REVIEW BUKU : KONTRIBUSI ISLAM ATAS DUNIA INTELEKTUAL BARAT [Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam]
oleh : Miftahudin
Guru SMP Negeri 1 Semarang
Mahasiswa Pasca Sarjana Unwahas Semarang
PENGAKUAN
sepihak para orientalis Barat dengan Renaisans Eropa yang mengklaim kemajuannya
bersumber dari tradisi Yahudi-Kristen (Judeo-Chirstian) itu merupakan kesalahan intelektual. Berbagai
pandangan tendensius disematkan untuk mengukuhkan tradisi keilmuan Barat, namun
tidak diimbangi dengan memahami sejarah ilmu pengetahuan dunia yang ada. Justru
hubungan yang dibangun adalah hubungan saling mencurigai, masa bodoh dan tidak
mau tahu.
Sebut saja
John dari Damaskus menyebut nabi Muhammad Saw dengan nama Mamed, seorang nabi
palsu. Theopanes Confessor, sejarawan Byzantine, menyebutnya sebagai nabi
Mouamed, seorang penderita epilepsi yang malang, yang telah mendoktrinasi
orang-orang Arab dengan dongeng-dongeng yang tak bermoral dan bodoh tentang
manusia dan akhirat. Dan masih banyak lagi pandangan-pandangan negatif lainnya
yang justru semakin membuat renggang hubungan Islam-Barat. Atas dasar inilah,
salah satu alasan yang membuat Mehdi Nakosteen berusaha meluruskan sejarah
pradaban dan intelektual. Pandangannya membuat sejarah baru dan membuktikan
dunia Barat berhutang budi pada para cendekiawan-cendekiawan muslim saat itu.
|
Lebih spesifik, Mehdi menjelaskan tujuan kajian buku ini dibagi
menjadi empat, yaitu :
1. Melalui
media apa muatan pengetahuan klasik Greco-Helenistik, Syria-Alexandrian,
Zoroastrian dan India kepada orang-orang Muslim?
2. Modifikasi
apa yang dilakukan oleh para cendekiawan Muslim terhadap pengetahuan klasik ini
semenjak tahun 750 M – 1350 M?
3. Melalui
media apa dan sejauh mana hasil ilmu pengetahuan klasik tersebut dipelihara,
diperkaya dan diperluas oleh cendekiawan Muslim mencapai dunia Barat?
4. Apa
kontribusi hasil ilmu pengetahuan klasik terhadap ekspansi dan rekonstruksi
kurikulum di institusi-institusi pendidikan Eropa Barat?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas, Mehdi mengetengahkan
kajian buku ini dari sudut pandang kondisi politik, agama dan geografis.
Disamping itu, sudut pandang kebudayaan juga tak kalah menariknya yang
dijadikannya sebagai “pisau analisis” dalam mengidentifikasi asal usul
pengetahuan klasik, kemajuan serta pengembangan ilmu tersebut. Sehingga, secara
terperinci buku ini mecakup sembilan bab, lima apendiks dan dua Bibliografi,
tentang kebudayan muslim dan umum pilihan, serta catatan-catatn yang menambah
menariknya buku ini untuk dikaji lebih lanjut.
Susunan pembahasan antar babnya pun runtut dan kreatif, menunjukkan
buku ini berkelas dan layak untuk dijadikan referensi dunia. Di awal bab, sudut
pandang Budaya, Politik dan Agama dijadikan dasar analisis. Kemudian dengan
sudut pandang itu, Mehdi membedah dasar-dasar klasik pendidikan Muslim, sifat
dan ruang lingkupnya. Produk-produknya pun dihadirkan, seperti
perpustakaan-perpustakaa megah saat itu, karya-karya monumental, pemikiran
tokoh yang paling mengemuka. Tidak hanya itu, Mehdi juga memaparkan periode
adaptif-kreatif pendidikan Muslim hingga tahun 1300 M yang menjadi tonggak
sejarah hubungan harmonis Islam vis a vis Barat, bagaimana penyebarannya hingga
datanglah masa kebangkitan intelektual Eropa sebagai penutup kajian. Jika ingin
mengkaji hubungan tradisi ilmu pengetahuan Islam dan Barat yang objektif, tidak
ada buku lain yang selengkap ini.
Sebagai pendahuluan, salah satu alasan yang menyebabkan kerenggalan
Islam vis a vis Barat adalah mengabaikan peradaban dunia di lima wilayah
geografis, yakni dunia Cina-Jepang, India, Yunani Kristen, Latin Kristen dan
Islam (wilayah) Timur dan Barat. Pada lima wilayah tersebut, Mehdi membagi
membagi menjadi dua dunia kultural yang sangat kuat, India, Cina dan Jepang di
Timur. Sedangkan di Barat ada dunia Kristen dan Muslim. Selama abad pertengahan
kelima wilayah tersebut sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Hebrew (Arab Ibrani),
baik pada pemikiran intelektual muslim maupun Barat.
Jalan “Terjal” Pengetahuan
Klasik Tersebar ke Penjuru Muslim
Pengetahuan klasik yang dimaksud adalah Greco-Helenistik, Syria-Alexandrian,
Zoroastrian dan India. Pengetahuan inilah yang pada akhirnya nanti
dijadikan oleh para cendekiawan Muslim untuk mengusai dunia Barat. Memang
benar, pada masa terdahulu (Umayyah), Muslim menaklukkan Mesir dan Iran itu
disertai dengan pembakaran perpustakaan-perpustakaan Greco-Helenistik, namun pada masa Abbasiyah muncul para
cendekiawan-cendekiawan kreatif yang memanfaatkan pengetahuan klasik tersebut.
Al-Jahiz (869) salah satu cendekiawan Abbasiyah buktinya mengakui buku-buku
tentang zaman kuno mempunyai kandungan ilmu yang luar biasa. Didalamnya dibahas
aneka ragam pelajaran sejarah masa lampau yang kaya akan ilmu pengetahuan. Oleh
karena itu, penaklukan oleh Arab selama abad-abad awal Islam membawa mereka
kepada hubungan yang dekat dengan peradaban-peradaban besar dunia.
Diantara faktor-faktor yang menyebabkan
pengetahuan klasik Greco-Helenistik,
Syria-Alexandrian, Zoroastrian dan India tersebar ke penjuru Muslim adalah sebagai
berikut :
1. Kristen Ortodoks memisahkan beberapa institusi dengan Gereja Induk (mother
church)
Alasan pemisahan ini karena di gereja Timur perbedaan
doktrinal, yakni sekte Nestorian dan Monophysite. Akibatnya mereka dikucilkan
dan memaksa Gereja Induk untuk
memperlakukakn kepada mereka. Mereka dipaksa untuk untuk berpindah kepada
kebudayaan yang lebih bersahabat, dimana mereka memperoleh perlindungan dan
kesempatan untuk mempertahankan keberadaannya. Namun, setelah Kristen Ortodoks
kehilangan pengaruh, maka sekte Nestorian bergerak kepada kekaisaran Persia dan
Monophysite ke dunia Persia dan Arab. Sehingga sekte-sekte yang bermusuhan ini
membawa warisan ilmu pengetahuan Greco-Helenistik terutama ilmu kedokteran,
matematika, astronomi, teknologi, filsafat dan membantu melestarikannya
ditangan orang-orang asing, Persia.
Ketika orang-orang Muslim Arab menyerbu kekaisaran
Rimawi dan Persia, sekte-seke minoritas diatas menyambut orang-orang Arab yang
menjadi penakluk tersebut sebagai pembebas mereka. Dan mengikat hubungan yang
bersahabat dengan mereka sejak awal. Muslim Arab bersikap toleran dengan
membiarkan tradisi-tradisi ilmu pengetahuan yang dimiliki sekte Nestorian dan
Monophysite yang sebelumnya dikuasai Persia. Dengan demikian, jelaslah bahwa
proses alih ilmu pengetahuan Greco-Helenistik ke Muslim melalui dua cara, pertama,
dengan meneruskan tradisi ini di dalam kebudayaan non-Kristen, terutama pada
kebudayaan Zoroastrian-Sassanian dari Persia. Kedua, dengan
meneruskannya di dalam kebudayaan Byzantine dan Persia dibawah perlindungan
kaum Muslim dan mengembangkannya selama abad-abad awal Muslim. Kesimpulan ini,
sama artinya bahwa kaum Muslim sangat meminati ilmu pengetahuan Neo-Platonisme
dan Aristotelianisme.
Tersebarnya kebudayaan klasik kepada kaum Muslim
melalui jalan “terjal” ini sebagian besar memiliki tujuh tipe dasar sebagai
berikut :
a. Materi-materi secara langsung diterjemahkan dari bahasa Yunani ke dalam
bahasa Arab.
b. Materi-materi diterjemahkan ke dalam bahasa Pahlavi, digabung dengan
pemikiran Zoroastrian-Hindu (Budha) di Persia, kemudian disebarkan melalui
penerjemahan ke dalam bahasa Arab.
c. Materi-materi diterjemahkan ke dalam bahasa Hindu ke bahasa Pahlavi,
kemudian ke bahasa Syria, Hebrew (Arab Ibrani) dan Arab.
d. Materi-materi ditulis pada periode Islam oleh orang-orang Muslim, tetapi
sebenarnya dipinjam dari sumber-sumber Non-Muslim, melalui jalur penyebaran
yang kabur.
e. Materi-materi yang ada pada dasarnya hanyalah ulasan atau ikhtisar dari
karya-karya Greco-Persian.
f. Materi-materi yang dikembangkan selama masa ilmu pengetahuan pra-Islam,
tetapi belum dikembangkan pada masa Islam kecuali tentang dasar-dasar ilmu
pengetahuan Helenistik, Syrian, Zoroastrian dan Hindu pra-Islam.
g. Materi-materi yang tampaknya muncul dari rangsangan genius perseorangan,
nasional, atau regional, yang kemudian berkembang tanpa memperhatikan ilmu
pengetahuan pra-Islam, meskipun bentuk kreasi orisinil ini boleh jadi berbeda
apabila dikembangkan dalam konteks atau kerangka referensi non-Islam.
2. Penaklukan Alexander Agung dan para penggantinya
Sebagaimana kita ketahui bahwa Alexander Agung dan
para penggantinya telah menyebarkan ilmu pengetahuan Yunani ke Persia dan India,
dimana ilmu pengetahuan dan filsafat diperkaya dengan pemikiran-pemikiran asli.
3. Modifikasi kurikulum Akademi Jundi-Shapur kekaisaran Persia
Akademi Jundi-Shapur ternyata mengembangkan kurikulum
studi yang disusun setelah Universitas Alexandrian dan selama abad keenam
disamakan dengan ilmu pengetahuan India, Grecian, Syria, Helenistik, Hebrew dan
Zoroastrian. Jundi-Shapur menggalakkan penerjemahan ilmu pengetahuan dan
filsafat klasik Yunani ke dalam bahasa Pahlavi dan Syria hingga pada awal
abad-abad Islam, pusat-pusat pendidikan dan ilmu pengetahuan kuno
menyebarkannya kepada dunia Muslim dan Barat, sampai tugas ini diambil alih
oleh Baghdad di Islam Timur dan Sisilia dan Cordova di Islam Barat.
4. Penyebaran Karya ilmiah Yahudi
Para penerjemah Hebrew merupakan alat yang hebat dalam
alih pengetahuan ini karena ketrampilan bahasa mereka, pada masa awal Islam
ketika mereka menerjemahkan karya-karya Yunani ke dalam bahasa Hebrew dan Arab.
Demikian pula pada abad ketiga belas ketika mereka menerjemahkan karya-karya
tersebut dan karya-karya lainnya dari bahasa Arab ke bahasa Hebrew dan latin,
atau ke dalam bahasa Hebrew dan dari bahasa Hebrew ke bahasa Latin.
Modifikasi
Cendekiawan Muslim terhadap Pengetahuan Klasik
Disaat para cendekiawan Muslim sedang
asyik-asyiknya berasimilasi dengan pendidikan klasik kemudian menyempurnakannya
kedalam sistem pendidikan, justru Eropa sedang di masa pertengahan. Mereka
mengabaikan perkembangan pesat yang terjadi di dunia Muslim karena adanya
prasangka religious, hambatan bahasa, mundurnya kebudayaan Islam dan sulitnya
para ahli sejarah pendidikan dari Barat mendapatkan bahan-bahan tersebut.
Diantara bidag-bidang yang diasimilasikan antara lain filsafat, ilmu
kedokteran, matematika, teknologi dan ilmu pengetahuan helenistik. Matematika,
kedokteran, dan sastra Hindu. Agama, kesusastraan, dan ilmu pengetahuan Persia.
Dengan demikian, upaya asimilasi ini dalam rangka untuk mewujudkan modifikasi
pengetahun klasik untuk keperluan praktis dengan mengembangkan metode empirik-eksperimental.
Apa yang dilakukan Muslim terhadap
pendidikan klasik ini sehingga dapat mengasimilasikan semua pengetahuan diatas merupakan bukti keseriusannya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Hasil
aimilasi ini pada akhirnya justru diterapkan dan berkembang di Eropa. Diantara
faktor-faktor yang modifikasi ilmu pengetahuan ini adalah :
1. Mengembangkan penelitian bebas, membiayai riset dan
beasiswa
2. Mendirikan perpustakaan-perpustakaan umum
Bukan hanya perpustakaan umum, bahkan
banyak sekali ditemukan perpustakaan pribadi untuk digunakan dimasyarakat,
tidak hanya bersifat regional, tetapi internasional.
3. Mengagungkan para pencari ilmu
Para mahasiswa yang mencari ilmu pada zaman
ini, memperoleh kemuliaan karena sangat jarang ditemukan orang yang mau
bersusah payah mengembangkan ilmu pengetahuan. Untuk mensiasati ini, Muslim
menyediakan makanan, penginapan, bahkan uang saku untuk para cendekiawan yang
datang dari juh. Para guru-guru besar juga sudah disiapkan untuk mengajarnya.
4. Berdirinya madrasah Nizamiyyah
Madrasah Nizamiyyah didirikan pada tahun 1066 (459 H) di Baghdad
oleh Nizamul Mulk. Ia adalah seorang perdana menteri yang terkenal dalam
pemerintahan sultan Saljuq pada abad kesebelas. Disamping perdana menteri, ia
juga sangat menguasai hadits tradisi Muslim dan merupakan ahli teori politik
Islam terbesar sebagaimana karya yang terkenal Siyasat-Namah. Atas
pendirian madrasah ini, menandai transisi dari sekolah-sekolah di Masjid kepada
dimulainya sistem sekolah atau madrasah umum di seluruh kawasan Muslim yang
luas. Motif utama didirikan Nizamiyyah adalah motif agama. Tujuannya adalah
untuk mengajarkan Mazhab Hukum Syafi’iyyah (Sunni), penekanannya pada
pengajaran teologi dan hukum Islam.
5. Pencetakan dan Penerbitan hasil riset
Disaat dunia Eropa masih menerbitkan
buku-buku melalui pekerjaan tuliangn tangan yang melelashkan, Muslim sudah
membuat ratusan copy (salinan) bahan-bahan referensi untuk memenuhi kebutuhan
bagi orang-orang yang berminat untuk mempelajarinya. Buku juga seringkali
dipinjamkan, bahkan tidak tanggung-tanggung terkadang samai lebih dari seratus
buku per orang dengan jangka waktu yang tidak ditentukan pula. Hal ini
dikarenakan keperluan penelitian dan riset memakan waktu yang tidak sebentar.
6. Ilmu teologi dan dogma tidak membatasi ilmu pengetahuan
7. Memberfungsikan pendidikan bagi Negara
8. Pelembagaan sekolah sebagai tujuan pendidikan sectarian dan indoktrinasi
politik
Hasil dari asimilasi oleh cendekiawan
Muslim diatas menjadikan pendidikan Muslim itu sendiri mempunyai ciri khas
tersendiri. Oleh karena itu, diantara sifat dan ruang lingkup pendidikan Muslim
adalah sebagai berikut :
a. Tujuan pendidikan Muslim, meliputi tujuan keagamaan dan tujuan keduniaan
(sekular).
Tujuan keagamaan diantaranya berdasarkan
pada, Qur’an sebagai sumber pengetahuan, landasan ruhaniyyah dalam pendidikan,
tawakkal kepada Allah Swt, akhlak agama, menomorduakan matakuliah sekular dari
pada mata kuliah agama, manusia adalah sederajat dihadapan Allah Swt dan
manusia, meninggikan Muhammad Saw diatas seluruh para nabi, mempercayai enam
rukun Iman dan mempercayai serta mengamalkan perintah-perintah agama, termasuk
pengakuan keimanan. Sedangkan tujuan keduniaan, diantaranya dapat memaknai
pentingnya keduniaan berdasarkan sabda Nabi Saw berikut ini, “yang terbaik
diantara kalian bukanlah yang melalaikan dunianya untuk mengejar akhirat, atau
melalaikan akhirat karena mengejar dunia. Yang terbaik diantara kalian adalah
yang berusaha untuk mencari keduanya.
b.
Organisasi pendidikan Muslim,
meliputi Halaqah, pembelajaran dengan posisi duduk melingkar dan guru
berada ditengahnya. Maktab atau Kuttab, merupakan tempat untuk
belajar membaca atau menulis yang dilaksanakan di rumah guru atau dikenal
dengan sekolah menulis dan gurunya disebut Muallim. Sekolah Istana, sebagaimana
Maktab, sekolah istana dilaksanakan di Istana kerajaan dan gurunya
disebut mu’addib. Sekolah Masjid, sekolah Muslim paling khas dan
paling lama. Sekolah Kedai Buku, yaitu rumah pribadi guru yang digunakan
pembelajaran (privat). Salon Sastra, sebagaimana Kedai Buku,
Salon Sastra berfungsi sama sebagai tempat bertukar pikiran tentang sastra dan
ilmu pengetahuan. Madrasah, yakni pendidikan sekolah untuk Umum.
Pelajaran yang diberikan ditempat-tempat diatas masih terbatas, jadi pendirian
madrasah supaya luas cakupannya. Universitas, pendirian universitas
merupakan puncak kejayaan Muslim yang dalam hal ini berhasil mendirikan
Universitas Nizamiyyah.
c.
Kurikulum
Sekolah-sekolah Muslim, diantara mata
pelajaran yang diajarkan matematika (aljabar, trigonometri dan geometri), sains
(kimia, fisika dan astronomi), ilmu kedokteran (anatomi, pembedahan, farmasi,
dan cabang ilmu kedoteran khusus), filsafat (logika, etika dan metafisika),
kesusastraan (filologi, tata bahasa, puisi, dan ilmu persajakan), ilmu-ilmu
sosial, sejarah, geografi, disiplin ilmu politik, hukum, sosiologi, psikologi,
dan jurisprudensi (fiqih), teologi (perbandingan agama, sejarah agama-agama,
studi al Qur’an, tradisi religius (hadits) dan lain sebagainya.
d.
Pendidikan
Ilmu Kedokteran Masa Awal Islam,
pendidikan ini mengikuti pola dan standar Yunani, seperti Akademi Jundi-Shapur
India. Kemudian standar ini ditransfer dan dikembangkan di Baghdad. Usia
rata-rata mulai menempuh pendidikan kedokteran antara 15 sampai 17 tahun. Meski
demikian, Ibnu Sina memulainya pada usia 11 tahun dan Hunain ibnu Ishaq telah
menyelesakan pendidikan dasar kedokterannya ketika berusia 17 tahun.
e. Guru
dalam Pendidikan Muslim, tipe guru ada
enam,yaitu mu’allim, mu’addib, mudarris, syaikh, ustad, imam
dan para muaiyyid atau asisten guru. Mu’allim julukan bagi guru sekolah
dasar, mu’addib sebagai guru dasar dan menengah, mudarris sebagai guru
profesional seorang Mu’id atau pembantu (asisten profesor), Syaikh sebagai guru
besar (master). Pakaian Guru, selama masa Abbasiyah mengikuti gaya persia,
mengenakan tutup kepala persia, celana lebar, “rok, rompi dan jaket”, semuanya
ditutup dengan jubah atau aba mantel luar dan taylasan diatas
surban. Persatuan Guru, namanya Niqabat (serikat kerja). Bimbingan,
setiap guru adalah pembimbing.para ahli teori pendidikan Muslim yang ideal
seperti Avicenna dan al Ghazali. Kebebasan akademis, masa keemasan
Islam, ilmu pengetahuan dijunjung tinggi dan agama mendorong untuk bebas
bertanya.
f. Metode
Pendidikan Muslim, dosen duduk
diatas podium pada satu atau dua lapis lingkaran dari para mahasiswa yang duduk
sebelumnya. Guru membaca manuskrip, mahasiswa mencatat dan mengajukan
pertanyaan. Mahasiswa mengahafal, mengulang-ulang dan mengaplikasikannya.
Pengembangan Pengetahuan Klasik oleh Cendekiawan
Muslim
Pengetahuan klasik selama masa Umayyah mengalami kehancuran,
beralih ke Abbasiyah justru mengakomodir tradisi-tradisi Persia. Berlangsung
dibawah khalifah-khalifah Abbasiyah seperti al Mansyur, Harun al rasyid dan
putranya al Ma’mun gencar dilakukan penerjemahan-penerjemahan karya-karya
klasik ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani, Syria, Sanskrit dan bahasa Pahlavi
kedalam bahasa Arab. Penerjemahan besar-besaran ini kira-kira berlangsung dari
tahun 750-900 M. Inilah yang disebut masa abad pencerahan pengetahuan Islam
(kawasan) Timur. Pusat penerjemahan awal periode ini terpusat pada Baitul
Hikmah (rumah kebijakan) di Baghdad di bawah pemerintahan Khalifah harun al
Rasyid. Diantara penerjemah aktif masa ini adalah Abu Sahl Fadhl ibnu Naubakht
dan Alan asy Syu’ubi yang berkebangsaan Persia.
Diantara para tokoh Muslim yang berkontribusi kreatif dalam
pengembangan pengetahuan klasik antara lain:
1.
Penerjemahan
Periode I
a.
Abdullah
ibnul Muqaffa (w.142 H), seorang
muallaf yangdisebut-sebut seorang Zindiq Zoroastrian, sebagai penerjemah
dengan karya Kalila wa Dimna
b.
Ibrahim
al Fazari (w.152), penerjemah ahli Astronomi
dengan karya Astronomika Hindu, Siddhanta (Sindhind)
c.
Muhammad
ibnu Musa al Khawarizmi, penerjemah
Muslim ahli Astronomi yang menggabungkan sistem astronomi Yunani dan India
d.
George Bokhtishu, Penerjemah sekaligus dokter Nestorian dari
Jundi-Shapur yang juga bekerja sebagai dokter di istana Baghdad untuk al Mansur
e.
Isa
ibnu Thakerbohkt, penerjemah
sekaligus sebagai dokter Nestorian pengikut Bokhtishu yang juga dokter
istana ahli terapetik
f.
Gabriel
Bokhtishu (w.175) penerjemah ahli ilmu
kedokteran dan filsafat bekerja di istana Harun al Rasyid yang menulis buku
pengantar dalam logika, sebuah buku pengantar ilmu kedokteran berdasarkan Galen
2.
Penerjemahan
Periode II
a. John
Bar Maserjoye, penerjemah
sekaligus dokter Yahudi-Syria dan seorang kepala sekolah kedokteran di Baghdad
yang menerjemahkan Syntagma karya Aaron ke dalam bahasa Syria
b. Abu
Bakr Muhammad ibnu Zakaiyya al Razi, (w.antara
311 dan 320), ahli filsafat ilmu kedokteran, musik, sastra, medical pandect,
dan sebagainya.
c.
Al
Ma’mun, khalifah dari Baghdad yang mendirikan Baitul Hikmah
d. Yahya
ibnu Masawaih (w.243 H), penerjemah
sekaligus kepala Baitul Hikmah yang pertama, ahli ilmu kedokteran yang menulis
risalah demam, diterjemahkan kedalam bahasa Latin dan Hebrew
e. Abu
Zayd Hunayn ibnu Ishaq al Ibadi (w.264
H), dokter Nestorian ahli Matematika, penerjemah dari bahasa Euclid ke bahasa
Arab dan menerjemahkan karya-karya Plato dan Aristoteles
f.
Ishaq
Hunayn, putra al Ibadi ahli filsafat dan
ilmu kedokteran, penerjemah bahasa Sophist Plato ke bahasa Arab, metafisika dan
Hermenetika karya Aristoteles
Kontribusi
Hasil Ilmu Pengetahuan Klasik Institusi-institusi Pendidikan Eropa Barat
Hasil dari penerjemahan karya-karya Muslim bersifat revolusioner
atas kurikulum Eropa Barat. Terutama apda konstruksi dan perluasan kurikulum
pada sekolah-sekolah, seperti bidang Matematika, kedokteran, astronomi,
filologi, fisika, ilmu kimia, geografi, sejarah, ,usik,teologi dan filsafat.
Sebuah tranformasi kurikuler yang sudah pasti dilaksanakan oleh berbagai
universitas-universitas.
Diantara kontribusi hasil ilmu pengetahuan klasik adalah sebagai
berikut:
1.
Melalui
abad keduabelas dan sebagian abad ketigabelas, karya-karya Muslim tentang
Sains, Filsafat, dan bidang-bidang lain telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Latin, terutama dari bahasa Spanyol dan memperkaya kurikulum Barat, khususnya
di Eropa Barat Laut.
2. Orang-orang Muslim, telah memberi kepada Barat, metode esperimental,
sekalipun masih kurang sempurna
3. Sistem notasi dan decimal Arab telah diperkenalkan kepada Barat
4. Karya-karya terjemahan mereka, terutama dari orang-orang seperti
Avicenna dalam ilmu kedokteran, sudah digunakan sebagai teks (kuliah) di dalam
kelas-kelas Sekolah Tinggi, jauh ke dalam pertengahan abad ketujuhbelas
5. Para cendekiawan Muslim merangsang pemikiran-pemikiran orang-orang
Eropa, dipelajari kembali hal itu dengan kebudayaan-kebudayaan klasik dan
lainnya, sehingga membantu menghasilkan (abad) Renaisans
6. Para cendekiawan Muslim adalah perintis Universitas-universitas Eropa,
mereka telah mendirikan ratusan sekolah tinggi sebelum Eropa
7. Para cendekiawan Muslim memelihara pemikiran Greco-Persian ketika Eropa
bersikap tidak toleran terhadap kebudayaan-kebudayaan Pagan
8. Mahasiswa-mahasiswa Eropa di dalam Universitas Muslim membawa kembali
(ke negaranya) metode-metode baru tentang pengajaran
9. Para cendekiawan Muslim telah member kontribusi tentang pengetahuan
rumah sakit-rumah sakit, sanitasi dan makanan kepada Eropa.
Berikut akan kami rangkum hasil ilmu pengetahuan Muslim yang
menjadi rujukan di sekolah-sekolah Eropa barat.
a.
17
karya berbagai bidang ilmu yang berbeda
b.
45
karya tentang pendidikan
c.
124
penulis beserta karya-karyanya dalam bidang Astronomi dan Matematika
d.
9
penulis beserta karya-karyanya dalam bidang Kimia
e.
47
penulis beserta karya-karyanya dalam bidang Geografi
f.
86
penulis beserta karya-karyanya dalam bidang Sejarah
g.
79
penulis beserta karya-karyanya dalam bidang Kedokteran
h.
6
penulis beserta karya-karyanya dalam bidang Musik
i.
20
penulis beserta karya-karyanya dalam bidang Ilmu Pengetahuan Alam
j.
24
penulis beserta karya-karyanya dalam bidang Filologi
k.
75
penulis beserta karya-karyanya dalam bidang Filsafat
l.
6
penulis beserta karya-karyanya dalam bidang Fisika dan teknologi
m. 21 penulis beserta karya-karyanya dalam bidang Sosiologi dan Hukum
n.
31
penulis beserta karya-karyanya dalam bidang Sufisme
Memang benar adanya bahwa hampir seluruh abad ke-16 masih tetap
menggunakan beberapa terjemahan Muslim dan Yunani, serta kurikulum ilmu
kedokteran dan Vienna dan Frankfurt tetap tergantung kepada karya-karya Rhazes
dan Avicenna. Mereka tetap bersikeras dan mengambil terjemahan-terjemahan baru
dari karya-karya ilmu kedokteran Muslim. Pengetahuan Muslim telah berjasa pada
sekolah-sekolah latin selama kurang lebih 500 tahun dan apa yang telah
diberikannya tersebut membangkitkan semangat ilmu pengetahuan Barat sampai
akhirnya muncullah masa Renaisans.
Selamat Membaca