Rabu, 28 September 2016

Sempitnya Lahan Pekerjaan Guru

Oleh : Miftahudin

    Guru merupakan tonggak kemajuan suatu bangsa dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Ia pihak yang paling bertanggung jawab melaksanakan proses pendidikan dan pengajaran. Para guru besar, doktor dan pakar-pakar ilmu pengetahuan yang ahli dibidang masing-masing juga tidak lepas dari peran seorang guru. Bahkan presiden, MPR, DPR, Mahkamah Agung dan lainnya berkat jasa guru yang mendidiknya semenjak pendidikan dasar, menengah, perguruan tinggi hingga mencapai spesifikasi keahlian yang dikuasainya. itu semua adalah buah dari pengajaran guru-guru mereka. Melupakan jasa guru sama artinya dengan lupa akan  kebodohan diri sendiri.

    Dasawarsa ini, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan formal seakan memudar. Berbagai kasus tawuran, seks bebas, narkoba, penjarahan, bahkan pemerkosaan banyak yang dilakukan oleh generasi emas bangsa ini, peserta didik di sekolah. Memudarnya kepercayaan tersebut dinilai bias terhadap asumsi mereka bahwa pendidikan formal sekarang tidak lagi sepenuhnya mampu menghantarkan anak-anak mereka pada kehidupan masa depan yang diimpikan. Selain sukses dalam hal ekonomi, tentunya mereka mendambakan anak-anaknya berbudi luhur yang mampu membalas jasa orang tua di masa renta.
Disaat kepercaan itu memudar, para guru-guru bulus (baru lulus) ini justru beramai-ramai mendaftarkan diri di sekolah tersebut. saking banyaknya yang daftar, sebagian sekolah kebingungan menyeleksinya. Bingungnya bukan karena mereka pada pendaftar bagus-bagus dan ber-SDM tinggi, melainkan bingung karena semua yang diseleksi rata-rata standar dan tidak ada yang bisa dibanggakan dari mereka. tapi, meski bagaimana pun jika pembelajaran tanpa itu tidaklah mungkin. Akhirnya opsi acak pun dilakukan, mana yang kira-kira paling banyak kontribusinya itulah yang dipilih. Bahkan kadang-kadang money politic pun ikut-ikutan dalam arena ini. Jadi guru bulus yang berduit peluangnya lebih besar dari pada guru-guru yang mengandalkan ijazah, transkrip nilai dan akta IV saja. Sehingga sempitnya lahan pekerjaan guru sekarang ini hanyalah laku bagi guru-guru yang tak berduit saja.
    Harapan pada orang tua dengan menguliahkan anak-anaknya pada perguruan tinggi fakultas pendidikan adalah menjadi guru yang mampu mengajar masyarakat, bangsa dan Negara. Harapan ini agaknya tersendat dengan semakin sempitnya lowongan yang dicari itu. Meskipun beratus-ratus sekolah yang ada di setiap daerah, namun itu tidaklah menjanjikan tempat bagi para guru-guru muda. Akhirnya, para orang tua pun kini menilai semakin tinggi mereka menyekolahkan anak-anaknya, semakin tinggi pula jumlah pengangguran terdidik yang menjadi beban masyarakat. Bahkan selain menjadi pengangguran, para pengangguran terdidik itu semakin jauh dari nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-harinya (Syamsul Ma’arif : 103). Bahkan pola pikirnya cenderung pola pikirnya menjadi penyakit serta merusak tatanan masyarakat sekitarnya. 
    Sepenggal cerita ini mungkin ada gunanya juga. “Percuma saja sekolah, paling ujung-ujungnya juga akan jadi kuli”. Itulah cemoohan seorang kuli pabrik kopra dalam film teaterikal laskar pelanginya Andrea Hirata kepada Ikal ketika mau diantar ayahnya (Mathias Muchus) dihari pertamanya ia mau sekolah. Yang ada dibenak sang ayah, kemungkinan besar sama dengan apa yang diangan-angankan para orang tua sekarang, yakni kelayakan hidup di masa depan. Kebahagiaan anak adalah kado terindah bagi orang tua.
    Namun, melihat realita sekarang ini, tak ada salahnya kita lebih sedikit merenungkan dalam-dalam kuli perkataan pabrik di atas. Buat apa sekolah tinggi-tinggi, gelar sarjana pendidikan di gondol dengan predikat camloude, jika ujung-ujungnya menjadi marketing, entah itu eksekutiflah, representatiflah, dan lain sebagainya. Bahkan ada teman kampus saya dulu yang amat serius menekuni kuliahnya di jurusan Tadris Fisika sekarang menjadi tukang penarik kredit bermasalah di sebuah Bank Perkreditan Rakyat di Ungaran Kabupaten Semarang. Meski bahasanya agak diperhalus menjadi Collector Eksekutif (CE), namun tetap saja ia bak algojo yang siap mencekik leher masyarakat. Naasnya, jika masyarakat yang mempunyai tunggakan kredit itu masyarakat kecil yang rela menggadaikan BPKB motornya untuk membiayai anak-anaknya agar bisa terus sekolah. Ironis memang, sewaktu dulu masih kuliah ia sibuk mempelajari teori-teori pendidikan, termasuk bagaimana cara mendidik masyarakat, justru sekarang ia sangat sibuk mempelajari bagaimana masyarakat secepat mungkin bisa membayar tagihan supaya tidak nunggak di bulan berikutnya.
    Suatu ketika saya sempat bersua dengannya tengah sibuk menganalisis tunggakan kredit yang bermasalah. Ternyata tak kurang dari puluhan orang yang nunggak bulan itu. Secara otomatis, ia pun menyusun strategi perencanaan yang matang, biasanya ia menelpon terlebih dahulu sebelum mendatangi rumahnya. Meski kadang-kadang telponnya di reject secara kasar karena jelas kedatangannya ke rumah pasti tidak disukai. Ironisnya lagi, padahal ia dulu setiap malam sibuk mempersiapkan RPP (rencana Pelaksanaan Pembelajaran) untuk mengajar di pagi harinya, tapi justru sekarang ia sibuk membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Penagihan).
    Belum tahu pasti, seberapa banyak teman yang bernasib sama sepertinya. Seharusnya ia jadi guru di sekolah, akan tetapi karena sempitnya lahan pekerjaan guru sekarang memaksa ia beralih profesi sebagai CE. Guru yang seharusnya ia di gugu lan di tiru karena nasib berkata lain, ia pun di sekarang di guyu lan di laru (ditertawakan dan digoda) atau setiap hari minggu gaweyane tora-turu (setiap hari minggu pekerjaannya tidur melulu). Meski bagaimana pun juga, karena ia menganggap itu pekerjaan halal sampai sekarang dan mungkin selamanya ia akan tetap menjalaninya.
    Teman saya di atas merupakan salah satu tidak adanya transparansi dari pihak pengelola pendidikan, terutama sekolah-sekolah swasta. Era globalisasi ini mengakibatkan sistem pendidikan kita tidak bersih dan semakin tidak jelas arah dan tujuannya. Hal ini bisa dibuktikan ketika mau memasuki tahun ajaran baru, hampir setiap sekolah, terutama sekolah swasta saling mencari sensasi dan memikat masyarakat dengan memasang spanduk “Menerima Peserta Didik baru”di sana sini, baik di desa maupun kota dalam hal ini tidak ada bedanya. Banyak yang mereka unggulkan, seperti fasilitas terlengkap, bebas uang gedung, bebas biaya pendaftaran, dan program-program lainnya. Bahkan sebagian mereka ada yang menjanjikan kualitas guru yang profesional dan bilingual. Meskipun ketika ada sertifikasi guru para guru-guru profesional tersebut pada kalang kabut bingung dengan sendirinya.
    Akhirnya pun masyarakat sama berbondong-bondong mendaftarkan putra putrinya yang dinilai unggul dalam spanduk tersebut. meski sebagian orang tua ada yang mengeluh karena anaknya disekolahkan semakin pintar justru semakin cerdas membantah orang tuanya sendiri. Tahun ajaran baru sama artinya dengan menambah keuangan sekolah. Nah, realita ini coba kita refleksikan dengan rekrutmen gurunya. Mana ada sekolah yang terang-terangan memasang spanduk “Menerima Guru Baru”. Kecuali sekolah yang mau di buka, spanduk tersebut bisa dipastikan tidak ada sama sekali. Hal ini atas pertimbangan terlalu repot, juga untuk meminimalisir anggaran sekolah. Padahal kalau dipikir secara positif, mestinya tidak ada masalah dengan mengeluarkan biaya sedikit, namun berpeluang mendapatkan kualitas guru yang benar-benar diharapkan. Terutama guru-guru muda yang masih kaya akan teori-teori pembelajaran yang konstruktif. Ibarat buku, tentu buku-buku terbiatan baru yang paling diminati para pembacanya dibanding buku-buku lama yang mungkin isinya sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Dalam hal ini, banyak juga kan guru-guru yang menggunakan metode lama dalam mengajarnya sehingga membuat peserta didik jenuh dan membosankan.
    Transparansi rekrutmen guru selama ini masih belum Nampak. Meski sebagian sekolah sudah ada yang mau membuka lowongan di iklan-iklan kecik surat kabar atau di internet. Itu pun jika ada anggarannya. Kalau tidak, jalan satu-satunya adalah dari mulut ke mulut. Bahkan ada sekolah yang kebanyakan para gurunya masih ada tali kekerabatan. Kepala sekolah sebagai ketua besar, para pengurus dijabat oleh adik-adik atau kemenakannya dan para gurunya diisi anak sendiri atau anak dari saudara, dan seterusnya. Sehingga masyarakat sering menamai sekolah tersebut dengan sekolah keluarga. Padahal, sebenarnya pembangunan itu menggunakan uang masyarakat.
  Untuk mengatasi masalah sempitnya lahan guru ini tentunya harus mengubah sistem yang ada, baik sistem pelaksanaan rekrutmen di perguruan tinggi maupun di sekolah. Di samping setiap perguruan tinggi harus membatasi jumlah mahasiswa yang diterima, pihak sekolah pun juga harus bersikap terbuka pada siapapun perihal informasi lowongan guru. Tidak kalah pentingnya, dalam hal ini sangat dibutuhkan semacam portal informasi lowongan guru karena selama ini portal lowongan tersebut hanya ada ketika pendaftaran calon pegawai negeri sipil (CPNS).
Berkaitan dengan sempitnya lahan pekerjaan guru ini, anggap saja para guru-guru muda menghela nafas lega. Nampaknya, pemerintah mempunyai program merekrut ribuan sarjana untuk dijadikan guru di pelosok  Indonesia. Terhitung sebanyak 12 LPTK yang ikut meramaikan program yang bertema ”maju bersama mencerdasakan Indonesia” ini. tidak kurang dari 3.500 sarjana se-Indonesia akan ditempatkan di daerah-daerah pelosok yang masuk dalam kategori 3 T, yakni terdepan, terluar dan tertinggal. Wilayah tersebut antara lain Provinsi Aceh, Kepulauan Riau, Papua, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara. Pendaftaran secara resmi dibuka tanggal 20 Oktober – 29 Oktober 2011. Kemudian diadakan penyeleksian tanggal 30 Oktober – 1 November 2011.
    Lama penempatan mengajar tersebut, menurut infonya hanya setahun kemudian sepulangnya dari tempat mengajar tersebut direkomendasikan untuk bisa mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) dengan dibiayai pemerintah. Tentu ini sebuah tantangan, pertama, harus meninggalkan keluarga dan istri kalau sudah menikah. Kedua, mengorbankan aktivitas keseharian, entah di organisasi, pertokoan, dan lain sebagainya. Ketiga, mengajar anak didik yang berbeda adat, bahasa dan budaya. Keempat, mengajar peserta didik yang ber SDM rendah karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
    Masih banyak lagi tantangan-tantangan lainnya dan kemungkinan para guru-guru muda yang sempat meliriknya pun jangan hanya berpikir sekali untuk mengikuti seleksinya. Pasalnya, persiapan yang dibutuhkan bukan hanya materi melainkan juga mental. Kekuatan mental dalam hal ini menjadi kuncinya. Apalagi dikabarkan dengan mengikutinya dapat bonus PPG. Padahal fakta di lapangan, pembinaan dan pelatihan guru di Indonesia terasa mandek, berjalan di tempat, bahkan cenderung mundur (SM,12/10/11). Hal ini langsung disampaikan oleh ketua PGRI Dr. H. Sulistiyo, M.Pd saat memberi sambutan pada acara peringatan hari guru internasional tanggal 5 Oktober 2013 di gedung PB PGRI Jakarta. Pembinaan profesi guru ibarat barang langka yang sangat sulit dijumpai di daerah-daerah. Para guru tetap saja jarang memperolehnya, apalagi guru sekolah swasta dan guru honorer. Bahkan ini apalagi yang sebelumnya belum mengajar, kemudian diiming-imingi PPG jika mau berangkat mengajar di daerah tertinggal. Yang sudah ada saja tidak dijalankan, kok car peserta baru.
    Apa ini yang dimaksudkan pemerintah untuk mengurangi pengangguran terdidik tenaga kependidikan? Jika memang benar, khususnya warga Jawa Tengah agaknya sedikit berseberangan denga jargon Gubernurnya, “Bali Deso Mbangun Deso” saat itu (2008 - 2013). Para guru muda yang berharap setelah lulus kemudian ke desanya masing-masing ternyata belum ada kursi untuknya. Bagaimana mau Mbangun Deso? Sekian tahun menunggu kursi di desanya, tapi justru ini mau dikirim ke daerah tertinggal di luar pulau sana. Harusnya pemerintah, dalam hal ini, mengadopsi sistem yang sudah diterapkan oleh Unissula Semarang yang sudah menerapkan program cerdas sultraku (Sulawesi Tenggaraku) 2011.
    Yang dilakukannya bukan para lulusannya untuk dikirim ke daerah terpencil, melainkan Unissula merekrut anak-anak Sulawesi kurang lebih 1.000 orang untuk kuliah di kampusnya di Semarang dengan beasiswa penuh. Harapannya, setelah mereka kembali nanti akan mampu membangun daerahnya sendiri. Bukan membangun yang cuma relatif dalam waktu satu tahun, kemudian ditinggal pergi. Hal ini rasa-rasanya menghambur-hamburkan uang Negara untuk hal yang tidak efektif. 
    Jika Unissula mampu menjaga dan mengembangkan potensi anak didik keluarga miskin (anak nelayan dan anak sopir di sultra) untuk mengenyam pendidikannya di fakultas kedokteran, mengapa pemerintah tidak berbuat demikian. Inilah era otonomi daerah, yang seharusnya digunakan oleh stake holder daerah untuk mengembangkan potensi daerahnya masing-masing yang belum tersentuh. Ternasuk mengenai pendidikan karena faktor inilah yang penting untuk dikembangkan.

Selasa, 20 September 2016

Pelatihan USAID Modul 3 tgl 4-5 April 2016


MI Miftahul Akhlaqiyah mengikuti pelatihan USAID modul 3 yang dilaksanakan pada tanggal 4 s.d 5 April 2016.










Senin, 19 September 2016

Animasi Anak Muslim











MENYAMBUT HARI SANTRI NASIONAL 2016


Tahun 2016 merupakan tahun ke-2 negara Indonesia memperingati Hari Santri Nasional (HSN). HSN ada pada masa pemerintahan Presiden Ir. Joko Widodo. Di harapkan dengan peringatan ini, menjadi titik tolak upaya mengarusutamakan santri ke tengah peradaban umat Islam Indonesia. Kemerdekaan bangsa ini faktanya tidak lepas dari perjuangan para santri Nusantara.


Menurut Kementerian Agama setidaknya ada lima alasan penetapan Hari Santri Nasional (HSN), yaitu : Pertama, hari santri merupakan ejawantah dari pemaknaan sejarah Indonesia yang tidak terpisahkan dari berdirinya sebuah bangsa. Inilah yang membedakan Indonesia dengan negara lain. Indonesia tidak hanya dibangun dengan senjata, darah dan air mata, tetapi berdiri karena keikhlasan dan perjuangan para santri religius yang berdarah merah putih.


Kedua, santri merupakan implementasi kekuatan relasi Islam dan negara. Kedua simbol ini dapat tercermin dari seorang santri. Sehingga adanya hubungan ini, Indonesia dapat menjadi model dunia tentang hubungan Islam dan negara. Ketiga, meneguhkan persatuan umat Islam yang telah terafiliasi dan menyejarah dalam ormas islam dan parpol yang berbeda, perbedaan melebur dalam kesantrian yang sama.


Keempat, eksistensi santri yang sangat menyejarah itu berpotensi termarjinalkan oleh derasnya arus globalisasi. Ini harus dilakukan pembendungan dengan cara menghargainya melalui penetapan Hari Santri Nasional.

Kelima, hari santri menunjukkan eksistensi indonesia kepada dunia bahwa Indonesia yang religius demokratis. Demikian, upaya merawat dan mempertahakan religiusitas Indonesia yang demokratis di tengah kontestasi pengaruh ideologi agama global yang cendrung ekstrim radikal.


Seperti diketahui, secara seremonial peringatan Hari Santri Nasional yang jatuh pada 22 Oktober setiap tahunnya. Tahun 2016 merupakan tahun ke-2 pelaksanaan peringatan tersebut. Selamat Hari Santri Nasional.




Selasa, 09 Agustus 2016

Menginap di Serena Hotel bandung


 Setelah perjalanan panjang dari lembang, kami menmginap di Hotel Serena Bandung.



Ziarah Mbah Papi Soemaryo


Kewajiban anak terhadap orang tuanya adalah mendo'akan meskipun mengirim do'a untuk almarhum itu tidak harus mengunjungi makamnya. Namun, mendo'akan dengan menziarahi (mengunjungi) makam itu lebih utama. Seperti apa yang kami lakukan yang terhadap leluhur kami, Mbah Papi Soemaryo di Pemakaman Umum RK 1 Kel Karang Malang Kec Indramayu Kab Indramayu.
Mbah Papi Soemaryo, begitu nama yang biasa kami sebut diantara keluarga besar kami, merupakan salah satu pegawai pemerintahan di masa Orde Lama sekitar tahun 1950 an. Saat itu Indonesia sedang gigih-gigihnya mempertahankan kemerdekaan dari tangan penjajah di bawah satu Komando, yaitu Presiden RI Ir. Soekarno. Di masa itu, wilayah Indonesia masih terdiri dari 11 wilayah dan Wilayah Jawa Tengah harus berbagi dengan DI Yogyakarta. Namun, di Jawa Barat masih utuh. Banten masih ikut Jawa Barat. Nah, tepatnya di salah satu wilayah Jawa Barat inilah, tepatnya di kabupaten Indramayu, Mbah Papi menjabat sebagai Sekretaris Wilayah Daerah (Sekwilda) atau yang searang namanya Sekretaris Daerah (Sekda).





Senin, 01 Agustus 2016

Pikiran Negatif Merusak Kesehatan


Menurut penelitian, 80% orang sakit bukan karena pengaruh fisiknya akan tapi karena pengaruh emosinya.
Coba Anda baca pernyataan di bawah ini dan buktikan!
1. Marah selama 5 menit akan menyebabkan sistem imun tubuh kita mengalami depresi selama 6 jam.
2. Dendam dan menyimpan kepahitan akan menyebabkan imun tubuh kita mati. Dari situlah bermula segala penyakit, seperti stress, kolesterol, hipertensi, serangan jantung, rhematik, arthritis, stroke (perdarahan / penyumbatan pembuluh darah).
3. Jika kita sering membiarkan diri kita stress, maka kita sering mengalami gangguan pencernaan.
4. Jika kita sering merasa khawatir, maka kita mudah terkena penyakit nyeri punggung.
5. Jika kita mudah tersinggung, maka kita akan cenderung terkena penyakit insomnia (susah tidur).
6. Jika kita sering mengalami kebingungan, maka. Kita akan terkena gangguan tulang belakang bagian bawah.
7. Jika kita sering membiarkan diri kita merasa takut yang berlebihan, maka kita akan mudah terkena penyakit ginjal.
8. Jika kita suka berpikir negative thinking, maka kita akan mudah terkena dyspepsia (penyakit sulit mencerna).
9. Jika kita mudah emosi dan cenderung pemarah, maka kita bisa rentan terhadap penyakit hepatitis.
10. Jika kita sering merasa apatis (tidak pernah peduli/acuh tak acuh) terhadap lingkungan, maka kita akan berpotensi mengalami penurunan kekebalan tubuh dan ada kecenderungan mudah sakit.
11. Jika kita sering menganggap sepele semua persoalan, maka hal ini bisa mengakibatkan penyakit diabetes.
12. Jika kita sering merasa kesepian, maka kita bisa terkena penyakit demensia senelis (berkurangnya memori dan kontrol fungsi tubuh).
13. Jika kita sering bersedih & merasa selalu rendah diri, maka kita bisa terkena penyakit leukemia (kanker darah putih)

Source : buku “the healing & discovering the power of the water” (by : dr. Masaru emoto)

Rabu, 27 Juli 2016

Rumahku, Syurgaku


Jumat, 15 Juli 2016

PWNU Akan Bangun Pesantren di Sekitar UNNES



Dalam upaya membentengi generasi umat supaya tetap berhaluan Ahlussunnah wal Jama'ah, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah akan merintis pembangunan Pondok Pesantren (ponpes) di lingkungan Universitas Negeri Semarang (Unnes). 
"Pesantren ini akan dijadikan percontohan. Ya semacam ikon model pesantren yang ideal di lingkungan perguruan tinggi umum. Untuk pertama ini, kami bangun di dekat kampus Unnes,” kata Ketua Tanfidziyah PWNU Jateng, KH Abu Hapsin, Ph.D, saat ditemui di kediamannya, Jumat, (15/7/16).

Alumnus Pesantren Lirboyo, Kediri ini menambahkan, lulusan pesantren yang cerdas dan baik tak sedikit yang kuliah di perguruan tinggi umum. Namun, ketika masuk di perguruan tinggi umum, tak ada wadah untuk mengembangkan ilmu yang digelutinya selama  menjadi santri.

“Sekarang ini, justru mahasiswa yang cerdas, lancar membaca kitab kuning, hafal Alquran, dan akhlaknya baik, ramai-ramai dicari kampus umum. Nah, sayangnya di kampus umum minim sekali lingkungan yang bisa mengembangkan potensi mereka dalam ilmu agama. Karena itu kita buatkan pesantren NU,” tambahnya.

Gerakan Wakaf Tanah
Abu berharap, adanya pesantren itu mahasiswa yang selama ini tidak bisa mengembangkan potensi yang diperoleh dari pesantren bisa terwadahi. Bukan hanya untuk lulusan pesantren, lanjutnya, namun bagi mahasiswa dari sekolah umum yang hendak mendalami ilmu di pesantren juga terwadahi.

”Nantinya, jika yang sudah lancar membaca kitab kuning, hafal Alquran, dan lancar dalam membaca Alquran berikut tajwidnya, bisa mengajari mahasiswa yang berasal dari sekolah umum yang ingin belajar ilmu agama,” sambungnya. Saat ini, kata Abu, pembangunan itu masih dalam tahap pembebasan tanah. Luas tanah yang dibutuhkan sebanyak 3000 meter. Saat ini baru dapat dibebaskan sebanyak 500 meter.

”Masih sangat banyak yang belum terbebaskan. Karena itu kami mengadakan gerakan wakaf tanah. Gerakan wakaf ini hitungannya permeter. Karena itu kami menerima dalam bentuk apa pun,” jelasnya.

Sumber : nujateng.com

Guru Mapel Berhak Mengajar di MI dan Mendapat Tunjangan

Gunungpati - Selama ini Guru Mata Pelajaran yang mengajar di Madrasah Ibtidaiyah mengalami kendala administratif mengenai status pendidikannya. Ia di sebagian satuan pendidikan tidak mendapat hak-haknya sebagai guru sebagaimana guru yang lain. bahkan ia tidak diikutsertakan dalam berbagai tunjangan guru, apapun itu. 
Kini, paradigma macam harus dikubur dalam-dalam karena status guru Mata Pelajaran yang mengajar di MI sudah mendapatkan payung hukum, yakni Keputusan Menteri Agama Nomot 303 Tahun 2016. Bahwa dalam KMA tersebut ditegaskan GURU MATA PELAJARAN BERHAK MENGAJAR DI MI DAN MENDAPATKAN TUNJANGAN. Tentu ini membawa angin segara terhadap para Guru-guru MI yang selama ini tidak ada kejelasan.

KMA yang diterbitkan Kementrian Agama Republik Indonesia, KMA Nomor 303 Tahun 2016 tertanggal 22 Juni 2016. Isi Keputusan Menteri Agama Nomor 303 Tahun 2016 tersebut adalah :

KEPUTUSAN MENTERI AGAMA TENTANG KONVERSI GURU PADA JENJANG SATUAN PENDIDIKAN MADRASAH IBTIDAIYAH

                                                                         KESATU
Menetapkan Konversi Guru pada Jenjang Satuan Pendidikan Madrasah lbtidaiyah dan guru mata pelajaran ke guru kelas.

                                                                         KEDUA
Guru pada satuan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah yang memiliki sertifikat pendidik sebagai guru mata pelajaran diberikan

kewenangan untuk mengajar sebagai guru kelas pada satuan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah

                                                                       KETIGA
Guru sebagaimana dirnaksud dalam Diktum KEDUA berhak mencrima pcmbayaran tunjangan profesi pendidik sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

                                                                      KEEMPAT
Pembayaran tunjangan profesi pendidik sebagaimana dimaksud dalam Diktumn KETIGA terhitung mulai Tahun Anggaran 2015

                                                                       KELIMA
Keputusan mi mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Kesimpulan Isi Keputusan Mentri Agama Nomor 303 Tahun 2016
dari kelima Penetapan KMA Nomor 303 tahun 2016 di atas adalah sebagai berikut:
Guru pada Madrasah ibtidaiyah yang memiliki sertifikat guru mata pelajaran diberikan kewenangan mengajar untuk mengajar sebagai wali kelas di Madrasah Ibtidaiyah dan berhak menerima tunjangan profesi guru. 

Berikut copy salinan KMA yang dimaksud


Senin, 11 Juli 2016

Bung Karno mencari Husnul Khotimah


Pada suatu hari, Bung Karno berdialog dengan Syekh Kadirun Yahya (Prof. Dr.H.SS. Kadirun Yahya MA, Msc, Rektor Universitas Pembangunan Panca Budi Medan, Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah), anggota dewan kurator seksi ilmiah Universitas Sumatra Utara (USU). Dialog ini tepatnya pada bulan Juli 1965.

“Saya bertanya-tanya pada semua ulama dan para intelektual yang saya anggap tahu, tapi semua jawaban tidak ada yang memuaskan saya, en jij bent ulama, tegelijk intellectueel van de exacta en metaphysica-man.”
“Apa soalnya Bapak Presiden?”
“Saya bertanya lebih dahulu tentang hal lain, sebelum saya memajukan pertanyaan yang sebenarnya. Manakah yang lebih tinggi, presidentschap atau generaalschap atau professorschap dibandingkan dengan surga-schap?”
“Surga-schap. Untuk menjadi presiden, atau profesor harus berpuluh-puluh tahun berkorban dan mengabdi pada nusa dan bangsa, atau ilmu pengetahuan, sedangkan untuk mendapatkan surga harus berkorban untuk Allah segala-galanya berpuluh-puluh tahun, bahkan menurut Hindu atau Budha harus beribu-ribu kali hidup baru dapat masuk nirwana.”
“Accord, Nu heb ik je te pakken Proffesor (sekarang baru dapat kutangkap Engkau, Profesor.) Sebelum saya ajukan pertanyaan pokok, saya cerita sedikit: Saya telah banyak melihat teman-teman saya matinya jelek karena banyak dosanya, saya pun banyak dosanya dan saya takut mati jelek. Maka saya selidiki Quran dan hadist. Bagaimana caranya supaya dengan mudah menghapus dosa saya dan dapat ampunan dan mati senyum; dan saya ketemu satu hadist yang bagi saya sangat berharga. Bunyinya kira-kira begini: Seorang wanita pelacur penuh dosa berjalan di padang pasir, bertemu dengan seekor anjing yang kehausan. Wanita tadi mengambil segayung air dan memberi anjing yang kehausan itu minum. Rasulullah lewat dan berkata, “Hai para sahabatku, lihatlah, dengan memberi minum anjing itu, terhapus dosa wanita itu di dunia dan akhirat dan ia ahli surga!!! Profesor, tadi engkau katakan bahwa untuk mendapatkan surga harus berkorban segala-galanya, berpuluh tahun itu pun barangkali. Sekarang seorang wanita yang banyak berdosa hanya dengan sedikit saja jasa, itu pun pada seekor anjing, dihapuskan Tuhan dosanya dan ia ahli surga. How do you explain it Professor? Waar zit‘t geheim?”
[Kadirun Yahya hening sejenak lalu berdiri meminta kertas.]
“Presiden, U zei, dat U in 10 jaren’t antwoor neit hebt kunnen vinden, laten we zein (Presiden, tadi Bapak katakan dalam 10 tahun tak ketemu jawabannya, mari kita lihat), mudah-mudahan dengan bantuan Allah dalam dua menit, saya dapat memberikan jawaban yang memuaskan.”
[Bung karno adalah seorang insinyur dan Kadirun Yahya adalah ahli kimia/fisika, jadi bahasa mereka sama: eksakta.

KY menulis dikertas] “10/10 = 1.”
[Bung Karno menjawab] “Ya.”
“10/100 = 1/10.”
“Ya.”
“10/1000 = 1/100.”
“Ya.”
“10/bilangan tak berhingga = 0.”
“Ya.”
“1000000/ bilangan tak berhingga = 0.”
“Ya.”
“Berapa saja ditambah apa saja dibagi sesuatu tak berhingga samadengan 0.”
“Ya.”
“Dosa dibagi sesuatu tak berhingga sama dengan 0.”
“Ya.”
“Nah…, 1 x bilangan tak berhingga = bilangan tak berhingga. 1/2 x bilangan tak berhingga = bilangan tak berhingga. 1 zarah x bilangan tak berhingga = tak berhingga. Perlu diingat bahwa Allah adalah Mahatakberhingga. Sehingga, sang wanita walaupun hanya 1 zarah jasanya, bahkan terhadap seekor anjing sekali pun, mengkaitkan, menggandengkan gerakkannya dengan Yang Mahaakbar, mengikutsertakan Yang Mahabesar dalam gerakkannya, maka hasil dari gerakkannya itu menghasikan ibadat paling besar, yang langsung dihadapkan pada dosanya yang banyak, maka pada saat itu pula dosanya hancur berkeping keping. Hal ini dijelaskan sebagai berikut: (1 zarah x tak berhingga)/dosa = tak berhingga.”
[Bung Karno diam sejenak lalu bertanya] “Bagaimana ia dapat hubungan dengan Sang Tuhan?”
“Dengan mendapatkan frekuensinya. Tanpa mendapatkan frekuensinya tidak mungkin ada kontak dengan Tuhan. Lihat saja, walaupun 1mm jaraknya dari sebuah zender radio, kita letakkan radio kita dengan frekuensi yang tidak sama, radio kita tidak akan mengeluarkan suara dari zender tersebut. Begitu juga, walaupun Tuhan dikabarkan berada lebih dekat dari kedua urat leher kita, tidak mungkin kontak jika frekuensinya tidak sama.
[BK berdiri dan berucap] “Professor, you are marvelous, you are wonderful, enourmous.” [Kemudian dia merangkul KY dan berkata] “Profesor, doakan saya supaya saya dapat mati dengan senyum di belakang hari.”

Lima tahun kemudian (1970), Bung karno meninggal dunia, dalam keadaan senyum ketika menutup mata untuk selama-lamanya.

Senin, 04 Juli 2016

KH Said Aqil Siraj (Ketum PBNU) : Pejuang Aswaja yang dibesarkan dalam sarang Wahabi

K.H. Said Aqil Siradj, Sayyid Maliki Al Hasany dan Gus Dur

KH Said Aqil Siraj memang unik, meski menjadi pejuang Aswaja yang tangguh, namun genealogi intelektualnya sempat diwarnai selama 14 tahun di sarang Wahabi, yakni saat menempuh pendidikan S1 Universitas King Abdul Aziz, Jedah, hingga S3 University of Umm al-Qura, Mekah, Arab Saudi, yang berhasil meraih gelar doktoral cum laude.

Hasratnya meneguk ilmu memang luar biasa, sebagaimana dikatakan Dr. Hidayat Nur Wahid :
“Said aqil itu mahasiswa kutu buku, semasa di Mekah, ia lebih sering ditemukan ditempat-2 ilmiah dan sulit menemukannya di forum organisasi”. “Said Aqil ini putra Kiai yang cerdas” kata Dr. Nurcholish Majid. “Dia doktor muda NU yang berfungsi sebagai kamus berjalan dengan desertasi lebih dari 1000 referensi” kata Gus Dur.

Terbersit pertanyaan bagaimana pergulatan intelektual Kang Said - seorang Aswaja – dalam mempertahankan jati dirinya di sarang Wahabi. Tentu penuh dinamika, namun bukanlah hal yang mustahil. Bukankah ada kisah yang lebih dramatis, tentang nabi Musa yang menjadi penjaga tauhid meski dibawah asuhan Fir’aun.

Meski besar dalam sarang Wahabi, spirit Aswaja tetap bersemayam dalam jiwa Kang Said. Hal ini tidak lepas dari basis pendidikan pesantren yang kuat di Lirboyo & Krapyak. Pun di Mekah, beliau juga belajar pada Sayid Muhammad Alawi al Maliki, maha guru para ulama Aswaja di seluruh dunia. Yang tidak bisa dilepaskan adalah pengaruh mentor seniornya, yakni Gus Dur. Kekariban dengan Gus Dur terlihat saat beliau berkunjung ke Mekah lebih suka menginap di tempat tinggal Kang Said.

Meski besar di sarang Wahabi, tidak lantas menjadikan Kang Said menjadi gembong Wahabi. Bahkan dengan dukungan ulama sepuh seperti Mbah Moen, Gus Mus, Habib Luthfi, dll, Kang Said membuktikan menjadi pejuang Aswaja terdepan, menjadi pimpinan PBNU dalam 2 periode.

Bagi gembong-2 Wahabi beserta pengikutnya, fenomena Kang Said tentu cukup menyakitkan. Dari dalam sarangnya, lahir pejuang Aswaja yang tangguh. Berbagai tudingan untuk menjatuhkan kredibilitasnya gencar dilancarkan, secara langsung maupun dengan memperalat oknum NU yang gagal paham dan yang masuk dalam barisan sakit hati pasca muktamar.

Label antek Liberal, Yahudi, Syiah hingga kafir dituduhkan padanya. Bahkan ada yang mengusulkan untuk mencabut gelar doktoralnya. Atas berbagai fitnah itu, jawaban beliau mencerminkan praktek keilmuan tashawuf yang tidak terpesona dengan gebyar dunia meski dalam genggamannya. “Apapun gelar yang diberikan, saya tidak peduli. Jangankan gelar doktoral, gelar haji pun kalau mau di copot akan saya berikan” jawabnya.

Ditengah badai radikalisme, ketangguhan Kang Said menginspirasi kalangan mainstream Aswaja. Termasuk peran sertanya dalam melahirkan “Islam Nusantara’ yang tidak lain adalah untuk menyatukan semangat keagamaan dan kebangsaan. Sebuah langkah strategi cerdas untuk menangkal paham Islam radikal Wahabi, meneladani pendahulunya saat melahirkan Komite Hijaz, cikal bakal Nahdatul Ulama

*Faisal Salim Attamimy

Surat Terbuka untuk Bu Guru Nurmayani


Dear Bu Guru Nurmayani

Kami mantan pelajar yang dulu juga pernah merasakan jeweran, cubitan, tamparan, sabetan kayu penjalin bahkan mungkin lebih dari itu.
Tapi kami sadar kalau itu kalian lakukan karna memang ada kesalahan yang kami buat dan itu hukuman agar kami sadar apa kesalahan kami.

Setelah sekarang kami lulus sekolah SD, SMP, SMU dan Kuliah. Barulah kami tau dan sadar bahwa kalian dulu memarahi kami dengan keras memang untuk kebaikan kami.

Bu... Mungkin murid zaman kami dulu Tahun 90an berbeda dengan murid zaman sekarang, yang Cengeng, Manja dan Bermental Tempe!

Mereka sekarang berani melawan, mencela, mengejek, bahkan melaporkan mu ke Polisi hanya karna masalah sepele "Dicubit". Dan itupun karna memang kesalahan mereka juga.

Apalagi mereka dilindungi para Orang Tua yang hanya membela dan memanjakan anaknya saja!

Wajarlah kalo Moral, Mental dan Akhlak pelajar Indonesia saat ini mulai rusak bu.
Seperti kasus pelajar di Medan kemarin yang berani memarahi dan mengancam Petugas Polisi yang menegurnya karna salah, tapi malah dia diangkat jadi DUTA NARKOBA.
Aneh yaa bu negeri kita???
`
Bu Maya...
Yang sabar yaa, semoga dibalik kejadian ini ada hikmahnya dari Allah untuk Ibu.

Walaupun kami tidak kenal langsung dengan Ibu, tapi kami sangat bisa merasakan sakitnya hati Ibu dibuat murid dan orang tua murid yang Ibu didik seperti ini.

Tetap Semangat mendidik anak-anak Indonesia yah Bu...
Kami Generasi Muda Islam mendukung mu Bu Nurmayani... 🙏😊😇
`
Teman-teman yang mendukung Bu Guru Nurmayani bantu repost postingan dan surat terbuka ini yah.
Semoga bisa sampai dan dibaca Bu Nurmayani, biar beliau tetap SEMANGAT!! 🙌🙌


*Muslim Muda Menginspirasi

Gelar Budaya Mahakarya Legenda Goa Kreo Semarang


Setelah sukses di tahun sebelumnya, kini Desa Wisata Kandri Kec.Gunungpati Kota Semarang kembali menghelat sebuah "MAHAKARYA" legenda Goa Kreo dan Prosesi sesaji Rewandha dalam satu waktu. oleh karena itu, bagi Anda yang rumahnya di Kota Semarang mohon dipastikan hadir. Jangan sampai ketinggalan momentum terdahsyat di Desa Wisata Kandri. Silahkan hubungi panitia untuk reservasi.