelasan ayat mengenai manusia jika dianalisis terdapat tiga kelompok. Pertama, kelompok ayat yang tergabung dalam istilah al basyar. Kedua, kelompok ayat yang menjelaskan totalitas fisik-psikis, yaitu ayat yang mengandung istilah al ins, al insan, al unas, al nas, bani Adam, dan al nafs. Ketiga, kelompok ayat yang menjelaskan manusia dari sisi psikisnya, yaitu ayat yang tergabung dalam istilah al ’aql, al qalb, al ruh, dan al fitrah.[1]
Pengelompokan diatas secara tidak langsung menjelaskan bahwa di dalam al Qur’an menjelaskan manusia dari segi jasmaniah, nafsiah, dan ruhaniah. Al basyar sebagai sebuah jism yang mencakup organ-organ fisik-biologis, sistem sel dan seluruh kalenjer syaraf. Al insan adalah sifat dan karakter manusia yang membedakan dengan makhluk lain, yaitu mempunyai pikiran, perasaan, dan kehendak. Inilah sifat nafsiah manusia yang pada akhirnya nanti dibagi menjadi nafsul muthma’innah, nafsul lawwamah dan nafsul amarah. Sedangkan al fitrah bagian dari aspek ruhaniah yang mencakup keseluruhan potensi psikis seseorang.
Keterangan diatas tidak lain hanya untuk menunjukkan bahwa seseorang jika mempunyai kewajiban menyampaikan ilmu, misalnya dosen, guru, dll, maka sebisa mungkin  apa yang disampaikan itu mudah dipahami dan dimengerti dengan baik. Guru ketika menyampaikan materi itu butuh ilmu pengetahuan agar mengetahui psikis para peserta didiknya. Sebaliknya, seorang peserta didik juga akan berusaha mengerahkan seluruh daya dan pikirnya untuk memahami apa yang disampaikan oleh gurunya. Sehingga proses belajar-mengajar merupakan konsep yang bermuatan psikologis.
Begitu juga apa yang dilakukan oleh malaikat Jibril dengan menyampaikan wahyu yang pertama kepada nabi Muhammad Saw adalah proses pembelajaran. Digambarkan saat itu nabi Muhammad Saw mengalami kesulitan (tidak bisa membaca) dalam melaksanakan perintah malaikat Jibril. Bahkan nabi Muhammad Saw diperintahkan membaca sampai tiga kali karena yang pertama dan kedua belum berhasil. Baru yang ketiga kalinyalah nabi Muhammad saw bisa membaca sesuai dengan perintah malaikat Jibril. Nabi Muhammad Saw mampu membaca saat itu karena mendapat sentuhan psikologis dari malaikat Jibril yaitu dengan cara memluknya. Sentuhan psikologis seperti itu merupakan diagnosis kesulitan belajar.[2] Disinilah arti pentingnya, seorang guru juga harus mengetahui psikologi pembelajaran dalam mengajarkan Pendidikan Agama Islam.

B.  Rumusan Masalah
Pada makalah ini, berdasarkan uraian masalah diatas dapat diperinci beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1.    Apa definisi psikologi pembelajaran PAI?
2.    Bagaimana makna psikologi dalam pembelajaran PAI?
3.    Bagaimana peran psikologi dalam pembelajaran PAI?

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Definisi Psikologi Pembelajaran PAI
1.    Psikologi
Psikologi atau dalam bahasa Greek (Yunani0, psychology merupakan gabungan dua kata, yaitu “psyche” artinya jiwa dan “logos” artinya ilmu. Jadi, menurut bahasa psikologi artinya “ilmu jiwa”. Berdasarkan pengertian ini, awal mulanya memang diartikan sebagai “ilmu jiwa”. Akan tetapi pengertian tersebut mengalami perkembangan definisinya, sedangkan istilah yang digunakan tetap sama, yakni tetap menggunakan istilah psikologi. Salah satu alasan perkembangan defisininya ini adalah psikologi seringkali psikologi dianggap sebagai ilmu yang mempelajari langsung tentang kejiwaan seseorang. Padahal menurut Reber , psikologi mempunyai batas-batas tertentu yang berada diluar kaidah keilmuan dan etika falsafi.[3]
Sebelum psikologi terjadi kontak dengan berbagai disiplin ilmu, seperti : pertama, psikologi adalah ilmu mengenai kehidupan mental (the science of mental life). Kedua, psikologi adalah ilmu mengenai pikiran (the scince of mind). Ketiga, psikologi adalah ilmu mengenai tingkah laku (the scince of behavior).[4] Psikologi sangat erat dikaitkan dengan ilmu kedokteran dan filsafat yang hingga kini masih nampak pengaruhnya. Dalam ilmu kedokteran, psikologi berperan menjelaskan apa-apa yang terpikir dan terasa oleh organ-organ biologis (jasmaniah). Sedangkan dalam filsafat, psikologi berperan dalam memecahkan masalah-masalah rumit yang berkaitan dengan akal, kehendak, dan pengetahuan.
Apa yang dikatakan Bruno, menguatkan teori Weber, yang pada dasarnya psikologi terbagi menjadi tiga bagian yang berkaitan. Pertama, psikologi adalah studi mengenai ruh. Kedua, psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai kehidupan mental. Ketiga, psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai perilaku organisme.[5] Ketiga pengertian ini berjalan beriringan, saling berkaitan dan saling melengkapi  satu sama lain kurang lebih sampai akhir abad ke-19. Pada tahun 1879, psikologi memisahkan diri dari filsafat dan menjadi disiplin ilmu sendiri. Langkah awalnya adalah dengan mendirikan Laboratorium Psikologi oleh William Wund (1832-1920). Kemudian diikuti dengan mengeluarkan ruh dari psikologi.
William Wund ternyata mendapat reaksi dari para ahli dan memancingnya untuk ikut andil memberikan definisi terhadap psikologi. Diantaranya adalah William James (1842-1910) yang menganggap psikologi sebagai ilmu pengetahuan mengenai kehidupan mental. J.B. Watson (1878-1958) tokoh radikal dari aliran behavior tidak puas atas definisi William James, lalu mengubahnya dengan ilmu pengetahuan mengenai tingkah laku (behavior) organisme dan sekaligus menafikan eksistensi ruh dan kehidupan mental. Chaplin (1972) menyatakan psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai perilaku manusia dan hewan, juga penyelidikan terhadap organisme dalam segala ragam dan kerumitannya ketika mereaksi arus dan perubahan alam sekitar dan peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang mengubah lingkungan. Sedangkan Sarwono(1976) terlalu menyederhanakannya, yakni psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang hakikat manusia.
Demikian perkembangan definisi psikologi dan jika diteruskan akan menjadikannya semakin rumit. Berdasar pengertian diatas, garis besar  “psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku individu (manusia) dalam interaksi dengan lingkungannya.” Tingkah laku yang dimaksud adalah sebagai manifestasi hayati (hidup) yang meliputi motorik, kognitif, konatif dan afektif. Demikian, pengertian ini dikategorikan sebagai pengertian psikologi secara konvensional.
Dalam tinjauan Islam, psikologi diatas atau psikologi konvensional tidak menyentuh dimensi spiritual. Dengan meninggalkan dimensi ruh dan mental, justru psikologi menjadi “pincang”. Spiritual sangat penting ntuk psikologi karena tanpanya akan membuat manusia menjadi takabbur dan penyakit hati lainnya. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini definisi psikologi pendidikan Islam dikonsepsikan dengan pengertian, “ilmu atau kajian tentang manifestasi Allah Swt pada alam sebagaimana tercermin dalam pola-pola tingkah laku semua organisme baik yang bernyawa maupun tidak bernyawa dalam segala bidang kehidupan dengan menggunakan paradigma Islam.”
2.    Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu upaya membelajarkan atau mengarahkan aktivitas peserta didik ke arah aktivitas belajar. Dalam proses ini terkandung dua aktivita sekaligus, yaitu aktivitas mengajar (guru) dan aktivitas belajar (peserta didik). Artinya pembelajaran ada proses interaksi antara guru dengan peserta didik dan antar peserta didik itu sendiri.[6] Jika dikatakan interaksi, berarti pembelajaran ini termasuk kedalam situasi psikologis. Buktinya dalam situasi ini dapat ditemukan banyak aspek-aspek psikologis ketika proses pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, supaya guru dapat memahami betul proses psikologis ini, maka guru harus dapat menguasai ilmu pengetahuan tentang psikologi pembelajaran.
3.    Pendidikan Islam
Oemar Muhammad al-Toumy al-Syaebani menyatakan bahwa pendidikan islam adalah usaha mengubah tingkah laku individu yang dilandasi oleh nilai-nilai Islami dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitar melalui proses kependidikan.[7]
Amat banyak pengertian pendidikan Islam yang telah dikemukakan oleh para ahli, jadi cukuplah pengertian Oemar Muhammad al-Toumy al-Syaebani diatas sebagai acuan untuk memahami kajian ini. Pada intinya, pendidikan Islam ini adalah sebuah sistem yang islami yang semua komponennya telah disiapkan untuk mendukung terwujudnya sosok muslim yang ideal. Dalam arti lain, pendidikan Islam merupakan sebuah sistem yang dasar teori-teorinya diambilkan dari al Qur’an dan Hadits.
4.    Jenis-jenis Psikologi
Psikologi sebagai disiplin ilmu digunakan diberbagai macam bidang, diantaranya pendidikan, pengajaran, ekonomi, perdagangan, indutri, hukum,politik, militer,sosial, kepemimpinan, pelatihan dan agama. Sebagai konsekuensinya, timbullah cabang-cabang psikologi yang mengkaji perilaku manusia diatas dalam situasi yang lebih khusus.
Ditinjau dari kajiannya, psikologi dibagi menjadi dua, yaitu :
a.    Psikologi Umum
Psikologi ini mengkaji aspek-aspek tingkah laku manusia secara umum.
b.    Psikologi Khusus
Psikologi ini lebih spesifik mengkaji aspek-aspek tingkah laku manusia secara khusus. Yang termasuk ke dalam psikologi khusus, antara lain :
1)   Psikologi perkembangan, mengkaji tingkah laku individu yang berada dalam proses perkembangan sejak kehidupan dimulai (konsepsi) hingga akhir kehidupan (mati).
2)   Psikologi sosial, mengkaji tingkah laku individu dalam interaksi sosial.
3)   Psikologi abnormal, mengkaji tingkah laku individu yang tergolong abnormal.
4)   Psikologi komparatif, mengkaji perbandingan tingkah laku individu manusia dengan hewan.
5)   Psikologi diferensial, mengkaji perbedaan tingkah laku antar individu.
6)   Psikologi kepribadian, mengkaji tingkah laku individu secara khusus dari aspek kepribadiannya.
7)   Psikologi pendidikan, mengkaji tingkah laku individu dalam situasi pendidikan.
8)   Psikologi industri, mengkaji tingkah laku individu dalam kaitannya dengan dunia industri.
9)   Psikologi klinis, mengkaji tingkah laku individu untuk keperluan klinis atau penyembuhan.
10)    Psikologi kriminal, mengkaji tingkah laku individu dalam situasi kriminal.
11)    Psikologi militer, mengkaji tingkah laku individu dalam situasi kemiliteran.[8]
Psikologi khusus akan muncul sesuai dengan situasi dan kebutuhan. Oleh sebab itu, tidak tertutup kemungkinan akan muncul pasikologi-psikologi lain selain yang telah disebutkan diatas.

B.  Makna Psikologi dalam Pembelajaran PAI
Fokus psikologi pembelajaran PAI mengkaji masalah tingkah laku individu dalamkaitannya dengan pendidikan Islam (tingkah laku individu dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam).[9] Oleh karena itu, psikologi pembelajaran PAI termasuk ke dalam psikologi khusus. Dalam bahasa yang lain, Arthur S. Rebber juga menggolongkan psikologi pendidikan sebagai subdisiplin psikologi terapan (applicable).[10] Psikologi terapan adalah penerapan disiplin ilmu psikologi dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam. Dengan demikian, psikologi pembelajaran PAI pun dimasukkan ke dalam psikologi terapan. Dalam hal ini, ada kesamaan makna antara psikologi khusus dengan psikologi terapan.
Secara tidak langsung, dikarena sudah terkategorisasi ke dalam psikologi terapan, maka psikologi pembelajaran PAI merupakan subdisiplin ilmu psikologi yang berkaitan dengan teori-teori dan masalah pembelajaran pendidikan agama Islam yang berguna dalam hal-hal sebagaimana berikut :
1.    Penerapan prinsip-prinsip belajar di dalam kelas
2.    Pengembangan dan pembaruan kurikulum pendidikan agama Islam
3.    Ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan
4.    Sosialisasi proses-proses dan interaksi proses-proses tersebut dengan pendayagunaan ranah kognitif
5.    Penyelenggaran pendidikan keguruan agama Islam
Merujuk pada pengertian psikologi diatas dalam pengertian yang lebih luas, psikologi pembelajaran PAI dapat dimaknai dengan suatu ilmu pengetahuan yang mengkaji atau mempelajari tingakah laku individu (manusia), didalam usaha mengubah tingkah lakunya yang dilandasi oleh nilai-nilai ajaran islam dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan dalam alam sekitar melalui proses pendidikan.
Secara lebih sempit psikologi pembelajaran PAI dapat dimaknai sebagai suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku individu (siswa) dalam usaha mengubah tingkah lakunya yang dilandasi oleh nilai-nilai ajaran islam melalui proses pembelajaran PAI.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat di fahami bahwa psikologi pembelajran PAI pada dasarnya mencurahkan perhatiannya pada perilaku (perbuatan-perbuatan) ataupun tindak tanduk orang-orang yang melakukan kegiatan belajar dan mengajar atau orang-orang yang terlibat langsung dalam prosess pembelajaran. Oleh karena itu, setidaknya psikologi pembelajaran PAI mempunyai 2 objek : pertama, peserta didik, yaitu orang-orang (Individu-individu) yang sedang belajar, termasuk pendekatan, strategi, faktor yang mempengaruhi, dan prestasi yang dicapai.
Kedua, guru (pendidik), yaitu orang-orng yang berkewajiban atau melakukan tanggung jawab mengajar, termasuk metode, model, strategi, dan lain-lain yang berkaitan dengan aktifitas penyajian materi pelajran pendidikan agama islam (PAI).[11]

C.  Peran Psikologi dalam Pembelajaran PAI
Sebagaimana psikologi pendidikan modern, psikologi pendidikan Islam juga mempunyai peran yang sangat penting untuk kemajuan pendidikan. Yang membedakan adalah psikologi yang dimaksud sesuai dan berada dalam pandangan Islam. Menurut Abuddin Nata, psikologi pendidikan Islam ini lebih mendekat pada pandangan ideologi humanisme teo-centred.[12] Ideologi ini menempatkan peran dan fungsi manusia yang utama, namun pada saat yang bersamaan disesuaikan dengan petunjuk Tuhan sebagaimana ketentuan yang sudah ditetapkan di dalam al Qur’an maupun Hadits.
Menurut Abuddin Nata, peran Psikologi dalam pembelajaran PAI ada tujuh[13], yaitu :
1.    Menyempurnakan pendidikan Barat
Psikologi pendidikan barat kontemporer cenderung sekuler, empiris, dan rasional. Dengan paradigma yang antroposentris dan netral etik ini justru dijadikan sebagai “pisau analisis” dalam memahami masyarakat Islam yang teosentris dan sarat etik.[14] Demikian ini, psikologi pendidikan Islam sudah memberikan pengaruh terhadap psikologi Barat kontemporer. Psikologi pendidikan Islam telah mengislamkan psikologi Barat yang sekuler, empiris, dan rasional menjadi seimbang antara penggunaan observasi eksperimen, sekuler, empiris, dan rasional dengan penggunaan wahyu, intuisi, akal dan hati nurani.
2.    Menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak dengan baik
Pertumbuhan ditandai dengan perubahan fisik atau jasmani, sedangkan perkembangan perubahan mental. Psikologi pendidikan Islam menjelaskan perkembangan mental anak secara bertahap dan masing-masing tahap mempunyai ciri-ciri khususnya. Nah, seorang guru pun harus mengetahui setiap perkembangan tersebut sebagai salah satu pendekatan dalam rangka membangun tingkah laku yang sesuai dengan ajaran Islam. Sebagai contoh pandangan guru secara psikologis terhadap peserta didik yang berkaitan dengan bakat. Banyak orang yang mengira bakat seorang anak itu bersifat statis atau permanen sesuai dengan tingkat usianya. Padahal pada usia berikutnya, meski pada usia tertentu sudah diketahui bakatnya, namun bisa jadi pada usia berikutnya muncul bakat-bakat yang lain. Sehingga bakat anak itu bukan hanya satu yang tumbuh pada usia sebelumnya, melainkan juga memiliki bakat lainnya yang tumbuh pada usia berikutnya.[15]
3.    Memahami sifat, karakter, dan kecenderungan anak dalam belajar
Tujuan psikologi ini adalah untuk memahami gaya belajar anak. Diantaranya ada anak-anak yang cepat sekali menerima pelajaran, ada juga yang sebaliknya. Justru selalu menimbulkan kegaduhan dan problem di dalam kelas. Ada juga yang pintar, tapi pendiam. Pada sisi guru pun ada yang kehadirannya dinantikan dan dirindukan di kelas, akan tetapi sebaliknya ada juga guru yang tidak disenani kehadirannya. Semua itu adalah ranah psikologi dalam belajar mengajar.[16]
Tujuan yang lain adalah untuk mengetahui problem anak di kelas. Jika ada anak bermasalah, guru harus peka dan segera membantu menyelesaikannya. Meski bagaimanapun, konisi psikis anak sangat membantu dan mempengaruhi proses belajar mengajar. Dalam keadaan ini, jika ada anak berbuat kesalahan, jangan dimarah-marahi atau dihukum, akan tetapi carilah kenapa anak berbuat demikian. Jika sudah diketahui, maka bimbinglah anak tersebut di jalan yang benar. Dengan psikologi pendidikan Islam, guru dapat bersikap bijaksana dalam memperlakukan anak.
4.    Memahami perbedaan individual peserta didik
Pendidikan Islam meyakini bahwa pertumbuhan anak mulai turab (tanah-zat) renik kemudian menjadi sperma atau ovum yang disebut nutfah kemudia bercampur dan menjadi segumpal darah (‘alaqah) yang menempel di dinding rahim. Setelah itu, ‘alaqah menjadi segumpal daging (mudghah), lalu menjadi tulang (idzam) dan idzam tersebut dibalut dengan daging.[17]
Empat bulan pertama, Allah Swt menghembuskan ruh pada kandungan seorang ibu dan menjadikannya makhluk yang memiliki jiwa, kemauan, hak hidup dan hak memperoleh pendidikan dan perlakukan secara manusiawi.[18] Disamping itu, manusia juga memiliki perbedaan segikeadaan, minat, bakat dan kecerdasannya. Oleh karena itu, seharusnya anak-anak diberikan pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan keadaan individunya. Untuk mengetahui bakat dan minat anak tersebut, maka dibutuhkan psikologi sebagai alat untuk mengetahuinya.[19]
5.    Landasan penyusunan kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan peraturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai pendidikan tertentu.[20] Dari pengertian ini, tentu diwujudkan berbagai program tertentu untuk melaksanakannya dan melibat guru dan peserta didik serta stake holder secara bersama-sama. Program ini tak lain adalah kegiatan belajar dan mengajar yang diarahkan untuk mencapai visi dan misi sekolah. Guru dituntut harus mempunyai pemahaman, penghayatan, pengalaman dan praktik dari sejumlah mata pelajaran atau bidang tertentu dengan baik. Sehingga apa yang dilakukan guru tersebut Nampak peran psikologi pendidikan Islam, yaitu menyiapkan segenap potensi jiawa anak-anak, pikiran, minat, motivasi dan kesungguhan peserta didik.[21]
Perlu kita sadari bahwa kurikulum yang tidak ada di zaman sekarang ini adalah praktik yang dilakukan oleh nabi Muhammad Saw sendiri. Misalnya, ketika mengajarkan bagaimana kriteria seorang mukmin yang sempurna imannya imannya, nabi Muhammad Saw menggunakan berbagai kriteria kebaikan yang sesuai dengan apa yang bisa dicapai oleh para sahabatnya. Terkadang menggunakan kriteria ekonomi, sosial, etika, psikologis, budaya dan lainnya. Kriteria yang dimaksud akan dijelaskan menggunakan table berikut :
No
Kriteria
Praktik Nabi (keteladanan)
1
Ekonomi
Nabi Muhammad Saw menyabdakan bahwa mukmin yang sempurna adalah mereka yang dapat memberikan manfaat secara ekonomi kepada orang lain
2
Sosial
Nabi Muhammad Saw menyabdakan bahwa mukmin yang sempurna adalah orang yang tidak hanya perutnya kenyang sendiri, sementara tetangga menderita kelaparan
3
Etika
Nabi Muhammad Saw menyabdakan bahwa mukmin yang sempurna adalah orang yang paling baik budi pekertinya[22]
4
Psikologis
Nabi Muhammad Saw menyabdakan bahwa mukmin yang sempurna adalah orang mencintai orang lain sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri[23]
5
Budaya
Nabi Muhammad Saw menyabdakan bahwa kebersihan itu bagian dari iman[24]
6
lainnya
Dalam hal lainnya pun nabi Muhammad Saw menggunakan tingkatan yang berbeda-beda sesuai dengan perkembangan usia peserta didik[25]
Pada tabel diatas membuktikan bahwa nabi Muhammad Saw selalu menggunakan asas psikologis dalam kegiatan pendidikan, dakwah dan lainnya. Inilah faktor penting yang mendukung kesuksesanya dalam berdakwah kepada umat.
6.    Menentukan metode dan pendekatan yang paling tepat dan efektif dalam pembelajaran
Diantara teori-teori pengajaran umum yang dianggap tepat dan efektif adalah sebagai berikut :
No
Teori Pembelajaran
Sentuhan Psikologi PAI
1
Teori Nativisme Arthur Schopenhaur
§ Mengedepankan faktor dalam (internal) diri, yaitu bakat
§ Faktor bawaan sejak lahir tidak bisa diubah oleh pengaruh lingkungan atau pendidikan
§ Sejak lahir potensinya baik, maka perkembangan pribadinya akan baik dan sebaliknya
§ Berpandangan negatif terhadap lingkungan dan pendidikan anak
§ Kegiatan pendidikan membiarkan atau membebaskan pertumbuhan anak secara kodrat
ü Yang aktif adalah anak, guru sebagai pendamping, konsultan, fasilitator, bidan, motivator dan penggali bakat
ü Guru dalam menyampaikan bahan ajar mempertimbangkan bakat dan minat anak
ü Guru tidak bisa sepenuhnya mengikuti kesimpulan apa yang dihasilkan oleh anak dalam proses belajarnya
ü Guru menguatkan penemuan anak
ü Sesuai dengan falsafah pendidikan Nasional, “TUT WURI HANDAYANI “, yakni mengikuti dari belakang dengan metode yang tepat dan proporsional
2
Teori Empirisme John Locke
§ Mengedepankan faktor luar (eksternal) diri, yaitu lingkungan
§ Mendasarkan pada teori Tabularasa (tidak mengakui pembawaan, keturunan atau sifat yang turun temurun yang dimiliki anak)
§ Karakter anak dibentuk oleh kebiasaan
§ Pendidik dapat membuat anak menjadi apa saja karena dianggap anak lahir mempunyai jiwa dan watak yang sama
§ Penganut aliran behaviorisme
§ Mengandalkan faktor pendiidkan dan  lingkungan
§ Banyak mengembangkan berbagai macam metode dan pendekatan pembelajaran melalui eksperimen
ü Yang aktif adalah guru karena salah satu cara belajar anak adalah belajar dari pengalaman gurunya
ü Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, sudah membawa potensi masing-masing tidak seperti gelas kosong atau kertas putih
ü Banyak metode yang dihasilkan aliran ini, khususnya terkait anak-anak usia dini, namun dalam segi agama sudah diberi rambu-rambu bahwa anak-anak masih dibebaskan kewajiban syari’at agama karena akalny abelum tamyiz dan usianya belum baligh.
ü Dikembangkan teori S-R (Stimulus-Respons) yang menekankan pada minat belajar anak terkadang dipicu oleh faktor eksternal
ü Menurut anggapan teori ini, ilmu pengetahuan sudah final sejak masa Imam al Juwaini (imam al Haramain) dan Imam alGhazali (Hujjatul Islam) pada Madrasah Nizamiyah sehingga tugas sekolah dan guru adalah mentransmisikan, mentransformasikan, membuat anak agar memahami, menyimpan, menghafal, mengulang-ulang, mempertahankan, dan memproduksi kembali sesuai masanya.
ü Sesuai dengan falsafaj Pendidikan Nasional, “ING NGARSA SUNG TULADHA”, ketika berasa didepan, harus menjadi contoh.
3
Teori Konvergensi William Stern
§ Menolak teori Nativisme dan Empirisme
§ Perkembangan manusia adalah hasil perpaduan atau kerjasama antara faktor bakat dan lingkungan
§ Teori yang mengedepankan faktor bakat (dari unsur dalam diri) dan lingkungan (dari unsur luar) atau campuran
§ Jika bakat dinilai baik, perkembangan anak bisa rusak karena faktor lingkungan tidak menunjang
§ Bakat tidak baik, namun lingkungan menunjang, maka perkembangan anak bisa lebih baik
ü Yang aktif ada kedua-duanya, baik itu guru maupun anak
ü Islam lebih dekat dengan pandangan ini yang menekankan pada kedua faktor, yakni bakat dan lingkungan yang saling berkaitan dan mendukung
ü Meski sepaham dengan toeri konvergensi, namun orientasinya teori ini hanya sebatas pada kemanusiaan saja, tanpa membawa unsur ketuhanan
ü Artinya, manusia tidak bisa serta mesta dapat mengubah sikap dan perilaku orang atas usahanya sendiri, melainkan juga atas idayah dan taufik dari Allah Swt

Dari kajian sedehana diatas, tampak jelas sekali bahwa pemikiran dan teori-teori psikologi sangat berpengaruh dalam menentukan model dan strategi pembelajaran, khususnya agama Islam.[26]
7.    Memberi landasan pada guru dalam berinteraksi dengan lingkungan sekolah
Tujuannya adalah supaya guru dalam melakukan interaksi dan komunikasi dengan anak timbul rasa saling menghormati, mempercayai, mencintai, memberikan simpati dan empati, menyayangi dan saling berbagi. Tidak ada lagi jarak yang memisahkan antara guru dan anak. Jika hubungan ini sudah terbentuk, maka kegiatan belajar mengajar akan tercipta dalam suasana yang hangat, akrab, menyenangkan, menggembirakan, rukun, damai, dan harmonis.[27]


BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
1.  Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku individu (siswa) dalam usaha mengubah tingkah lakunya dengan dilandasi oleh nilai-nilai ajaran Islam melalui proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
2. Makna psikologi pembelajaran PAI adalah suatu ilmu pengetahuan yang mengkaji atau mempelajari tingakah laku individu (manusia), didalam usaha mengubah tingkah lakunya yang dilandasi oleh nilai-nilai ajaran islam dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan dalam alam sekitar melalui proses pendidikan. Psikologi pembelajaran ini berguna untuk penerapan prinsip-prinsip belajar di dalam kelas, pengembangan dan pembaruan kurikulum pendidikan agama Islam, ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan , sosialisasi proses-proses dan interaksi proses-proses tersebut dengan pendayagunaan ranah kognitif dan penyelenggaran pendidikan keguruan agama Islam
3.   Peran Psikologi dalam pembelajaran PAI ada tujuh, yaitu menyempurnakan pendidikan Barat, menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak dengan baik, memahami sifat, karakter, dan kecenderungan anak dalam belajar, memahami perbedaan individual peserta didik, sebagai landasan penyusunan kurikulum, sebagai sarana untuk menentukan metode dan pendekatan yang paling tepat dan efektif dalam pembelajaran dan memberi landasan pada guru dalam berinteraksi dengan lingkungan sekolah.

B.  Saran
Seiring perkembangan zaman seorang peneliti harus peka terhadap  Perubahan sosial yang terjadi sangat cepat, tanpa kita sadari tiba-tiba berada di zaman yang sudah berbeda. Kita harus mampu melakukan penelitian yang berkualitas sehingga dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan-permaslahan yang dihadapi saat ini. Penelitian sat ini sebagai pijakan untuk melaksanakan penelitian selanjutanya dengan topik berbeda.

C.  Penutup
Demikian makalah ini kami susun. Semoga para pembaca dapat memahami pengertian psikologi pembelajaran PAI, makna dan perannya dengan baik. Permohonan maaf penulis atas segala kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna memperbaiki penyusunan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

M. Athiyah al Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta : Penerbit Bulan Bintang, 1970) Cet ke 4
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Psikologi Pendidikan Islam, (Depok, PT Raja Grafindo Persada, 2018) Cet ke 1
Drs. Muhaimin, M.A. et. al., Pradigma Pendidikan Islam, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2004) Cet ke 3
Mulyani Sumantri & Nana Syaodih, (Jakarta : Penerbit Universitas Terbuka, tth) Cet ke 1
Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2013) Cet ke 8
Drs. Sumardi Suryabrata, B.A., M.A., ed.S., Ph.D, (Depok, PT Raja Grafindo Persada, 2008)
Dr. Tohirin, M.Pd, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2014) edisi revisi, cet ke-IV



[1] Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2014), cet ke-5, hlm. xi
[2] Ibid., hlm. xii
[3] Lihat Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2014), cet ke-5, hlm. 4
[4] Ibid., hlm. 5
[5] Ibid., hlm. 5
[6]  Ibid., hlm. 10
[7]  Ibid., hlm. 11
[8]  Ibid., hlm. 3
[9]  Ibid., hlm. 11
[10]  M Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru (bandung : Remaja Rosda Karya, 1996), hlm. 12
[11] Op Cit., hlm. 13
[12] Abuddin Nata, Psikologi Pendidikan Islam (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2018) cet ke 1, hlm. 85
[13] Ibid., hlm. 86
[14] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2002), cet. III, hlm. 12.
[15] Op cit., hlm. 87
[16] Op cit., hlm. 89
[17] Lihat Q.S. al Hajj ayat 5 “Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya Dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. dan kamu Lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah”.
[18] Lihat Q.S. al Hijr ayat 29 “Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud (penghormatan)”.
[19] Op cit., Abuddin Nata, hlm. 91
[20] Lihat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta : Depdikbud, 2003), hlm. 28
[21] Op cit., Abuddin Nata, hlm. 92
[22] أكمال المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا
[23] لايؤمن أحدكم حتّى يحبّ لأخيه ما يحبّ لنفسه
[24] ألنّظافة من الإيمان
[25] Op cit., Abuddin Nata, hlm. 93
[26] Op cit., Abuddin Nata, hlm. 97
[27] Op cit., Abuddin Nata, hlm. 98
Selamat Membaca